Transformasi Eks Dolly: UMKM Sepatu, Batik, dan Tempe Bertahan Berkat Dukungan Pemkot Surabaya

Seetelah lokalisasi Dolly resmi ditutup pada Juni 2014, kini menjadi rumah bagi puluhan UMKM perlahan tumbuh.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
nuraini faiq/surya.co.id
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti saat mengunjungi salah satu tempat kegiatan di kawasan eks lokalisasi Dolly, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Sabtu (30/7/2022). 

Ringkasan Berita:
  • Eks Dolly kini berubah menjadi kawasan UMKM seperti sepatu, batik, dan tempe.
  • KUB Mampu Jaya tetap bertahan berkat fasilitas gratis dari Pemkot.
  • Sutrisno beralih dari pengusaha batik menjadi pelatih dengan pendapatan stabil.
  • UMKM mengeluhkan minimnya pendampingan, sementara Pemkot berupaya memperkuat pemasaran digital dan wisata edukasi.

 

SURYA.CO.ID - Sebelas tahun setelah lokalisasi Dolly resmi ditutup pada Juni 2014, kawasan yang dulu dikenal sebagai pusat prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu berubah.

Gang-gang yang dulu identik dengan gemerlap malam, kini menjadi rumah bagi puluhan UMKM yang perlahan bertahan dan tumbuh.

Dari industri sepatu hingga batik dan tempe, warga Putat Jaya menunjukkan upaya untuk membangun kehidupan baru.

Baca juga: Kisah Warga Eks Dolly 1 Dekade Bangkit Berkat Membatik Bersama Rumah Kreatif Batik Surabaya

KUB Mampu Jaya: Produksi Sepatu yang Tetap Bertahan

Salah satu titik perubahan paling terasa adalah rumah produksi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya, yang menempati bekas Wisma Barbara, pusat eks kawasan Dolly.

Kelompok UMKM ini memproduksi sepatu, sandal pesanan pabrik, hingga sliper hotel yang dianggap paling stabil permintaannya.

Ketua KUB Mampu Jaya, Atik Triningsih, mengatakan dukungan pemerintah masih sangat berarti bagi keberlangsungan usaha mereka.

Sejak tahun pertama pascapenutupan Dolly, Pemkot Surabaya memberi mereka ruang usaha tanpa biaya sewa.

“Tempat ini milik Pemkot. Kami diberi izin menempati, dan listrik serta air juga ditanggung pemerintah. Itu dukungan yang masih terus kami terima sampai sekarang,” Atik, Kamis (20/11/25)

Fasilitas gratis itu menjadi penopang penting bagi 16 anggota yang masih bertahan dari awal 30 orang.

Produksi dilakukan secara borongan, mengikuti jumlah pesanan.

Atik juga mengenang masa pemerintahan Wali Kota Tri Rismaharini, ketika mereka rutin diikutkan jdalam pameran UMKM.

Kesempatan itu kini jauh berkurang. Meski demikian, ia menegaskan pemerintahan Wali Kota Eri Cahyadi tetap memberi dukungan berupa penggunaan gedung.

“Kami tetap dibolehkan menempati tempat ini. Itu juga bantuan. Hanya saja pameran memang sudah jarang,” ujarnya.

Atik berharap pemerintah kembali memperkuat pendampingan, kunjungan, dan pelatihan agar UMKM yang dulunya dirintis tidak meredup.

Sutrisno: Dari Pengusaha Batik Menjadi Pelatih

Sumber: Surya
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved