Pembunuhan Vina Cirebon
Pantesan Anak Buah Iptu Rudian Masih Bebas Meski Pukul Terpidana Kasus Vina, Cuma Disanksi Ini
Salah satu anak buah iptu Rudiana di Polres Cirebon ternyata terbukti melakukan pemukulan saat menangkap tersangka Kasus Vina Cirebon.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Salah satu anak buah iptu Rudiana di Polres Cirebon ternyata terbukti melakukan pemukulan saat menangkap tersangka Kasus Vina Cirebon.
Meski demikian, anak buah Iptu Rudiana itu ternyata masih bebas berkeliaran.
Ternyata, baru terungkap hukuman yang didapatnya dari Bid Propam Polda Jabar cuma sanksi tertulis.
Hal ini diungkapkan Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing baru-baru ini.
Uli mengakui pihaknya menerima pengaduan dari keluarga terpidana kasus Vina pada 2016 silam, serta pengaduan dari keluarga Vina dan Saka Tatal berikut kuasa hukumnya pada akhir Mei 2024.
Baca juga: Komnas HAM Pastikan Ada 3 Pelanggaran HAM di Kasus Vina Cirebon, Anak Buah Iptu Rudiana Disanksi Ini
Pengaduan pertama pada September tahun 2016 terkait dugaan terbatasnya bantuan hukum kepada para tersangka.
Pada Februari 2017 Komnas lalu mengirimkan surat ke bid Propam Polda Jabar terkait laporan tersebut.
"Kami sudah sudah konfirmasi ke bid propam Polda Jabar dan unit propam di Polresta Cirebon Kota," katanya.
Komnas HAM juga melakukan pemantauan pada 2017 sampai awal Agustus.
Hasilnya, adanya dugaan penyiksaan Ketika proses penangkapan, dan penyelidikan serta menjalani penahanan di Polres Cirebon pada akhir Agustus sampai awal September.
Terkait hal ini, Bid Propam Polda Jabar menggelar sidang kode etik terhadap tiga orang, yakni anggota unit narkoba anak buah Iptu Rudiana yang menangkap tersangka, lalu penyidik dan petugas tahanan.
"Berdasarkan keputusan sidang etik bid propam, ada pemukulan saat penangkapan. Salah satu anggota unit narkoba (anak buah Iptu Rudiana) sudah diputus kode etik pada April 2017," sebut Parulian.
Sementara penyidik disanksi bersalah karena ada pelanggaran prosedur para tersangka tidak didampingi advokat pada proses awal penyidikan di Polres Cirebon.
Baca juga: Daftar Kejanggalan Kasus Vina yang Dibongkar Ahli Pidana hingga Buat Elza Syarief Tuding Tak Netral
Sementara petugas tahanan diduga melakukan kekerasan.
Lalu apa sanksi bagi mereka?
Ternyata menurut Parulian, sanksi buat mereka hanya teguran tertulis.
"Kami belum dapatkan salinan putusan resmi, baru amar putusannya," aku Parulian.
Pada akhir Mei 2024, Komnas HAM kembali mendapat pengaduan dari keluarga Vina, Saka Tatal dan kuasa hukumnya.
"Kami melakukan tinjauan lapanagn ke Cirebon, dan permintaan keterangan para terpidana. Kami ke lokasi penahanan mereka. Di Rutan Kebonwaru dan Lapas Banceuy," terangnya.
Komnas HAM memastikan ada 3 pelanggaran HAM di kasus Vina Cirebon ini, yakni pelanggaran hak atas bantuan hukum, hak atas bebas penyiksaan dan perlakuan kejam dan tidak manusia, serta pelanggaran prosedur proses penangkapan yang sewenang-wenang dan penahanan.
Diakui Parulian, nama-nama yang diduga melakukan pelanggaran itu adalah nama-nama yang selama ini beredar di media.
Atas temuan itu, Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi ke Kapolri lewat Irwasum pekan ini.
Selain itu, Komnas HAM juga sudah berkoordinasi dengan LPSK dan memberikan rekomendasi ke Kanwil Kumham Jawa Barat untuk proses tahanan.
"Kami memastikan agar hak-hak terpidana untuk menerima akses bantuan hukum dan akses keluarga," tegasnya.
Sebelumnya, Komnas HAM membenarkan pernah menerima laporan dari 4 orang yang mengaku menjadi korban salah tangkap dan mendapatkan penyiksaan di tahanan dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia, Anis Hidayah dalam Dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (24/5/2024).
Baca juga: Daftar Sosok yang Harus Disanksi Jika PK Terpidana Kasus Vina Dikabulkan MA, Susno Duadji: Tragedi
“Ya betul (Komnas HAM terima laporan terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky), karena sebenarnya memang kasus ini kan kasus lama ya, kasus 8 tahun lalu yang kemudian muncul atau viral kembali,” ucap Anis.
“Seperti yang disampaikan Pak Uli tadi, bahwa sebenarnya kasus ini sudah pernah dilaporkan ke Komnas HAM pada tahun 2016 silam atau September, jadi pasca-peristiwa itu. Jadi kuasa hukum dari terduga pelaku gitu ya, Hadi Saputra, Supriyanto, Eko Ramdani, dan Saka Tatal waktu itu memang melaporkan ke Komnas HAM.”
Anis menuturkan kuasa hukum keempat orang tersebut menyampaikan beberapa hal dalam laporannya ke Komnas HAM. Mulai dari soal keluarga dan kuasa hukum yang tidak diperbolehkan bertemu dengan keempat orang tersebut, ada pemaksaan untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan Vina dan Eky hingga penyiksaan dalam proses hukum.
“Jadi pertama adalah penghalangan bertemu dengan keluarga dan kuasa hukum, lalu yang kedua pemaksaan pengakuan sebagai pelaku dalam proses penyelidikan dan penyidikan dan ada dugaan penyiksaan, termasuk bentuk-bentuk penyiksaan seperti apa itu disampaikan dalam pengaduan yang disampaikan kepada kami,” kata Anis.
Kemudian pada tahun 2017, kata Anis, Komnas HAM menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh kuasa hukum 4 orang tersebut dengan melakukan konfirmasi ke Irwasda Polda Jawa Barat.
“Di awal 2017, tepatnya Januari 2017 dengan melakukan klarifikasi melalui Irwasda Polda jawa Barat ya terkait dengan peristiwa. Kami meminta beberapa informasi melalui pemeriksaan kepada para penyidik, terutama terkait dengan dugaan penyiksaan,” kata Anis.
Hal itu dilakukan Komnas HAM karena Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti-penyiksaan pada tahun 1998 dan itu telah menjadi hukum nasional. Di sisi lain, berdasarkan catatan Komnas HAM penyiksaan oleh aparat kerap terjadi dalam proses penyelidikan dan penyidikan hingga tahanan.
“Kenapa kami lakukan, karena Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti-penyiksaan pada tahun 1998 dan itu menjadi hukum nasional dan kasus kasus penyiksaan oleh aparat selama ini banyak terjadi. Berdasarkan pemantauan Komnas HAM itu dalam proses penyelidikan dan penyidikan atau dalam tahanan,” ujar Anis.
“Sehingga itu secara spesifik kami minta informasi termasuk juga bagaimana pada saat itu, terkait dengan penghalang-halangan kunjungan keluarga, sehingga kami mendorong adanya proses disiplin gitu ya dan tindak pidana bagi pelaku penyiksaan, berdasar Konvensi Anti Penyiksaan.”
Termasuk, sambung Anis, memastikan bagaimana dengan hak-hak tersangka sesuai dengan undang-undang 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tentang standar penanganan anak dalam hukum.
“Karena saat itu kan posisi mereka anak ya, sehingga tunduk pada STP itu Sistem Peradilan Pidana Anak, itu pada saat itu, itu yang dilakukan Komnas HAM,” kata Anis.
Penangkapan Saka Tatal, korban salah tangkap kasus pembunuhan Vina Cirebon, ternyata tak cuma penuh kejanggalan.
Tapi juga sarat dengan siksaan.
Baca juga: Pantesan Eko Berani Beber Kelakuan Iptu Rudiana di Kasus Vina, Gak Takut Meski Diancam Tembak
Hal itu diungkapkan Saka Tatal didampingi kuasa hukumnya saat diwawancarai Metro TV, Sabtu (18/5/2024) malam.
Awalnya Saka diminta mengkonfirmasi pernyataan kakak Vina, Mariana bahwa dirinyalah yang mengungkap rencana kekejaman 11 pelaku untuk membunuh Vina dan Eky serta menunjukkan satu pelaku yang saat itu belum ditangkap.
"Tidak benar semuanya. Saya tidak pernah bilang apa-apa. Saya malah jadi korban.
Saya dipukuli, disiksa, dijejek sampai disetrum suruh mengakui apa yang bukan saya lakukan, setiap hari," ungkap Saka.
"Siapa yang menyiksa kamu?," tanya presenter.
"Polisi," kata Saka.
Padahal saat itu kata Saka dirinya adalah anak di bawah umur yang masih 16 tahun.
Saka yang kini berusia 23 tahun divonis 8 tahun penjara, sementara 7 pelaku lainnya divonis seumur hidup.
Ia mengatakan dari vonis 8 tahun hukuman hanya menjalani kurang dari 4 tahun karena mendapatkan remisi.
"Saya bebas tahun 2020 bulan April. Saya di vonis 8 tahun, tapi menjalani hukuman 4 tahun kurang karena dapat remisi," kata Saka.
Saka juga mengaku tidak mengenal 3 pelaku yang buron.
"Permasalahannya saya juga gak tahu Pak. Saya saja jadi korban salah tangkap," kata Saka.
"Saya pada waktu malam itu, posisi ada di rumah sama paman saya," kata Saka lagi.
"Jadi Anda sendiri tidak tahu soal kejadian ini?" tanya presenter.
"Iya, tidak tahu," katanya.
Selain tidak mengenal 3 pelaku yang buron, Saka juga mengaku tidak mengenal Vina dan Eki.
Bahkan Saka mengaku tidak mengetahui soal geng motor.
Saka menceritakan bagaimana ia ditangkap polisi, tanpa tahu apa akar masalahnya.
"Prosesnya waktu itu saya baru bangun tidur, main ke rumah saudara. Saya ngisi bensin sama adiknya, nah habis itu kan saya mau ngisi bensin. Habis pulang ngisi bensin, tiba-tiba ada polisi, saya nyamperin. Habis nyamperin, saya langsung ditangkap, tanpa sebab sama sekali. Tidak dipertanyakan kasusnya apa, masalahnya apa, tidak sama sekali," ujar Saka.
Menurut Saka, belakangan ini setelah ia bebas, polisi kembali datang dan menanyainya soal 3 pelaku yang buron setelah kasus ini ramai diperbincangkan kembali.
"Saya bilang, saya tidak tahu sama polisi. Karena saya saja jadi korban salah tangkap," katanya.
Pengacara Saka Tatal, Titin menjelaskan kronologi penangkapan kliennya berdasarkan keterangan di persidangan beberapa tahun silam.
Ia menganggap, penangkapan terhadap Saka Tatal penuh kejanggalan.
Bermula dari adanya informasi kecelakaan yang merenggut nyawa Vina dan Eki.
"Polsek Talun menerima laporan kecelakaan lalu lintas pada pukul 20.00 dan tiba di TKP setengah jam kemudian."
"Korban kemudian dibawa ke rumah sakit," ujar Titin, dikutip dari Tribun Jabar.
Titin menututkan bahwa orangtua korban laki-laki, Eki, yang menerima kabar tersebut, mengunjungi Polsek Talun keesokan harinya.
Saat itu, orangtua Eki merasa curiga bahwa kejadian itu bukan kecelakaan setelah melihat motor anaknya.
Kecurigaan ini mendorong orang tua Eki untuk menyelidiki lebih lanjut.
"Dengan insting dan informasi dari dua pria berinisial D dan A, karena orang tua Eki ini adalah anggota polisi, diketahui bahwa Eki dan Vina dikejar," jelas Titin.
Informasi tersebut diperoleh dari pertemuan di perempatan Jalan Perjuangan menuju SMPN 11 Cirebon.
Hari berikutnya, sekira pukul 14.00 WIB, D dan A menghubungi orangtua Eki, melaporkan bahwa sekelompok pemuda berkumpul di depan SMPN 11 Cirebon.
"Orangtua Eki bersama tiga hingga empat anggota polisi lainnya kemudian menangkap Saka yang saat itu baru selesai membeli bensin," katanya.
Titin lantas membeberkan sejumlah kejanggalan dalam kasus Vina Cirebon ini.
Menurut Titin, sejak 2017, dia sudah menyampaikan kejanggalan-kejanggalan ini kepada media dan Komnas HAM, tetapi informasi tersebut tidak sampai ke pihak yang berkuasa.
Ia lantas menegaskan, bahwa kasus ini semakin terbuka setelah diangkat dalam film.
"Penanganan terhadap Saka memang penuh rekayasa dan ini sudah saya coba sampaikan sejak lama," kata Titin.
Iptu Rudiana
Anak Buah Iptu Rudiana
berita viral
kasus Vina Cirebon
Terpidana Kasus Vina Cirebon
Komnas HAM
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
| Tak Tahan Lihat 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Jutek Ingatkan Prabowo: Jangan Sampai Ada Keranda |
|
|---|
| Ingat Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon yang Ditembak Peluru Karet? Tiba-tiba ke Rumah Sakit |
|
|---|
| 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Pidana Seumur Hidup dengan Remisi Perubahan, Jutek Beraksi |
|
|---|
| Kondisi Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Otto Hasibuan: Harus Dicek |
|
|---|
| 2 Jalan agar Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Hukuman Seumur Hidup, Ini Kata Otto Hasibuan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Pantesan-Anak-Buah-Iptu-Rudian-Masih-Bebas-Meski-Pukul-Terpidana-Kasus-Vina-Cuma-Disanksi-Ini.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.