Kapolres Ngada Ditangkap

Akhirnya Kapolres Ngada Dikotak ke Yanma Polri, Penyidik Ancam 12 Tahun Penjara, LPA Minta Dikebiri

Setelah menggegerkan publik karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, begini nasib AKBP Fajar Lukman.

Editor: Musahadah
kolase pos.kupang/charles abar
HUKUM SETIMPAL - Kapolres Ngada AKBP Fajar Widya Dharmalukma saat pimpin apel gelar pasukan Operai Mantap Praja Turangga , Senin 26 Agustus 2024. Kini, hukuman berat menanti dia setelah diduga mencabuli 2 anak lalu mengunggah videonya di situs luar negeri. 

SURYA.CO.ID - Setelah menggegerkan publik karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja akhirnya resmi dicopot dari jabatan Kapolres Ngada

AKBP Fajar selanjutnya dimutasi ke Yanma Polri sambil menunggu proses hukum yang saat ini tengah berjalan. 

Pencopotan AKBP Fajar bersamaan dengan rotasi besar-besaran yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Berdasarkan surat telegram nomor ST/489/III/KEP/2025 itu,  AKBP Fajar Widyadharma Lukman yang menjabat Kapolres Ngada NTT dimutasi menjadi perwira menengah di Yanma Polri.

Tidak disebutkan alasan atau keterangan tambahan atas mutasi Kapolres Ngada ke Yanma Polri.

Baca juga: Nasib 3 Anak Korban Pencabulan Kapolres Ngada Terungkap, Data Dinas P3A Beda yang Dibeber Polisi

Posisi Kapolres Ngada kini diisi oleh AKBP Andrey Valentino.

Saat ini, AKBP Fajar diketahui masih diperiksa oleh Propam Polri atas kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dilakukannya.

Direktur Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) NTT, Komisaris Besar Polisi Patar Silalahi, mengungkapkan bahwa pihaknya menggunakan laporan polisi model A dalam menangani perkara ini.

"Kita sudah buatkan laporan polisi model A pada tanggal 3 Maret 2025," ujar Patar kepada wartawan, Selasa (11/3/2025) malam.

Laporan polisi model A merupakan laporan yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa tindak pidana.

Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Ayat 5 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. 

Setelah laporan dibuat, pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, ditemukan adanya dugaan tindak pidana yang cukup kuat.

Oleh karena itu, kasus ini resmi naik status menjadi penyidikan pada 4 Maret 2025. 

Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Ditkrimum Polda NTT telah menyiapkan pasal untuk menjerat AKBP Fajar.

Konstruksi pasal yang akan terapkan yakni Pasal 6 huruf c dan Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. 

Patar Silalahi mengatakan, ancaman hukuman yang dikenakan dalam pasal tersebut mencapai 12 tahun penjara.

Meskipun pasal telah disiapkan, Polda NTT belum menetapkan Fajar sebagai tersangka.

Menurut Patar, hal ini disebabkan oleh pemindahan Fajar ke Mabes Polri pada 20 Februari 2025.

"Kami agendakan (pemeriksaan) minggu depan atau bisa lebih cepat lagi minggu ini," ungkap Patar.

Sejauh ini, pihak kepolisian telah memeriksa sembilan orang saksi dalam kasus tersebut.

Dari hasil pemeriksaan saksi terungkap siasat licik Kapolres Ngada (Nonaktif) AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja untuk bisa mencabuli anak-anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Ternyata, AKBP Fajar memakai jasa perantara untuk bisa mencarikan korban anak di bawah umur. 

Perantara berinisial F ini lah yang menghadirkan sang anak ke sebuah hotel untuk dicabuli AKBP Fajar. 

Hal ini terungkap setelah Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditkrimum) Kepolidian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) memeriksa sembilan saksi di kasus ini.

"Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui seseorang yang berinisial F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT, Kombes Hendry Novika Chandra, kepada Kompas.com, Rabu (12/3/2025). 

Hendy menyebut, korban adalah seorang anak perempuan berusia enam tahun, yang tinggal di Kota Kupang. 

Saksi F lalu membawa anak tersebut ke Fajar yang menanti di salah satu kamar hotel yang ada di Kota Kupang. 

Setelah itu, F diberi imbalan sebesar Rp 3 juta, sedangkan sang anak tidak dikasih uang. Korban hanya dibawa makan dan bermain-main oleh F.

Sang anak kemudian dicabuli Fajar di hotel.

Saat beraksi, Fajar merekam dan menyebar ke situs porno Australia.

Otoritas Australia lalu menyelidiki video itu, ternyata berlokasi di Kota Kupang.

Otoritas Australia kemudian melaporkan ke Pemerintah Indonesia hingga kasus itu mencuat ke publik.

"Untuk videonya, dari Polda NTT hanya menerima soft copy dari Mabes Polri," kata Hendry.

Harus Dipecat, Layak Dikebiri

PENCABULAN - Kapolres Ngada AKBP Fajar Widya Dharmalukma yang kini terancam hukuman berat setelah diduga mencabuli 2 anak lalu mengunggah videonya di situs luar negeri.
PENCABULAN - Kapolres Ngada AKBP Fajar Widya Dharmalukma yang kini terancam hukuman berat setelah diduga mencabuli 2 anak lalu mengunggah videonya di situs luar negeri. (Kolase Instagram Media Polres Ngada/Pos Kupang Charles Abar)

Komisi III DPR RI mendesak agar Polri segera memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) atau memecat AKBP Fajar dari kepolisian. 

Rudianto Lallo, anggota Komisi III DPR RI menyebut perbuatan AKBP Fajar sudah tidak bisa dimaafkan. 

"Pornografi ini disebar ke australia, ini lebih mencoreng citra Polri di dunia internasional, sehingga perilaku seperti ini tidak ada kata maaf, dan harus ditegakkan hukum," kata Rudianto dikutip dari tayangan Kompas TV pada Rabu (12/3/2025). 

Menurut Rudianto, kapolri harus segera memberhentikan AKBP Fajar dari status anggota Poleri dan dimintai pertanggungjawaban pidana. 

Baca juga: Nasib 3 Anak Korban Pencabulan Kapolres Ngada Terungkap, Data Dinas P3A Beda yang Dibeber Polisi

"Hukuman harus setimpal dengan perbuatannya," tegasnya. 

Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Propam Polri, agar segera memecat dan memidanakan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja

“Saya mendesak Propam Mabes Polri segera pidanakan yang bersangkutan. Pecat, jerat pasal berlapis, serta jatuhi pelaku dengan hukuman pidana maksimal."

"Karena semua kejahatan diborong oleh dia. Ada pelecehan, kekerasan seksual terhadap anak, TPPO, ITE, dan lain-lain. Jadi dia harus dipidanakan secara maksimal," kata Sahroni kepada wartawan Rabu (12/3/2025).

Sahroni meminta agar penanganan kasus ini bisa berjalan cepat dan transparan. Dia menyebut persepsi masyarakat bergantung pada cara penanganan Polri. 

“Jutaan masyarakat sudah marah melihat perbuatannya, jadi jangan ada yang coba-coba lindungi pelaku. Harus berani tindak secara tegas dan transparan. Biarkan dia mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya di dunia dan di akhirat,” ucap Sahroni.

Sahroni mewanti-wanti para jajaran kepolisian, terutama para perwira, untuk selalu menjaga marwah institusi Polri. 

“Gimana jajaran bisa tertib kalau selevel Kapolresnya berkelakuan begini. Jadi tolong, khususnya kepada para perwira, jaga sikap dan marwah institusi. Kalian dididik bukan untuk hal seperti ini,” pungkas Sahroni.

Terpisah, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika Ata, SH, MHum, menyarankan hukuman kebiri untuk Kapolres Ngada nonaktif , AKBP Fajar Widyadharma Lukman

LPA NTT menyebut, kelakuan perwira menengah (Pamen) Polri itu telah melanggar undang-undang perlindungan anak.

"Hukuman yang pantas adalah hukuman Kebiri. Sesuai UU no. 17 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 23/2022 tentang Perlindungan anak yang mengatur khusus tentang pemberatan hukuman yakni melalui kebiri," kata Ketua LPA NTT, Veronika Ata, Selasa (11/3). 

Veronika Ata menjelaskan, perbuatan Kapolres Ngada nonaktif itu merupakan kejahatan seksual terhadap anak.

Apalagi diunggah pada situs porno di luar negeri merupakan perbuatan yang  tidak mendidik dan perbuatan amoral bahkan bejat. 

Veronika Ata, sangat menyesali perbuatan aparat kepolisian itu. Sebab, AKBP Fajar Lukman telah melanggar Perlindungan Anak, UU TPKS dan UU Narkoba. Hukuman pemecatan harus diterapkan. 

Undang-undang perlindungan anak, kata Vero, perlu disampaikan hingga ke level pimpinan Polri. Dengan begitu maka semua memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya perlindungan anak dan perempuan.

"Bukan bertindak sewenang-wenang," kata dia. 

LPA NTT mendorong agar Polri melakukan penyidikan lebih lanjut. Instansi kepolisian harus lebih aktif mengadvokasi masalah ini sebagaimana hukum pidana. 

Veronika Ata menyebut kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan delik biasa, yang berarti dapat diproses tanpa menunggu laporan korban atau keluarganya.

 "Kekerasan seksual bukan delik aduan. Karena itu pihak Kepolisian harus proaktif," kata Veronika Ata.

Sisi lain, LPA NTT juga meminta DP3A setempat agar memberikan perlindungan dan pendampingan bagi korban.

 Jika dimungkinkan, LPSK bisa ikut membantu mengawal korban, sebab, berpotensi terjadi intimidasi bagi korban.

"DP3A harus mengajukan surat permohonan untuk perlindungan korban," kata Veronika Ata. 

Secara khusus, LPA NTT meminta Kapolda dan Kapolri menindak tegas pelaku. Pimpinan Polri juga harus mengingatkan anggotanya agar tidak berbuat hal serupa ataupun kejahatan lainnya. 

"Menegakkan  disiplin dan penegakan hukum sekalipun pelakunya anggota Polisi dan juga perlu disidik lebih jauh dan mengungkapkan kemungkinan terdapat korban lebih dari 3 orang anak," kata Veronika Ata.  

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kapolres Ngada NTT Ditarik ke Yanma Polri, Buntut Kasus Pencabulan Anak?"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved