Berita Kota Surabaya

Reksa Dana Masih Dominasi Pasar Modal Indonesia, Bukti Masyarakat Masih Takut Resiko Investasi

Dana Masyarakat yang dikelola Manajer Investasi kemudian diinvestasikan ke dalam surat berharga seperti saham, obligasi

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Deddy Humana
surya/Sri Handi Lestari
Kepala Unit Edukasi Layanan Jasa Investor PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Ruth Yendra, saat memberi penjelasan terkait peningkatan jumlah investor pasar modal Indonesia. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Jumlah investor di pasar modal Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Sampai Mei 2024, jumlah investor pasar modal Indonesia mencapai 12.936.162 atau naik 5,05 persen dibanding periode yang sama pada 2023.

Dari jumlah investor pasar modal Indonesia tersebut, investor Reksa Dana masih mendominasi yakni 12.172.518 atau naik 5,34 persen dibanding 2023. Disusul investor saham dan surat berharga lainnya yakni 5.720.273 atau naik 7,20 persen dibanding 2023, dan investor SBN mencapai 1.087.762 atau naik 1,99 persen.

Kepala Unit Edukasi Layanan Jasa Investor PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Ruth Yendra dalam kegiatan Sekolah Pasar Media (SPM) mengatakan, dominasi investor Reksa Dana di pasar modal Indonesia ini, menunjukkan bahwa masyarakat masih takut resiko berinvestasi.

"Padahal dikelola oleh ahlinya yakni manajer investasi yang telah berpengalaman di dunia pasar modal. Manajer investasi ini memiliki kemampuan untuk memaksimalkan hasil investasi melalui analisis yang mendalam atas keadaan ekonomi dan pasar, pemilihan strategi investasi, dan pemilihan aset yang sesuai," kata Ruth, Selasa (18/6/2024).

Alasan lainnya, Reksa Dana merupakan investasi yang terjangkau, cukup dengan dana awal Rp 100.000, investor sudah dapat merasakan investasi di pasar modal dan resiko yang lebih minimal.

Dana Masyarakat yang dikelola Manajer Investasi kemudian diinvestasikan ke dalam surat berharga seperti saham, obligasi, dan instrumen pasar uang.

Bentuk hukum Reksa Dana dapat berupa Perseroan atau berupa Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Selain itu, Reksa Dana juga dapat dikategorikan menjadi dua, yakni Reksa Dana Tertutup dan Reksa Dana Terbuka.

“Dalam perkembangannya, saat ini Reksa Dana yang paling banyak berkembang di Indonesia adalah Reksa Dana berbentuk hukum Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dan bersifat Terbuka. Reksa Dana Terbuka dapat dibeli dan dijual sewaktu-waktu setiap hari bursa,” jelas Ruth.

Dalam kesempatan sama, Analis Senior OJK Provinsi Jawa Timur, Donny Eko A mengakui bila kerugian akibat investasi bodong (ilegal) di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kerugian masyarakat Indonesia akibat investasi bodong dari tahun 2017 sampai dengan 2023 sebesar Rp 139,67 triliun.

Ia menegaskan, di sejumlah wilayah di Indonesia tidak luput dari kasus investasi bodong, termasuk kasus-kasus yang merugikan warga Surabaya, Jawa Timur.

"Berbagai macam modus berhasil mengelabui masyarakat yang pada umumnya belum memiliki literasi keuangan yang baik, mulai dari arisan bodong, koperasi simpan pinjam, hingga yang terbaru adalah kasus investasi bodong yang melibatkan tiga selebgram ternama di Surabaya dengan jumlah kerugian mencapai Rp 4,8 miliar," ungkap Donny.

Modus yang digunakan oleh para tersangka yakni menawarkan investasi dengan keuntungan yang menggiurkan dengan skema jangka waktu investasi 3 bulan dengan keuntungan 15 persen per bulan; jangka waktu investasi 7 hari dengan keuntungan 3 persen; jangka waktu investasi 10 hari dengan keuntungan 6 persen; dan jangka waktu investasi 1 bulan dengan keuntungan 17 persen.

"Investasi yang seharusnya manjadi alat untuk membantu mensejahterakan masyarakat malah dijadikan alat penipuan bagi para oknum tidak bertanggungjawab,”ujar Donny.

Ia juga menegaskan tingginya minat masyarakat untuk berinvestasi (inklusi) tidak dibarengi dengan pemahaman masyarakat soal pengelolaan keuangan yang baik (literasi) sehingga sering dimanfaatkan pelaku investasi bodong untuk mencari keuntungan. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat untuk berinvestasi.

Sumber: Surya
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved