SURYA Kampus

Kisah Inspiratif Roihan: Dari Serabutan hingga Jadi Mahasiswa Unesa, Gurunya Patungan Biayai SPP

Roihan, pekerja serabutan, lolos golden ticket Unesa. Perjuangannya penuh inspirasi, guru-gurunya patungan untuk biayai SPP.

Dok Pribadi/ Kompas.com
GOLDEN TICKET UNESA - Roihan Miftah Hilmiy yang lolos masuk Unesa melalui Golden Ticket. 

“Penting banget, kasian masih banyak orang yang tidak dapat pendidikan. Ayah dan ibuku hanya lulusan SMP, aku termotivasi harus lebih,” katanya penuh semangat.

Ia pun berharap kisahnya bisa menjadi motivasi bagi orang-orang di sekitarnya untuk terus berjuang mengutamakan pendidikan.

“Kita enggak berpendidikan itu kayak orang aneh. Banyak teman saya tidak bisa membaca. Ada yang tidak kuliah, masih SMP ikut bapaknya kerja,” jelas Roihan.

Harapan terbesarnya sederhana, yakni membahagiakan keluarga. Ia ingin suatu hari nanti orang tuanya bisa melihatnya mengenakan toga saat meraih gelar sarjana.

“Orangtuaku bangga punya anak kayak aku, aku harus lebih bangga punya bapak dan ibu seperti mereka. Sebisa mungkin saya akan membuat mereka bahagia, dan untuk adik saya masih SD,” pungkasnya.

Kisah Roihan Miftah Hilmiy mengingatkan kita bahwa pendidikan di negeri ini masih sering terasa seperti “lomba panjang” yang tidak hanya mengandalkan kemampuan akademik, tetapi juga daya tahan menghadapi keterbatasan ekonomi.

Golden ticket yang ia raih seolah menjadi pintu emas menuju masa depan, namun di balik pintu itu masih ada palang besi bernama biaya kuliah.

Di sinilah ironi pendidikan kita terlihat jelas. Jalur prestasi yang semestinya membuka akses tanpa hambatan, ternyata tetap menuntut biaya yang tidak kecil.

Untunglah, dalam cerita Roihan, ada guru-guru yang tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga mengulurkan tangan di luar jam pelajaran.

Solidaritas mereka menunjukkan bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya soal transfer ilmu, melainkan juga soal kepedulian sosial.

Yang menarik, perjuangan Roihan bukan sekadar untuk dirinya sendiri. Dari caranya bercerita, kita bisa melihat bahwa ia menanggung mimpi orangtuanya yang sederhana, tekad untuk membuktikan bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari keterbatasan, sekaligus semangat untuk mematahkan rantai keterbatasan pendidikan di keluarganya.

Ada kebanggaan yang ingin ia hadiahkan kepada ibu dan mendiang ayahnya, sebuah kebanggaan yang lahir bukan dari harta, melainkan dari toga.

Bagi saya, kisah ini adalah tamparan sekaligus pengingat. Tamparan karena masih banyak Roihan lain yang gagal meraih pendidikan tinggi hanya karena terkendala biaya.

Pengingat karena di balik segala kesulitan, selalu ada ruang untuk harapan jika ada kepedulian bersama.

Roihan berhasil membuktikan pepatah tadi: rezeki yang sudah tertakar, tidak akan tertukar.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved