5 Guru Besar di Surabaya Diperiksa

Sempat Jadi Asesor Guru Besar ULM, Prof Huda: Tak Terima Penugasan Review Jurnal dari LLDIKTI VII

Dugaan keterlibatan LLDIKTI Wilayah VII dalam proses pengajuan guru besar abal-abal diduga dilakukan secara sistematis dengan melibatkan asesor

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: irwan sy
Universitas Hang Tuah
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya, Prof Dr Mokhamad Khoirul Huda SH MH CMC CCD. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Dugaan keterlibatan LLDIKTI Wilayah VII dalam proses pengajuan guru besar abal-abal diduga dilakukan secara sistematis dengan melibatkan asesor di tingkat nasional.

Sementara itu, asesor tingkat nasional tahun 2021-2024 dari Surabaya dan diduga berpotensi memiliki kedekatan khsusus dengan LLDIKTI Wilayah VII adalah Prof Dr Mokhamad Khoirul Huda SH MH CMC CCD yang juga guru besar Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya.

Prof Huda, sapaannya, berdasarkan keterangan Kepala Bagian Umum LLDIKTI VII, Dr dr Ivan Rovian MKp juga sempat diperiksa Itjen Kemendikbudristek pada April lalu di kantor LLDikti Wilayah VII.

Baca juga: Pengajuan Gelar Guru Besar Diduga Ada Penyimpangan, LLDikti Jatim Telusuri Pejabat yang Bermain

Dikonfirmasi SURYA.co.id, Prof Huda membenarkan adanya pemeriksaan di LLDikti Wilayah VII terkait dugaan keterlibatan dirinya sebagai asesor yang mereview sejumlah guru besar dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang ditemukan bermasalah dalam publikasi jurnalnya.

Untuk diketahui, asesor bertugas menilai jurnal yang diajukan calon guru besar apalah memenuhi poin untuk persyaratan pengajuan gelar guru besar.

Dalam penelusuran kasus guru besar di ULM tersebut, dikatakan Prof Huda, dirinya diduga meloloskan semua calon guru besar yang ia review meskipun publikasi jurnal yang diajukan para calon guru besar tersebut tidak memenuhi syarat.

Untuk mereview itu ada tim penilai atau asesor guru besar terdiri atas dua orang yang ditentukan Kementerian.

"Dan para asesor melakukan penilaian menggunakan sistem online, yang bisa masuk sistem tersebut hanya para asesor. Misal kalau ada masalah jurnal yang saya review, tentunya reviewer kedua pasti menemukannya. Saya tidak tahu siapa yang mendapat tugas reviewer keduanya ini," ungkapnya.

Di sistem tersebut muncul nama-nama calon guru besar yang akan dinilai dengan jangka waktu penilaian.

Mengenai siapa yang dinilai dan asesor mana saja yang ikut dalam penilaian terhadap calon, itu tidak muncul dalam sistem.

"Saya sudah mereview banyak calon guru besar, tidak semua saya terima. Saya ingat pengajuan yang saya tolak karena jurnalnya tidak memenuhi syarat itu salah satunya rektor Unitomo (Universitas Dr Soetomo)," lanjutnya.

Dengan demikian, dikatakan Prof Huda ia sudah menjelaskan pada Itjen Kemendikbudristek bahwa dirinya telah menjalankan tugas secara profesional dan sesuai dengan aturan.

"Hingga hari ini, tidak ada surat pemberhentian atau surat pemecatan. Saya telah menjalankan tugas dengan baik dengan bukti sertifikat dari pelaksana tugas Direktur Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 17 Mei 2024. Itu menunjukkan saya telah bekerja dan berperan aktif dalam penilaian tersebut," tegasnya.

Ditanya dugaan hubungan Prof Huda dengan para pimpinan LLDikti Wilayah VII, Prof Huda mengaku dirinya kerap diminta menjadi narasumber di sejumlah perguruan tinggi swasta untuk menjelaskan prosedur dalam pengajuan kenaikan jabatan fungsional karena pengalamannya sebagai asesor di tingkat nasional.

"Jadi saya tidak pernah jalan sendiri ke kampus-kampus tanpa permintaan resmi Kepala LLDIKTI Wilayah VII," lanjutnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved