Berita Bojonegoro

Meratapi Ledre, Penganan Khas Bojonegoro Yang Mencoba Bertahan Hidup Saat Regenerasi Nyaris Meredup

Seperti para pembuat ledre lainnya, Nyonya Seger tidak menginginkan ledre punah dan hanya kelas menjadi mitos di Bojonegoro.

Penulis: Yusab Alfa Ziqin | Editor: Deddy Humana
surya/Yusab Alfa Ziqin (yusabalfaziqin)
Seorang penjual ledre khas Bojonegoro menunjukkan penganan khas itu di tokonya, Sabtu (6/1/2024) sore. 

Terkait keaslian rasa ledre, ia mengaku tidak ragu karena para pembuat ledre nya yang tersebar di Kecamatan Padangan, Purwosari dan Kasiman, selalu berpegang pada resep dari Min Tjie.

"Selain itu setiap kali ledre disetor, saya mengecek betul kualitas rasanya. Kalau tidak sesuai resep Min Tjie ibu saya, saya tidak mau terima ledre yang disetor itu," terangnya.

Saat ini yang menjadi masalah adalah regenerasi pembuat ledre. Setahu Nyonya Seger, seluruh pembuat ledre saat ini merupakan para perempuan tua dan tidak ada yang muda. "Kalau pembuat ledre yang sudah tua-tua ini wafat, entah bagaimana nasib ledre ke depan," tuturnya.

Seperti para pembuat ledre lainnya, Nyonya Seger tidak menginginkan ledre punah dan hanya kelas menjadi mitos di Bojonegoro. Ia pun meminta Pemkab Bojonegoro turut berupaya agar ada kurikulum di sekolah yang memberi pelajaran memproduksi ledre pada generasi muda.

"Kalau ledre sampai hilang dari Bojonegoro, itu kan eman (sayang, Red) sekali," imbuh wanita yang menyumbang pikiran dalam penetapan ledre sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kabupaten Bojonegoro pada 2021 ini.

Sementara salah satu pembuat ledre yakni Isnariati mengatakan, saat ini pembuat penganan itu sudah berusia tua. Isnariati juga tidak mengerti mengapa generasi muda jarang atau bahkan tidak ada yang tertarik membuat jajanan mirip kue semprong ini.

Dari cara pembuatan, terangnya, sebenarnya tidak sulit. Hanya perlu mengadon tepung tapioka, air, gula, dan pisang raja yang sudah dilumatkan lalu meratakan seluruh adonan itu di wajan.

"Jika adonan sudah kecoklatan, bisa digulung dan jadilah Ledre," imbuh perempuan tinggal di Desa/Kecamatan Padangan, dan sudah membuat Ledre selama 27 tahun itu.

Isnariati merupakan salah satu dari sedikit keturunan pembuat ledre. Karena ibunya juga berguru kepada Min Tjie atau ibu dari Nyonya Seger. Ia menuturkan, dalam sekali sesi produksi ia bisa menghasilkan 10 kantong berisi 10 ledre. "Itu pembuatan dari pagi sampai sore, masih diselingi dengan pekerjaan rumah tentunya," imbuhnya.

Omzet juga masih menjadi rahasia. Isnariati tidak mengemukakan, tetapi mengaku dari membuat Ledre ia bisa menyekolahkan anak-anaknya.

Bagi pembuat Ledre lainnya, Umi (46), yang membuat ledre begitu istimewa sebenarnya bukan prosesnya. Tetapi lebih pada suasana hati pembuatnya. "Jika kondisi hati sedang tidak baik, ledre pasti gagal terbuat. Meratakan adonan di wajan dan menggulung Ledre, itu butuh perasaan," tutur Umi, seperti mewakili para pelesari ledre yang saat ini suasana hatinya sedang galau. ****

Sumber: Surya
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved