Berita Kota Surabaya

Harga Cabai Rawit Menyodok di Angka Rp 80 Ribu per KG, Pedagang Surabaya Sempat Kehabisan Stok

Pemkot Surabaya juga mengupayakan produksi mandiri di kawasan pertanian dalam kota. Kebutuhan cabai di Surabaya cukup besar

surya/Bobby Constantine Koloway (Bobby)
Pedagang di Pasar Wonokromo Surabaya menunjukkan cabai yang mengalami kenaikan harga. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Gejolak kenaikan harga kebutuhan di Kota Surabaya mulai terasa menjelang Agustusan 2024, seperti cabai rawit yang meroket sampai Rp 80.000 per KG. Kenaikan cabai rawit itu mulai terjadi di akhir Juli 2024 ini di sejumlah pasar di Kota Pahlawan.

Kenaikan harga ini di antaranya dirasakan pedagang di Pasar Wonokromo. "Tiga hari lalu (Sabtu, 27/7/2024) sempat menyentuh Rp 80.000 kemudian turun sejak kemarin dan hari ini turun jadi Rp 65.000," kata salah seorang pedagang Pasar Wonokromo, Nasipah, Selasa (30/7/2024).

Menurut Nasipah, saat harga melonjak para pedagang sempat mengalami kendala stok. "Stok dari distributor terlambat," tambahnya.

Meski begitu, sementara ini kenaikan harga belum berdampak kepada pembeli. Dalam sehari, Nasipah masih bisa menjual 15 KG. "Kenaikan ini belum terasa. Biasanya, kalau menyentuh Rp 100.000, pembeli baru mengurangi jumlah pembelian," kata Nasipah yang biasa melayani pedagang warung makanan ini.

Di luar cabai rawit, harga komoditas lain kasih relatif stabil. Misalnya, harga cabai merah besar Rp 30.000 per KG, bawang merah super Rp 25.000 per KG, hingga beberapa komoditas lainnya.

Menindaklanjuti hal ini, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya telah melakukan serangkaian upaya menyetabilkan harga. Di antaranya dengan berkoordinasi dengan daerah penyuplai cabai seperti Kediri.

"Untuk memenuhi kebutuhan cabai, Surabaya mendapat pasokan dari daerah penghasil, seperti dari daerah Kediri, Malang, Blitar, dan sebagian dari Provinsi Jawa Tengah," kata Kepala DKPP Kota Surabaya, Antiek Sugiharti di Surabaya, Selasa (30/7/2024).

Selain mengandalkan daerah penghasil, Pemkot Surabaya juga mengupayakan produksi mandiri di kawasan pertanian dalam kota. Kebutuhan cabai di Surabaya cukup besar, rinciannya kebutuhan cabai besar di Kota Surabaya yang mencapai 270 ton per bulan serta cabe rawit sebanyak 391 ton per bulan.

Pemkot Surabaya juga memanfaatkan lahan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) dan Hutan Raya untuk penanaman. Selain menggandeng Kelompok tani atau Poktan, teknik penanaman juga melibatkan petani urban farming.

“Petani yang kita dorong, ada di Made, Pakal, dan Lakarsantri. Kita juga mendorong petani urban farming yang menanam di pekarangan rumah, atau yang memanfaatkan lahan fasum/fasos itu,” terangnya.

“Kita mengatur pola tanam, jadi kita sudah bisa membaca trendnya pada bulan-bulan tertentu ketika harga cabai naik. Biasanya menjelang hari besar atau pada musim yang cabai tidak bisa produksi bagus, atau adanya serangan hama,” kata Antiek.

Ia mengungkapkan, kenaikan harga cabai disebabkan kekeringan di daerah penghasil, belum masuknya musim tanam, serta adanya serangan hama. Hal ini menyebabkan stok cabai berkurang.

Antiek berharap, warga Kota Surabaya bisa melakukan gerakan tanam cabai di rumahnya masing-masing, dengan minimal menanam pada 2 pot. “Itu bisa untuk mencukupi kebutuhan sendiri,” imbuhnya.

Ketua Asosiasi Petani Cabai Indonesia (APCI) Kabupaten Kediri, Suyono menyampaikan, musim kemarau mengakibatkan banyak tanaman mati sehingga tanaman harus dibongkar.

Sedangkan di dataran rendah masih musim tanam. “Pada masa vegetatif banyak serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) khususnya virus dan trips, sehingga mengganggu masa pertumbuhan,” kata Suyono.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved