Cek Kesehatan Kemenkes 2025 : Kisah Dewi Perawat Lulusan Unair Menjaga Nyawa di Ujung Maluku
Dewi Rahmawati telah menyandang gelar Magister Keperawatan dari Universitas Airlangga Surabaya Jawa Timur.
Penulis: Farid Mukarrom | Editor: Titis Jati Permata
“Kami ini ujung tombak. Kalau ujung tombaknya lelah atau hilang motivasi, program tidak akan berjalan,” ucapnya lirih.
Di tengah rimba dan ombak, Dewi terus berjalan. Ia mungkin tidak dikenal media nasional.
Namanya tidak muncul di podium penghargaan. Namun bagi masyarakat Wamsisi, ia adalah cahaya kecil yang tidak pernah padam.
Dan bagi negara, perjuangan Dewi mengingatkan satu hal penting bahwa keberhasilan Program Cek Kesehatan Kemenkes 2025 tidak hanya terukur dalam angka dan laporan, tetapi dalam senyum warga yang merasa sehat, aman, dan diperhatikan bahkan di tempat paling terpencil di Nusantara.
Cek Kesehatan Kemenkes 2025 : Harapan Baru di Tengah Keterpencilan
Saat ini Kementerian Kesehatan meluncurkan Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) 2025 pada 10 Februari 2025.
Dewi merasa seperti mendapatkan angin segar.
Program yang didanai dengan Rp 3,4 triliun dari APBN ini menjadi peluang besar untuk memperbaiki kualitas hidup warga daerah 3T.
Tiga skema besar yang dijalankan adalah pertama, cek kesehatan gratis saat ulang tahun. Yakni pemeriksaan pada hari ulang tahun warga, untuk usia 0–6 tahun dan 18 tahun ke atas.
Kemudian ada skema cek kesehatan gratis via sekolah. Program ini dimulai sejak Agustus 2025, menyasar 53 juta siswa di 280 ribu sekolah.
Ketiga, ada cek kesehatan gratis khusus ibu hamil, balita, dan masyarakat terpencil melalui Puskesmas, Posyandu, dan layanan keliling.
Hingga pertengahan tahun, lebih dari 8 juta warga telah merasakan manfaatnya.
Bahkan, aturan turunan terbaru sejak 1 Maret 2025 membuat program semakin inklusif: warga tidak harus menunggu ulang tahun.
Mereka bisa datang kapan saja ke fasilitas kesehatan terdekat ataupun mendaftar lewat SATUSEHAT Mobile dan WhatsApp.
Gaya Hidup Modern Kian Berisiko
Perubahan gaya hidup masyarakat modern terus menjadi ancaman kesehatan yang serius. Pola makan serba cepat, aktivitas fisik yang minim, hingga kebiasaan duduk berjam-jam tanpa jeda kini menjadi bagian dari keseharian, terutama di perkotaan.
Di tengah kondisi ini, program Cek Kesehatan Gratis dari Kementerian Kesehatan hadir sebagai upaya penting untuk mendorong deteksi dini dan mencegah penyakit kronis berkembang tanpa disadari.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Jawa Timur, Dr. Sri Widati, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa perubahan gaya hidup telah menggeser pola penyakit di Indonesia.
Penyakit kronis seperti diabetes, TBC, hingga HIV/AIDS kini tidak lagi hanya menyerang kelompok usia lanjut, tetapi juga semakin banyak ditemukan pada anak muda di bawah usia 30 tahun.
“Ini alarm yang tidak bisa diabaikan,” ujarnya.
Menurut Dr. Widati, pola makan adalah faktor pemicu terbesar. Makanan cepat saji, minuman tinggi gula, serta konsumsi karbohidrat berlebih menjadi kebiasaan yang sulit dilepaskan.
“Banyak orang memilih makanan online karena praktis, tapi mereka tidak memperhatikan nilai gizinya,” jelasnya.
Ditambah lagi, gaya hidup serba duduk membuat tubuh kehilangan kesempatan untuk bergerak, sehingga risiko penyakit metabolik meningkat drastis.
Dia mencontohkan, jika dulu diabetes tipe 2 didominasi penderita usia 50 tahun ke atas, kini pasien berusia 25–30 tahun semakin sering ditemukan.
Dalam situasi seperti ini, cek kesehatan gratis menjadi pintu masuk paling efektif untuk mencegah penyakit sejak tahap awal.
Pemeriksaan sederhana seperti cek gula darah, tensi, kolesterol, hingga konseling gizi dapat mengungkap potensi masalah sebelum terlambat.
Dr. Widati juga menyoroti keberadaan program Prolanis dari BPJS Kesehatan sebagai salah satu bentuk pencegahan dini yang sudah berjalan.
Program Pengelolaan Penyakit Kronis ini memberikan edukasi, pendampingan medis, pemeriksaan berkala, aktivitas fisik terstruktur, hingga kunjungan rumah bagi peserta
Menurutnya, Prolanis bukan hanya program pengobatan, tetapi fondasi untuk membangun budaya hidup sehat yang berkelanjutan.
Tantangan besar lainnya adalah menjangkau kelompok usia produktif terutama generasi sandwich yang harus memenuhi kebutuhan orang tua dan anak sekaligus.
Kelompok ini cenderung mengorbankan kesehatan diri sendiri karena beban finansial dan waktu.
Widati menekankan perlunya pendekatan lintas generasi: posyandu lansia, pengajian, dan pertemuan komunitas efektif untuk kelompok usia tua, sementara media sosial, konten video pendek, dan kampanye digital lebih ampuh menyasar anak muda.
Meski tantangannya tidak ringan, Widati tetap optimistis. Menurutnya, perubahan gaya hidup bisa terjadi jika edukasi dilakukan secara konsisten dan komunitas diberi peran penting.
“Kesehatan bukan sekadar tidak sakit. Kesehatan adalah bagaimana kita menjaga tubuh agar tetap produktif, aktif, dan hidup dengan kualitas yang baik,” pungkasnya.
BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS
SURYA.co.id
Multiangle
Meaningful
Maluku
Universitas Airlangga
Magister Keperawatan
Dewi Rahmawati
Kabupaten Buru Selatan
pemeriksaan kesehatan
Cek Kesehatan Kemenkes 2025
Surabaya
Kementerian Kesehatan
| 14 Poin Utama KUHAP Baru Disahkan DPR RI, Termasuk Hak Tersangka hingga Kontrol Aparat |
|
|---|
| KAI Daop 8 Surabaya Temukan 1.839 Barang Pelanggan Lewat Layanan Lost and Found Senilai Rp 1,26 M |
|
|---|
| Eri Cahyadi dan Emil Dardak Kawal Sengketa Tanah Eigendom Warga Surabaya di DPR RI |
|
|---|
| Mitigasi Hidrometeorologi di Desa Bendoroto Trenggalek, Tanam 25.000 Rumput Vetiver |
|
|---|
| Jelang Laga Persebaya vs Arema FC, Arief Catur Termotivasi Usai Cetak Gol Perdana |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/SOSIALISASI-Wa-Ode-Dewi-Hidayati-di-Waesama-Kabupaten-Buru-Selatan-Provinsi-Maluku.jpg)