Politik Mahar Caleg

Bukan dengan Mahar, Gerindra Jatim Jelaskan Mekanisme Penentuan Nomor Urut Caleg

Partai Gerindra memiliki mekanisme tersendiri dalam menentukan nomor urut dalam pendaftaran calon legislatif (Caleg).

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Yusron Naufal Putra
Ketua DPD Gerindra Jawa Timur, Anwar Sadad. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Partai Gerindra memiliki mekanisme tersendiri dalam menentukan nomor urut dalam pendaftaran calon legislatif (Caleg). Gerindra Jawa Timur menegaskan, tak ada mahar politik dalam penentuan tersebut.

Ketua DPD Gerindra Jawa Timur, Anwar Sadad menjelaskan, ada dua kriteria utama yang menjadi dasar penentuan nomor urut. Yaitu, para petahana dan kader utama atau struktur di tiap tingkatan (Ketua, Sekretaris, atau Bendahara).

Untuk kriteria pertama, Sadad menerangkan, bahwa saat ini Gerindra di Jawa Timur memiliki 204 kader yang menempati pos legislatif. Jumlah itu terdiri dari 189 merupakan anggota DPRD di kabupaten/kota dan 15 merupakan anggota DPRD Jawa Timur. Pada proses pencalegan, mereka mendapatkan nomor urut prioritas.

"Mereka menjadi etalase partai. Kiprah, statement, dan turba (turun ke basis) akan dinilai oleh masyarakat sebagai wakil rakyat untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya," kata Sadad di Surabaya, Selasa (6/6/2023).

"Bagi yang mendapat kinerja baik, ini menjadi tumpuan kami. Kami prioritaskan untuk kami (daftarkan) di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota," tambahnya.

Kriteria lainnya terkait kader. Sadad menegaskan, bahwa partai berlambang garuda ini mengutamakan kader yang telah lama berjuang membesarkan partai. Bukan sekadar nama baru untuk diusung dalam pencalegan.

"Selanjutnya, adalah para kader. Sebab, tugas partai adalah pengkaderan, pendidikan politik dan merekrut calon pemimpin. Kombinasi dua kriteria (petahana dan kader) itulah yang menjadi prioritas Partai Gerindra," ujar Caleg DPR RI ini.

Dalam penyusunannya, para petahana tak melulu mendapatkan nomor urut satu. Di beberapa dapil, ada yang beberapa di antaranya diisi oleh para kader utama atau pengurus.

Terkait hal ini, Sadad menjelaskan alasannya.

"Kalau ada petahana di nomor dua, ini sebenarnya juga menguntungkan. Sebab, kami juga tetap mempertimbangkan ketersebaran kader, peremajaan kader, dan beberapa lainnya. Termasuk, juga kekuatan modal sosial hingga tim pendukung," jelas Sadad lagi.

Tak mengherankan apabila beberapa di antaranya diisi oleh para milenial. Sekitar 40 persen dari 14 daerah pemilihan (dapil) di Jawa Timur diisi oleh para Milenial.

"Kami ada banyak kader milenial yang kami tempatkan di nomor prioritas. Kalangan milenial kami tempatkan secara proporsional," ia menuturkan.

Terkait dengan kesiapan logistik, Gerindra menegaskan tak memprioritaskan. Pihaknya memilih caleg yang memiliki modal basis masa dibandingkan finansial.

"Pertempuran politik, tak harus logistik besar. Namun, bagaimana kedekatan dengan masyarakat yang menentukan. Karenanya, kami memprioritaskan sosial capital. Sehingga, penilaian kami soal bagaimana kehadiran mereka di tengah masyarakat. Dibandingkan gebyar atribut, itu akan lebih dipersepsikan sebagai pencitraan," Sadad menuturkan.

Indikator besarnya social capital tersebut bisa dilihat dari kehadiran caleg di masyarakat.

"Ketika menjadi rujukan dan tempat berkeluh kesah, maka kader Gerindra harus mau membuka telinga lebar dan menjadi jujugan. Sehingga, terdapat koneksi," kembali Sadad menjelaskan.

Lantas, perlukah kontribusi caleg kepada partai dengan nominal tertentu? Sadad menegaskan, Gerindra tak menerapkan hal tersebut.

Sebab pada akhirnya, suksesnya partai di pemilu bukan sekadar berbicara tentang logistik. Namun, bagaimana strategi dan komitmen partai dalam menjaga kepercayaan masyarakat.

"Kalau bicara logistik di setiap pemilu, bahkan menjadi tumpuan, berarti mereka nggak nyambung dengan masyarakat yang mereka wakili. Ngapain saja partai selama ini?," ucapnya.

Partai harus menjaga kepercayaan masyarakat dengan memperjuangkan aspirasi selama duduk di DPRD. Sehingga kecintaan masyarakat kepada dewan yang bersangkutan tetap terjaga.

"Masa mengucapkan cinta harus setiap hari? Kan cukup sekali kemudian berlangsung alami atau natural. Masa harus diperbaharui setiap lima tahun? Dengan pemberian ini itu? Kan nggak begitu" tandas Sadad..

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved