Politik Mahar Caleg

Pegiat Anti Korupsi: Cegah Korup, Masyarakat Pilih Caleg Berdasarkan Rekam Jejak, Bukan Nomor Urut

Pegiat anti korupsi menjelaskan adanya hubungan jual beli nomor urut pencalonan legislatif (pencalegan) dengan perilaku koruptif.

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Cak Sur
Istimewa
Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch (MCW), Ahmad Adi Susilo. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pegiat anti korupsi menjelaskan adanya hubungan jual beli nomor urut pencalonan legislatif (pencalegan) dengan perilaku koruptif.

Karenanya, pencegahan harus dilakukan berbagai pihak termasuk oleh masyarakat.

"Kami memang belum menemukan contoh riilnya di Jawa Timur. Namun, hal ini (jual beli nomor urut caleg) sangat terbuka dilakukan akibat tidak jalannya sistem kaderisasi di partai," kata Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch (MCW), Ahmad Adi Susilo.

Berdasarkan pengamatannya, partai cenderung mencari figur "jadi" dalam memilih figur calon legislatif. Hal ini ditambah kurang transparannya partai politik dalam mengelola mesin organisasi, termasuk keuangan dan Sumber Daya Manusianya.

"Tidak hanya soal pencalegan atau nomor urut saja. Namun, juga keuangan partai tersebut juga belum transparan," ujar Adi.

Adi menilai, praktik jual beli nomor urut bisa memunculkan perilaku koruptif kepada caleg maupun partai. Terutama, saat caleg tersebut terpilih duduk di kursi legislatif karena besarnya modal yang harus dikeluarkan saat pencalonan.

"Tentu demikian. Pada akhirnya, caleg yang menempati nomor teratas dengan mementingkan popularitas, tentu memiliki potensi besar terpilih. Sekalipun tanpa mementingkan kapabilitas," jelasnya.

Sekalipun demikian, Adi menegaskan, bahwa hal ini bukan berarti sistem pemilu perlu diganti ke sistem proporsional tertutup.

Menurutnya, dengan sistem proporsional terbuka membuat pemilih justru bisa selektif dalam menentukan calon terbaik.

"Kami melihat sistem kepartaian ini tidak transparan. Kalau dibuat ke sistem proporsional tertutup, maka akan membuat partai semakin superior. Sehingga, peran masyarakat atau pemilih justru semakin kecil dalam menentukan caleg terbaik," jelas Adi.

Menurutnya, ada berbagai cara yang dilakukan beberapa pihak untuk menentukan figur legislatif terbaik. Dari sisi partai, misalnya, harus melaksanakan kaderisasi dengan baik.

"Partai harus benar-benar melakukan pendidikan politik sehingga memiliki figur yang benar-benar berkapabilitas. Bukan sekadar uang banyak untuk bisa maju di Pencalegan," Adi menuturkan.

Dari sisi penyelenggara, pihaknya berharap KPU bersama Bawaslu untuk memastikan sistem pendanaan partai secara transparan dan akuntabel. Sehingga, bisa diketahui oleh masyarakat.

"Sistem keuangan partai politik selama ini tidak bisa diakses oleh publik. Termasuk, soal sumbangan dana kampanye. Ini memerlukan political will dari pemerintah untuk bersama memperbaiki sistem," ungkap Adi.

Terakhir, masyarakat dan calon pemilih bisa ikut melakukan pencegahan dengan tidak bersikap apolitis.

"Pada akhirnya, masyarakat harus memahami track record para caleg sebelum menentukan pilihan. Misalnya pengalaman caleg sebelum mendaftar. Masyarakat harus melek politik," tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved