Berita Pamekasan

Derita Madin di Pamekasan, Tembok Sekolah Ditambal dari Hasil Menjual Padi, Guru Kadang Tak Dibayar

Dari 8 guru pengajar di sana, rata-rata honornya hanya Rp 100.000 per bulan, namun terkadang tidak dibayar.

Penulis: Muchsin | Editor: Deddy Humana
surya/muchsin
Mohammad Khomarul Wahyudi, anggota Komisi IV DPRD Pamekasan meraba kekuatan tembok ruangan kelas MD Muballighin 1 yang rapuh dan mengelupas. 

SURYA.CO.ID, PAMEKASAN – Kelayakan sarana pendidikan di Kabupaten Pamekasan masih patut diperhatikan, karena masih ditemukan yang memprihatinkan seperti gedung Madrasah Diniyah (Madin) Muballighin 1 di Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu ini.

Kondisi madin itu terlihat mengenaskan, sangat rapuh. Bahkan para guru pengajar dan siswa yang belajar di sekolah ini ketar-ketar, apabila terjadi sesuatu yang membahayakan.

Gedung sekolah yang dibangun 1985 lalu, sebagian tembok dinding ruangannya rapuh akibat dimakan usia. Sehingga batu batanya nampak menyembul keluar dinding, lantaran semen penguatnya mengelupas. Ada yang jatuh ke lantai dan berserakan di lantai.

Kepala MD Muballighin 1, Mohedi yang ditemui SURYA mengatakan, jika kondisi gedung sekolah itu sudah lama seperti itu. Keadaannya memprihatinkan yang sewaktu-waktu membahayakan guru dan siswanya saat berada di dalam kelas.

“Awalnya yang kami perbaiki dari sekolah ini bagian atapnya. Karena beberapa gentengnya tersingkap dan pecah. Bahkan sebagian jatuh ke dalam ruangan kelas. Tetapi mujur, di saat gentingnya jatuh kebetulan tidak ada kegiatan belajar mengajar,” kata Mohedi, Senin (14/8/2023).

Menurut Mohedi, kondisi gedung, atap dan dinding yang mengundang kekhawatiran ini, bisa jadi karena tanah dan cuaca di sekitarnya mengandung garam. Hal ini membuat bangunannya ikut tergerus hawa garam.

Dan ketika aktifitas belajar mengajar berlangsung, pasir campur semen yang menempel di tembok ruangan, terangkat terbawa angin menerpa wajah guru dan siswanya, membuat perih di mata.

Dikatakan Mohedi, untuk mencegah agar kerusakan dinding tidak semakin parah, dinding temboknya di bagian depan dipasangi keramik. Tetapi di bagian dalam dibiarkan tidak dipasang keramik sehingga bila dinding itu disentuh tangan, pasirnya mengelupas.

“Biaya perbaikan memasang keramik ini juga hasil dari menjual padi. Sementara padi yang dijual itu sumbangan dari beberapa warga. Karena jika kami minta sumbangan uang, tentu tidak mungkin,” papar Mohedi.

Yang lebih mengenaskan adalah nasib para pendidik di sana. Dari 8 guru pengajar di sana, rata-rata honornya hanya Rp 100.000 per bulan, namun terkadang tidak dibayar. Walau begitu, gurunya tetap mengajar dan para siswa yang belajar hanya ditarik iuran Rp 15.000 per bulan.

Abdul Aziz (52), salah seorang guru menyatakan sekolah itu tidak tersedia toilet. Sehingga bila guru dan siswa ingin buang air kecil, harus keluar menumpang kamar mandi tetangga yang jaraknya cukup jauh.

Mohammad Khomarul Wahyudi, anggota Komisi IV DPRD Pamekasan yang mendengar kondisi madin itu langsung ke lokasi untuk melihat bagaimana kondisi sebenarnya.

Menurut politisi dari Partai Bulan Bintang (PBB) ini, untuk perbaikan gedung sekolah pihaknya akan membahas dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Pamekasan. Sementara toilet untuk guru dan siswa diusahakan secepatnya dibangun, agar kegiatan belajar mengajarberlangsung dengan nyaman.

“Mengenai kesejahteraan guru pengajarnya, kami akan bicarakan hal ini dengan Dinas Pendidikan. Di sana terdapat alokasi bantuan untuk madrasah dan guru diniyah. Sebab ada dana bantuan guru madin tahun 2021 dari Pemprov Jatim sebesar Rp 7,4 miliar yang tidak dicairkan dan tertahan di kas daerah Pamekasan,” ujar Wahyu. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved