Transformasi Polri Tidak Harus Merevisi KUHAP, FKUB Kediri Khawatir Ada Tumpang Tindih Kewenangan

Ia menilai ketentuan ini beresiko menciptakan dualisme kewenangan antara penyidik kepolisian dan kejaksaan

Penulis: Isya Anshori | Editor: Deddy Humana
surya/isya anshori
BAHAS REVISI KUHAP - FKUB Kabupaten Kediri memberikan masukan terkait kinerja Polri dan rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana RUU KUHAP, dalam FGD di Fave Hotel Kediri, Selasa (28/1/2025). 

SURYA.CO.ID, KEDIRI - Rencana revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kediri pun menggelar diskusi untuk membahas urgensi dari rencana itu.

Dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'transformasi Kepolisian Republik Indonesia dalam Penegakan Hukum yang Transparan dan Berkeadilan' di Fave Hotel, Kediri, Selasa (28/1/2025), FKUB ingin memberikan masukan terkait kinerja Polri. 

Ketua FKUB Kediri, David Fuad menegaskan bahwa peningkatan kualitas kinerja Polri dapat dilakukan tanpa harus merevisi KUHAP. Menurutnya, revisi KUHAP berpotensi mengakibatkan tumpang tindih kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan.  

"Kami berharap rencana revisi KUHAP tidak dilanjutkan. Perbaikan perilaku oknum cukup dilakukan tanpa perlu merevisi KUHAP, karena dikhawatirkan ada tumpang tindih dengan lembaga lain," kata pria yang akrab disapa Gus David itu.

Dalam acara tersebut, FKUB mengundang berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, media, dan ahli hukum. Diskusi ini menelaah lebih dalam dampak revisi KUHAP terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia.  

Gus David menyebut salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP. Di mana pasal tersebut mengatur bahwa masyarakat dapat langsung melapor ke kejaksaan jika laporannya tidak ditindaklanjuti polisi dalam 14 hari. 

Ia menilai ketentuan ini beresiko menciptakan dualisme kewenangan antara penyidik kepolisian dan kejaksaan. 

"Di era Gus Dur, langkah tepat adalah membagi tugas sesuai bidang masing-masing. Menggabungkan kembali Polri dengan institusi lain akan menjadi kemunduran," tegasnya. 

Selain itu, Gus David mengkhawatirkan dampak negatif Pasal 12 Ayat 11 terhadap azas due process of law. Menurutnya, penyidikan sebagai tahap awal dalam proses hukum harus dijalankan dengan prosedur ketat.

"Jika penuntut umum langsung terlibat dalam proses penyidikan, hak-hak tersangka bisa terancam karena proses hukum yang ideal mengharuskan pembagian kewenangan yang jelas," tambahnya.  

Dr Sapta Andaruisworo,M MA, pengamat politik dari Universitas Nusantara PGRI Kediri menekankan pentingnya masukan dari berbagai elemen masyarakat untuk mendukung transformasi Polri

"FGD ini bertujuan untuk menyusun solusi dan perbaikan guna mencapai transformasi yang diharapkan, khususnya dalam penegakan hukum yang kredibel dan transparan," jelas Sapta.

Ia juga mengkritisi Pasal 111 Ayat 2 RUU KUHAP, yang memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk mengajukan permohonan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Menurutnya, kewenangan tersebut seharusnya tetap berada di tangan kepolisian.  

"Diskusi ini diharapkan menjadi landasan bagi transformasi Polri ke depan. Berbagai masukan yang disampaikan oleh tokoh masyarakat, akademisi, dan ahli hukum diharapkan dapat mendorong penegakan hukum yang lebih profesional, transparan, dan sesuai dengan harapan masyarakat," ungkapnya.  

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved