Bermodus Input Peserta Didik Fiktif, Korupsi PKBM di Pasuruan Rugikan Negara Hingga Rp 4,9 Miliar

“Kalau ada perintah Kadis kepada staf honorer, apakah itu dibenarkan atau justru bentuk pelanggaran?” tanya Wiwik

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/galih lintartika
JADI BANCAKAN - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana hibah untuk operasional PKBM Pasuruan di PN Tipikor Surabaya, Rabu (10/9/2025). 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Sidang lanjutan dugaan korupsi dana Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pasuruan dengan terdakwa ES dan N, mantan staf di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pasuruan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (10/9/2025).

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Pasuruan menghadirkan tiga saksi ahli. Masing-masing Abdul Hakim dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemdikbudristek, serta Hakim Putra dan Dwi Anto Setiawan dari Inspektorat Pasuruan.

Dari keterangan saksi ahli Inspektorat, perbuatan kedua terdakwa telah menyebabkan kerugian negara Rp 4,9 miliar. Angka tersebut berasal dari manipulasi data peserta didik pada program pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C di sejumlah PKBM.

“Modus terdakwa adalah melakukan injeksi data peserta didik fiktif. Dari hasil audit, kerugian negara mencapai Rp 4,9 miliar,” ungkap Hakim Putra.

Dana bantuan pendidikan tersebut, lanjutnya, ditransfer langsung ke rekening masing-masing PKBM. Dari 12 PKBM yang diperiksa, hanya satu yang modusnya berbeda, yakni PKBM Tunas Harapan yang dipimpin Poniman. “Bedanya, di PKBM itu data dimasukkan langsung oleh pihak PKBM sendiri,” jelasnya.

Saksi ahli Inspektorat juga mengungkap adanya praktik setoran dari sejumlah PKBM kepada oknum-oknum tertentu.

Pejabat Disdikbud hingga pihak luar seperti Mujib dan Rofi’i disebut dalam klarifikasi di lapangan. Bahkan Kejari Pasuruan sempat dicatut sebagai dalih uang keamanan.

Sementara saksi ahli dari Pusdatin, Abdul Hakim menegaskan bahwa akun operator pendidikan bersifat pribadi dan tidak boleh dipinjamkan, sesuai ketentuan UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Dalam perkara ini, terdakwa N tercatat sebagai pemilik akun operator di Disdikbud. “Pemakaian akun harus berdasarkan surat penugasan resmi dari pimpinan. Tidak boleh digunakan pihak lain tanpa kewenangan, karena rawan disalahgunakan,” tegasnya.

Sidang juga diwarnai perdebatan saat kuasa hukum terdakwa ES, Wiwik Tri Haryati, mengajukan pertanyaan kepada saksi ahli. Ia menyinggung perintah atasan kepada staf honorer untuk mengoperasikan akun.

“Kalau ada perintah Kadis kepada staf honorer, apakah itu dibenarkan atau justru bentuk pelanggaran?” tanya Wiwik.

Menanggapi hal itu, saksi ahli Abdul Hakim menyebut kewenangan menentukan benar atau salah ada pada instansi terkait. “Apakah pelanggaran atau tidak bukan menjadi kewenangan kami, melainkan dinas setempat,” jawabnya.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak terdakwa. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved