Kapolres Ngada Ditangkap
Alasan Kapolres Ngada Harus Dipecat dan Dihukum Setimpal Usai Cabuli 3 Anak, DPR: Tak Bisa Dimaafkan
Terungkapnya kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, membuat geram.
SURYA.CO.ID - Terungkapnya kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, membuat sejumlah pihak geram.
Komisi III DPR RI mendesak agar Polri segera memberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) atau memecat AKBP Fajar dari kepolisian.
Rudianto Lallo, anggota Komisi III DPR RI menyebut perbuatan AKBP Fajar sudah tidak bisa dimaafkan.
"Pornografi ini disebar ke australia, ini lebih mencoreng citra Polri di dunia internasional, sehingga perilaku seperti ini tidak ada kata maaf, dan harus ditegakkan hukum," kata Rudianto dikutip dari tayangan Kompas TV pada Rabu (12/3/2025).
Menurut Rudianto, kapolri harus segera memberhentikan AKBP Fajar dari status anggota Poleri dan dimintai pertanggungjawaban pidana.
Baca juga: Nasib 3 Anak Korban Pencabulan Kapolres Ngada Terungkap, Data Dinas P3A Beda yang Dibeber Polisi
"Hukuman harus setimpal dengan perbuatannya," tegasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak Propam Polri, agar segera memecat dan memidanakan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
“Saya mendesak Propam Mabes Polri segera pidanakan yang bersangkutan. Pecat, jerat pasal berlapis, serta jatuhi pelaku dengan hukuman pidana maksimal."
"Karena semua kejahatan diborong oleh dia. Ada pelecehan, kekerasan seksual terhadap anak, TPPO, ITE, dan lain-lain. Jadi dia harus dipidanakan secara maksimal," kata Sahroni kepada wartawan Rabu (12/3/2025).
Sahroni meminta agar penanganan kasus ini bisa berjalan cepat dan transparan. Dia menyebut persepsi masyarakat bergantung pada cara penanganan Polri.
“Jutaan masyarakat sudah marah melihat perbuatannya, jadi jangan ada yang coba-coba lindungi pelaku. Harus berani tindak secara tegas dan transparan. Biarkan dia mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya di dunia dan di akhirat,” ucap Sahroni.
Sahroni mewanti-wanti para jajaran kepolisian, terutama para perwira, untuk selalu menjaga marwah institusi Polri.
“Gimana jajaran bisa tertib kalau selevel Kapolresnya berkelakuan begini. Jadi tolong, khususnya kepada para perwira, jaga sikap dan marwah institusi. Kalian dididik bukan untuk hal seperti ini,” pungkas Sahroni.
Terpisah, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika Ata, SH, MHum, menyarankan hukuman kebiri untuk Kapolres Ngada nonaktif , AKBP Fajar Widyadharma Lukman
LPA NTT menyebut, kelakuan perwira menengah (Pamen) Polri itu telah melanggar undang-undang perlindungan anak.
"Hukuman yang pantas adalah hukuman Kebiri. Sesuai UU no. 17 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 23/2022 tentang Perlindungan anak yang mengatur khusus tentang pemberatan hukuman yakni melalui kebiri," kata Ketua LPA NTT, Veronika Ata, Selasa (11/3).
Veronika Ata menjelaskan, perbuatan Kapolres Ngada nonaktif itu merupakan kejahatan seksual terhadap anak.
Apalagi diunggah pada situs porno di luar negeri merupakan perbuatan yang tidak mendidik dan perbuatan amoral bahkan bejat.
Veronika Ata, sangat menyesali perbuatan aparat kepolisian itu. Sebab, AKBP Fajar Lukman telah melanggar Perlindungan Anak, UU TPKS dan UU Narkoba. Hukuman pemecatan harus diterapkan.
Undang-undang perlindungan anak, kata Vero, perlu disampaikan hingga ke level pimpinan Polri. Dengan begitu maka semua memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya perlindungan anak dan perempuan.
"Bukan bertindak sewenang-wenang," kata dia.
LPA NTT mendorong agar Polri melakukan penyidikan lebih lanjut. Instansi kepolisian harus lebih aktif mengadvokasi masalah ini sebagaimana hukum pidana.
Veronika Ata menyebut kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan delik biasa, yang berarti dapat diproses tanpa menunggu laporan korban atau keluarganya.
"Kekerasan seksual bukan delik aduan. Karena itu pihak Kepolisian harus proaktif," kata Veronika Ata.
Sisi lain, LPA NTT juga meminta DP3A setempat agar memberikan perlindungan dan pendampingan bagi korban.
Jika dimungkinkan, LPSK bisa ikut membantu mengawal korban, sebab, berpotensi terjadi intimidasi bagi korban.
"DP3A harus mengajukan surat permohonan untuk perlindungan korban," kata Veronika Ata.
Secara khusus, LPA NTT meminta Kapolda dan Kapolri menindak tegas pelaku. Pimpinan Polri juga harus mengingatkan anggotanya agar tidak berbuat hal serupa ataupun kejahatan lainnya.
"Menegakkan disiplin dan penegakan hukum sekalipun pelakunya anggota Polisi dan juga perlu disidik lebih jauh dan mengungkapkan kemungkinan terdapat korban lebih dari 3 orang anak," kata Veronika Ata.
Kejahatan Luar Biasa
Dosen Hukum Universitas Nusa Nipa Maumere, Robertus Dicky Armando menilai, kasus pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman merupakan kejahatan luar biasa dan serius.
“Ini termasuk extraordinary crime atau kejahatan luar biasa dan the most serious crimes atau kejahatan yang paling serius,” ujar Dicky saat dihubungi, Rabu (12/3/2025).
Menurutnya, proses penanganan dan pemberian sanksi harus luar biasa karena termasuk dalam dua kategori kejahatan ini.
Oleh sebab itu, kata Dicky, dalam konteks kasus ini bisa menggunakan dua Undang-Undang (UU) yang bersifat lex specialis atau khusus, yaitu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
“Kalau saya baca di media Kapolres Ngada ini bisa dikenakan UU TPKS pelecehan seksual secara fisik, dan pelecehan berbasis elektronik,” kata dia.
“Elektroniknya apa karena dia menyebarkan video pelecehan seksual itu untuk kepentingan dia. Proses dia menyebarkan atau media yang digunakan itu menggunakan UU ITE,” jelasnya.
Dicky menambahkan, pada kasus ini juga tidak ada alasan pemaaf atau penghapusan pidana.
Misalnya, jelas dia, AKB Fajar mengaku melakukan tindakan tersebut karena lalai atau menggunakan narkoba.
“Itu tetap tidak bisa dibenarkan atau penghapusan pidana. Karena itu dia peristiwa pidana yang berbeda, yakni pelecehan seksual dan narkotika,” pungkasnya.
Terpisah, Pengamat Hukum Universitas Widya Mandira Kupang, Mikhael Feka mengatakan, peristiwa ini bukan semata-mata kejahatan individual, melainkan cerminan adanya kegagalan sistemik dalam mekanisme rekrutmen, pengawasan, dan pembinaan anggota kepolisian.
Dia memerinci letak kesalahan sistemik dalam tubuh kepolisian, yakni kegagalan pengawasan internal (internal control failure).
Fungsi pengawasan melalui Propam dan Inspektorat Jenderal belum efektif mencegah penyimpangan perilaku aparat, terlebih yang menduduki posisi strategis.
Hal ini, kata dia, menunjukkan lemahnya sistem Early Warning System (EWS) dan minimnya pelibatan masyarakat dalam kontrol eksternal.
Kemudian, budaya organisasi yang permisif dalam perspektif teori "Broken Window," dibiarkannya pelanggaran kecil dalam tubuh institusi akan membuka peluang terhadap penyimpangan besar.
"Ketidaktegasan terhadap perilaku menyimpang berkontribusi pada degradasi moral institusional," ujar Mikhael.
Diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang Imelda Manafe, menyebutkan, AKBP Fajar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak.
Ia mencatat, tiga korban itu masing-masing berumur 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun.
“Ada salah satu korban yang sedang kami dampingi,” kata Imelda kepada Kompas.com, melalui sambungan telepon, Senin (10/3/2025).
Korban yang sedang didampingi oleh pihaknya berusia 12 tahun.
Sedangkan korban yang berusia 14 tahun belum bisa ditemui.
Sementara korban berusia 3 tahun didampingi kedua orangtuanya.
Tiga korban itu diserahkan oleh Mabes Polri kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang untuk didampingi.
AKBP Fajar mencabuli anak itu di hotel di Kupang. Dia memesan anak yang akan dicabulinya ke perantara dengan imbalan uang Rp 3 juta.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kejahatan Luar Biasa Kapolres Ngada"
Kapolres Ngada
AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja
Kapolres Ngada asusila
Komisi III DPR
Polda NTT
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
| Teganya Eks Kapolres Ngada Cabuli Bocah 5 Tahun Sambil Rekam Aksinya, Begini Saat Korban Menangis |
|
|---|
| Penyamaran Eks Kapolres Ngada Untuk Dapat Korban Anak-anak yang Dicabuli Terkuak, Muncikari Bersuara |
|
|---|
| Nasib Mahasiswi Penyedia Bocah 6 Tahun yang Dicabuli Eks Kapolres Ngada Kini Ditangkap, Ini Sosoknya |
|
|---|
| Kemarahan Orangtua Bocah 6 Tahun yang Dicabuli Eks Kapolres Ngada: Hukum Seumur Hidup atau Mati! |
|
|---|
| Kelakuan Muncikari F yang Bawa Anak 6 Tahun untuk Dicabuli Eks Kapolres Ngada, Diduga Ikut Layani |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Kapolres-Ngada-cabuli-3-bocah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.