Kapal Tenggelam di Selat Bali

3 Kisah Pilu Korban Tewas Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, Ada Pengantin 12 Hari dan Ibu Anak

Ini kisah memilukan korban tewas saat KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam di Selat Bali. Ada yang pengantin 12 hari.

Editor: Musahadah
Kolase tribun bali/TVOne
DUKA - Foto kiri: Febriani, pengantin baru meratapi kepergian istrinya yang menjadi korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya. Foto kanan: seorang bapak membopong jasad anaknya yang tewas dalam kecelakaan itu. 

Tanpa pikir panjang, Imam langsung berangkat menuju Gilimanuk pukul 04.00 WITA untuk mencari kabar istri dan anaknya.

"Saya terus berdoa sambil cari data keberadaan istri dan anak, namun sampai saat ini belum ada informasi. Saya berharap anak dan istri saya segera ditemukan dan dalam kondisi selamat," ucapnya.

Namun, harapan Imam kandas setelah mendengar kabar istri dan anaknya ditemukan meninggal dunia. 

2. Pengantin baru tewas

Belum genap dua pekan membina rumah tangga, Febriari (27) harus merelakan kepergian sang istri tercinta bernama Cahyani, yang menjadi korban tragedi tenggelamnya kapal KMP Tunu Pratama Jaya pada Rabu (2/7/2025).

Tangis dan penyesalan menyelimuti Febriani yang tak menyangka perjalanan singkat menyeberang selat Bali, berujung perpisahan abadi.

"Kejadiannya begitu cepat. Tidak ada yang mengira kapal KMP Tunu Pratama Jaya akan tenggelam," ucapnya ditemui di Posko ASDP Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Kamis (3/7/2025).

 Febriani dan Cahyani (30) sama-sama merantau ke Denpasar, Bali untuk bekerja.

Keduanya memutuskan pulang kampung di Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi untuk menikah pada tanggal 20 Juni 2025 lalu. 

12 hari menikah, Febriani memutuskan kembali merantau ke Denpasar untuk bekerja.

Jejak sang suami pun diikuti oleh istrinya, hingga keduanya memesan travel untuk mengantar perjalanan. 

"Kami berangkat pukul 22.00 Wita, sampai Pelabuhan Ketapang sekitar pukul 22.30 Wita, dan langsung naik kapal," ujarnya.

Sebagai orang yang kerap melakoni perjalanan Bali-Jawa, Febriani merasa olengnya kapal yang ia rasakan saat itu adalah hal biasa.

Menurutnya itu karena pengaruh gelombang air laut. 

Namun lama kelamaan, hal yang dianggap biasa menjadi perasaan cemas.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved