Pembunuhan Vina Cirebon

Beda dari Elza Syarief yang Tuding Hakim PK Terpidana Kasus Vina Ketakutan, Pakar Hukum: Luar Biasa

Berbeda dengan Elza Syarief yang menyebut hakim PK terpidana kasus Vina Cirebon ketakutan, pakat hukum pidana justru mengatakan serius.

Editor: Musahadah
kolase nusantara TV
Teuku Nasrullah memberi pendapat berbeda dengan Elza Syarief mengenai keputusan hakim menggelar sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon di lokasi. 

SURYA.CO.ID - Pakar hukum pidana Teuku Nasrullah memberikan tanggapan mengenai pelaksanaan sidang di tempat atau pemeriksaan setempat (PS) Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina Cirebon yang digelar pada Jumat (27/9/2024). 

Berbeda dengan Elza Syarief yang menyebut majelis hakim sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon ketakutan hingga mengabulkan sidang di tempat, Teuku Nasrullah justru memberi apresiasi.

Teuku Nasrulllah menyebut proses Peninjauan Kembali (PK) sudah dilakukan secara maksimum oleh PN Cireboin. 

"Jarang lho hakim di tingkat pertama perkara PK, turun melakukan sidang setempat ke lokasi," sebut Nasrullah, dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Senin (30/9/2024). 

Menurut akademisi asal Aceh ini, hal ini menunjukkan bahwa tingkat keseriusan dari hakim untuk kasus Vina Cirebon ini luar biasa.

Baca juga: Usai Elza Syarief Tuding Hakim Sidang PK Terpidana Kasus Vina Ketakutan, Diskakmat: Jangan Ngoceh!

"Tinggal sekarang setelah menyelesaikan di tingkat pertama, maka pengiriman berkas ke Mahkamah Agung," katanya.

Nasrullah menegaskan untuk hakim PK tingkat Mahkamah Agung jangan sampai menunjuk hakim yang pernah menangani perkara ini, baik di tingkat pertama (PN), banding, maupun kasasi. 

"Tidak boleh seorang pun jadi anggota atau ketua majelis dalam perkara PK ini.  Harus benar-benar hakim yang tidak terlibat," tegasnya. 

Hal ini, lanjut untuk menjaga independensi agar tidak tercemari hakim dengan opini sekarang dan hanya terjebak mempertahankan putusan sebelumnya. 

Lebih lanjut Nasrullah mengatakan, hakim itu bisa keliru, dan banyak putusan hakim yang keliru. 

Hal itu dinilai normal dan hukum sudah menyediakan sarana untuk memperbaiki. 

"Yang tidak boleh kekeliruan sudah nyata diungkapkan, hakim bertahan dan mempertahankan putusan itu demi menjaga korps atau marwah hakim," tegasnya. 

Di acara yang sama, mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan, hakim dalam memutus perkara melihat dua sisi keadilan. 

Yakni, keadilan sosial dan keadilan berdasarkan undang-undang. 

Artinya, hakim juga harus memperhatikan yang bergerak di luar dan tidak boleh mengabaikan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved