Jombang Jadi Rumah Awal Kelahiran Ludruk: Jejak Lerok dan Besutan yang Mulai Redup dari Ingatan

Jombang, Jatim, menjadi tempat kelahiran Ludruk melalui tradisi Lerok dan Besutan yang tumbuh sejak awal abad ke-20.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Anggit Puji Widodo
BUDAYAWAN - Budayawan Kabupaten Jombang, Nasrul Illah atau Cak Nas saat ditemui di kediamannya di Desa Plandi, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (19/11/2025). Di tengah riuh peradaban budaya Jawa Timur, Kabupaten Jombang memang jarang mendapat sorotan sebagai 'rumah pertama' bagi kelahiran Ludruk, sebuah seni pertunjukan rakyat yang telah mewarnai identitas masyarakat Jawa Timur selama lebih dari satu abad. 

Kostum pun tidak sembarangan, Besut mengenakan kain putih dan tali lawe sebagai lambang kesucian, serta ikat kepala merah sebagai simbol keberanian.

Dari Plandi Menyebar ke Berbagai Penjuru

Kekuatan Besutan terletak pada kedekatannya dengan kehidupan rakyat. Tak perlu gedung, panggung beton atau tata cahaya mewah.

Pertunjukan bisa digelar di halaman rumah, di tengah sawah atau lapangan kecil di ujung desa.

Dari tangan-tangan seniman desa, Besutan menjalar ke berbagai penjuru Jombang.

"Nama-nama seperti Sunari dari Gongseng Megaluh, Laeman, Pak Tari dari Losari Ploso hingga Carik Raji dari Kedung Losari menjadi pelaku penting penyebaran kesenian ini," jelas Cak Nas

Setiap kelompok membawa gaya masing-masing, tetapi tetap menghidupkan ruh kritik sosial yang menjadi ciri khasnya.

Di sinilah masyarakat Jombang menemukan ruang refleksi, bahwa seni dapat menjadi jembatan antara hiburan, kritik dan kesadaran kolektif.

Lahirnya Ludruk Modern

Memasuki paruh awal abad ke-20, pengaruh Besutan dan Lerok semakin kuat.

Ketika Ludruk mulai tumbuh sebagai sebuah format teater yang lebih modern, akar-akar dari kedua kesenian itu sangat terasa. 

Mulai dari kritik sosial yang tajam, penggunaan bahasa sehari-hari, karakter laki-laki memerankan perempuan, musik pengiring yang khas,dan humor yang berpadu dengan pesan moral.

Tokoh seperti Cak Durasim kemudian membawa Ludruk ke Surabaya dan memperluas pengaruhnya.

Di kota besar itulah Ludruk berkembang sebagai alat perjuangan, bahkan menjadi suara perlawanan terhadap kolonial melalui tembang dan dialog yang berani.

"Meski panggungnya berpindah, akarnya tetap tertanam di Jombang," tegas Cak Nas

Warisan yang Terus Hidup

Kini, ketika kesenian tradisi kerap terseok menghadapi arus modernisasi, jejak Lerok, Besutan dan Ludruk menjadi pengingat bahwa seni rakyat tidak lahir dari istana atau akademi, melainkan dari dinamika kehidupan masyarakat biasa. Dari kegelisahan, humor, kritik sosial dan kreativitas spontan.

Bagi masyarakat Jombang, warisan itu adalah kebanggaan tersendiri. Kabupaten yang kerap dikenal lewat pesantrennya ini, ternyata juga memegang peranan besar dalam sejarah teater rakyat Jawa Timur.

"Jombang bukan hanya pusat pendidikan agama. Tetapi juga tempat lahirnya tradisi yang membentuk identitas budaya Jawa Timur," pungkas Cak Nas

Dan dari panggung bambu sederhana di desa-desa itulah, Ludruk mulai menyalakan cahaya cahaya yang hingga kini tetap menjadi bagian dari denyut budaya masyarakat Jawa Timur.

Sumber: Surya
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved