Jombang Jadi Rumah Awal Kelahiran Ludruk: Jejak Lerok dan Besutan yang Mulai Redup dari Ingatan

Jombang, Jatim, menjadi tempat kelahiran Ludruk melalui tradisi Lerok dan Besutan yang tumbuh sejak awal abad ke-20.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Anggit Puji Widodo
BUDAYAWAN - Budayawan Kabupaten Jombang, Nasrul Illah atau Cak Nas saat ditemui di kediamannya di Desa Plandi, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (19/11/2025). Di tengah riuh peradaban budaya Jawa Timur, Kabupaten Jombang memang jarang mendapat sorotan sebagai 'rumah pertama' bagi kelahiran Ludruk, sebuah seni pertunjukan rakyat yang telah mewarnai identitas masyarakat Jawa Timur selama lebih dari satu abad. 

Ringkasan Berita:
  • Jombang, Jatim, menjadi akar lahirnya Ludruk lewat kesenian Lerok dan Besutan sejak 1907.
  • Pak Santik dari Plandi jadi tokoh awal yang mengembangkan seni Lerok.
  • Besutan berkembang sebagai kritik sosial dan melahirkan Ludruk modern.

 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Di tengah dominasi budaya Jawa Timur (Jatim), Jombang nyaris luput dari perhatian sebagai tempat kelahiran seni pertunjukan Ludruk

Padahal, dari kabupaten inilah akar kesenian Lerok dan Besutan tumbuh kuat pada awal abad ke-20, sebelum melahirkan Ludruk modern.

Jombang, Rumah Pertama Seni Ludruk yang Terlupakan

Pemerhati budaya Jombang, Nasrul Illah, menegaskan bahwa sejarah Ludruk tidak lahir di kota besar, melainkan berakar dari Desa Plandi, Kecamatan Jombang

Hal ini, diperkuat hasil Musyawarah Ludruk se-Jawa Timur tahun 1968 di Surabaya.

"Jombang memberi kelahiran dan karakter, Surabaya memberi panggung dan perkembangan," ucap pria yang akrab disapa Cak Nas saat ditemui di kediamannya, di Desa Plandi, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Rabu (19/11/2025).

Dari Sosok Petani Kreatif Lahir Tradisi Baru

Sekitar tahun 1907, seorang petani bernama Pak Santik memulai langkah kecil yang kelak menjadi langkah besar dalam sejarah kesenian Jawa Timur. 

Ia bukan seniman besar, bukan pula keturunan dalang atau abdi keraton, melainkan warga biasa yang punya sensitivitas terhadap humor, kritik sosial dan hiburan rakyat.

Dengan bermodal tubuh lentur, suara unik dan keberanian tampil, ia menjelajah kampung sebagai pengamen.

Riasan wajahnya yang dilorak-lorek seperti goresan acak arang dan bedak, membuat warga menamainya Amen Lerok.

Dari sinilah benih pertunjukan Lerok bertunas, sebuah kesenian keliling yang ringan, spontan dan dekat dengan denyut hidup masyarakat kecil.

Lerok Bercerita

Perjalanan Pak Santik tidak berlangsung sendirian. Dalam beberapa tahun, ia bergabung dengan Pak Amir dan Pak Bolawi dari Plandi, serta Pak Culike dari Pandanwangi. 

Kehadiran mereka mengubah Lerok dari pertunjukan improvisasi, menjadi tontonan yang lebih lengkap dengan iringan musik yang mulai beragam serta peran-peran yang mulai dibagi.

Salah satu tokoh yang menjadi ikon kala itu adalah Pak Pono, pemeran wedokan yang tampil dengan pupur putih tebal.

Karakter perempuan dalam Lerok bukan sekadar hiburan, tetapi kritik sosial yang kental, karena memakai laki-laki sebagai pemeran perempuan mengandung unsur simbolis dan jenaka.

Sumber: Surya
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved