Kasus Korupsi Sahat Tua Simanjuntak

Sahat Tua Simanjuntak Tetap Tolak Tuduhan Korupsi, Jaksa KPK Datangkan Ahli Bahasa Madura, Hasilnya

Ahli Bahasa Madura dihadirkan dalam sidang kasus korupsi dana hibah APBD Jatim, dengan terdakwa Wakil DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua Simanjuntak

|
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Wakil DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua P Simanjuntak terlihat berdiskusi dengan pengacara usai menjalani sidang korupsi dana hibah APBD Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Jumat (28/7/2023) kemarin. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Menjalani sidang korupsi dana hibah APBD Jatim, Wakil DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua Simanjuntak tetap membantah tuduhan Jaksa KPK, bahwa ia pernah disuap uang dari dana hibah pokir hingga memiliki duit Rp 39,5 miliar.

Sudah dua kali melakukan hal tersebut. Padahal, sebelumnya saat menjalani sidang perdana, Sahat sudah mengaku salah dan ingin diberi maaf oleh seluruh warga Jatim.

Keterangan berbelit-belit oleh Sahat itu, akhirnya ditanggapi JPU KPK.

Dalam proses membuktikan amar tuduhan sekaligus meluruskan omongan Sahat, JPU KPK menghadirkan Ahli Bahasa Madura, Dwi Laily Sukmawati di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Jumat (28/7/2023) kemarin.

Baca juga: Sidang Kasus Korupsi Dana Hibah, Sahat Tua Simanjuntak Ngotot Membantah Tak Pernah Minta Ijon

Baca juga: Ekspresi Sahat Tua Simanjuntak Dengar Staf Ahlinya Keceplosan Ngaku Pernah Dipasrahi Bawa Uang Suap

Baca juga: Sahat Tua Simanjuntak Bantah Korupsi Dana Hibah APBD Jatim, Begini Reaksi Jaksa KPK

Ahli bahasa tersebut, menjadi saksi untuk merinci dan menerjemahkan percakapan via telepon dua penyuap Sahat yang telah divonis bersalah.

Dua penyuap tersebut adalah Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Abdul Hamid dan Koordinator Lapangan Kelompok Masyarakat (Pokmas), Ilham Wahyudi alias Eeng.

Keduanya bercakap-cakap menggunakan Bahasa Madura dalam membahas suap dana hibah pokir.

Percakapan yang berlangsung lewat telepon itu, juga menyebut nama Sahat sebagai legislatif yang akan disuap.

Menurut hasil terjemahan Dwi Laily Sukmawati pada 11 Desember 2022 lalu, Abdul Hamid menelepon Eeng. Saat itu, Eeng posisi sedang makan di warung dekat Jembatan Suramadu.

Di sela-sela pembicaraan, Eeng mengatakan belum lama telah bertemu dengan Rusdi, staf ahli Sahat.

Kemudian, Abdul Hamid menanyakan hasil pertemuan Eeng dengan Rusdi itu. Eeng menjawab belum ada kesepakatan, tapi "duwe m cukup".

"Duwe m ini kalau diartikan dua miliar," kata Laily.

Eeng kemudian menyarankan agar "duwe m" diserahkan menjelang Hari Natal. Kata Eeng, anggap saja uang itu sebagai persiapan Hari Natal.

Lantas, Abdul Hamid menimpali pertanyaan di mana uang tersebut bisa diserahkan.

Eeng menjelaskan ada tiga lokasi yang bisa dipilih. Di antaranya Suramadu, kantor dan Sunan Ampel.

Hingga telepon berakhir, keduanya belum memutuskan memilih di mana akan menyerahkan uang.

Kemudian, Abdul Hamid dan Eeng kembali telepon. Telepon berikutnya mereka baru sepakat menentukan lokasi.

"Baru ada keputusan menyerahkan di tempat parkir JNT," ucap Laily.

Penjelasan Laily memantik tim pengacara Sahat bereaksi.

Dua dari tiga pengacara itu, semula menanyakan kredibilitas hingga tahapan-tahapan kerja yang dilakukan Laily dalam menganalisa percakapan telepon Abdul Hamid dan Eeng.

Setelah itu, para pembela Sahat itu, menanyakan apakah saat Abdul Hamid dan Eeng telepon ada yang menyebutkan kalau kliennya Sahat pernah meminta uang.

Pertanyaan tersebut dijawab jelas oleh Laily. Di dalam percakapan tidak ada pembahasan Sahat meminta uang. Akan tetapi Abdul Sahat dan Eeng berencana menyerahkan uang senilai "duwe m" alias 2 miliar kepada Sahat melalui Rusdi.

Jaksa KPK, Arif Suhermanto mengatakan, keterangan saksi ahli bahasa sudah menjelaskan secara gamblang. Disebutkan secara jelas pada tanggal 11 Desember 2022 lalu, Abdul Hamid dan Eeng lewat telepon merencanakan akan memberikan uang senilai Rp 2 miliar kepada Sahat melalui Rusdi.

Kesimpulannya, keterangan saksi ahli tersebut bisa memperkuat amar dakwaan Sahat.

"Kalau pihak pengacara mencari celah membela klien itu hal biasa. Tetapi fakta percakapan telepon sudah membuktikan," ucap Arif.

Sidang ini bermula, lantaran pada 14 Desember 2022 lalu, Sahat Tua P Simanjuntak dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Sahat ditangkap, usai menerima uang suap terkait pengelolaan dana hibah pokir.

Saat ditangkap, tim KPK mengamankan uang sebesar Rp 1 miliar dengan pecahan mata uang dolar Singapura dan Amerika Serikat.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved