Kiprah Pemuda Suku Osing Banyuwangi yang Jadi Penggerak Desa Wisata Kelas Dunia
Masyarakat suku Osing punya kedekatan dengan kopi dari sisi budaya. Wajib bagi mereka menyuguhkan kopi kepada tamu yang datang ke rumah
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Titis Jati Permata
Ringkasan Berita:
- Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi tenar dan menjadi jujugan wisatawan lokal maupun mancanegara. Festival Ngopi Sepuluh Ewu angkat potensi budaya Suku Osing dan wisata Desa Kemiren
- Selain Ngopi Sepuluh Ewu, dua festival lain yang rutin digelar yaitu Festival Barong Ider Bumi dan Tumpeng Sewu
- Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, menyebut prestasi Desa Kemiren di tingkat internasional berasal dari kearifan dan budaya lokal yang dirawat dengan sungguh-sungguh
SURYA.CO.ID, BANYUWANGI - Anak-anak muda suku Osing, suku yang berasal dari pengasingan era Perang Puputan Bayu, kini menjelma jadi desa wisata terbaik dunia.
Aroma kopi menyeruak ketika melangkah di jalan utama Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Sabtu (8/11/2025) petang.
Di kanan-kiri jalan, ratusan orang duduk santai di kursi kayu bergaya lawas sembari menikmati suguhan kopi tubruk.
Petang itu, masyarakat suku Osing—suku asli Banyuwangi yang banyak tinggal di Desa Kemiren—menggelar perayaan Festival Ngopi Sepuluh Ewu.
Ngopi sepuluh ewu dalam bahasa Indonesia berarti minum kopi sepuluh ribu.
Seperti namanya, sebanyak kurang lebih 10 ribu cangkir kopi disajikan secara cuma-cuma untuk siapapun yang datang ke festival yang rutin digelar setiap tahun itu.
Kopi gratis, suasana syahdu, dan keramahtamahan warga. Tiga hal yang cukup untuk menarik ribuan orang dari berbagai penjuru daerah datang ke Festival Ngopi Sepuluh Ewu. Termasuk wisatawan asal Mancanegara.
"Saya suka di sini karena semua orang baik. Semua orang tersenyum. Kopinya juga enak," kata Adela, wisatawan asal Ceko.
Adela datang bersama pasangannya, Adrek. Mereka berlibur selama dua hari di Banyuwangi untuk menikmati kekayaan alam dan budaya kabupaten ujung Timur Pulau Jawa itu.
"Menyenangkan melihat orang sebanyak ini berbaur. Saya sebenarnya bukan penikmat kopi. Tapi di sini saya meminumnya untuk ikut merayakan bersama warga," ujar Sebastian, wisatawan lain asal Prancis.
Adela, Adrek, dan Bebasitan berbaur dengan ribuan warga lain yang silih berganti berdatangan ke kampung berpenduduk sekitar 2.500 jiwa itu.
Bukan Desa Penghasil Kopi
Desa Kemiren bukanlah penghasil kopi. Kopi sebanyak satu kuintal yang disajikan dalam festival itu merupakan blend jenis arabika dan robusta yang didapat dari perkebunan wilayah lain di Banyuwangi dan Bondowoso.
Tapi masyarakat suku Osing punya kedekatan dengan kopi dari sisi budaya. Wajib bagi mereka menyuguhkan kopi kepada tamu yang datang ke rumah.
Mereka juga punya kebiasaan unik lain. Dalam setiap pernikahan, orang tua akan menghadiahi pengantin dengan beberapa perabot rumah.
| Ancaman Menkeu Purbaya ke 200 Pengemplang Pajak Rp 60 Triliun: Jangan Main-main Sama Kita! |
|
|---|
| Tantang KGPH Hangabehi Ikrar di Watu Gilang Jika Ingin Jadi Raja Keraton Solo, Ini Sosok KGPH Benowo |
|
|---|
| Tumbang 1-0 dari Tuan Rumah Barito Putera, Pelatih Deltras FC : Gagal Redam Pergerakan Renan Alves |
|
|---|
| Persela Kalah Tipis dari Kendal Tornado FC di Surajaya Lamongan, Ragil Sudirman : Kurang Beruntung |
|
|---|
| Imbas Menkeu Purbaya Ngotot Bubarkan Satgas BLBI Abaikan Mahfud MD, Pengamat: Harus Dituntaskan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/di-Banyuwangi-yang-mengangkat-adat-istiadat-masyarakat-suku-Osing.jpg)