Ia menduga ada kekuatan lain yang bermain di balik layar, kekuatan yang memiliki motif dan akses cukup besar untuk memengaruhi proses hukum.
Ketika ditanya siapa aktor yang paling mungkin di balik rekayasa ini, Feri menolak menyebut nama.
Sebagai pengamat hukum, ia memilih menjawab dengan kiasan.
"Mungkin yang pakai nomor punggung tujuh, David Beckham atau Eric Cantona," katanya, mencoba meredakan ketegangan dengan humor.
Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa abolisi lebih sering digunakan sebagai alat rekonsiliasi terhadap lawan politik, terutama untuk menghentikan proses hukum yang dianggap tidak produktif.
"Tapi dalam kasus Tom Lembong, yang justru sedang memperjuangkan keadilan lewat banding, mengapa harus ada abolisi?" tanyanya retoris.
Feri juga menyinggung putusan tingkat pertama di pengadilan negeri yang dinilai publik sarat kejanggalan.
"Kalau dua orang ini kebetulan berseberangan dengan penguasa waktu itu, publik pantas curiga bahwa ada skenario yang lebih besar tengah berjalan," tutupnya.
Baca juga: Perbandingan Kekayaan 3 Hakim Penghukum Tom Lembong yang Dilaporkan ke MA dan KY, Siapa Terkaya?
Kinerja KPK dan Kejaksaan Disindir Pakar
Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto berdampak pada sejumlah pihak.
Yakni KPK dan Kejaksaan. Mereka mendapat sindiran nyelekit dari pakar hukum UI, Chudry Sitompul.
Chudry menyatakan dukungannya terhadap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong.
Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan bentuk koreksi atas proses hukum yang sarat muatan politik.
Hasto, yang menjabat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, sebelumnya dijatuhi hukuman penjara selama 3,5 tahun dalam perkara suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Sementara itu, Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan, divonis 4,5 tahun atas kasus korupsi dalam impor gula.