Berita Viral 

5 Pengakuan Abdul Muis Guru SMAN 1 Luwu Utara Usai Batal Dipecat, Bantah Soal Terima Uang Rp 11 Juta

Abdul Muis meluruskan informasi yang selama ini berkembang terkait dugaan gratifikasi yang menjeratnya hingga berujung pada pemecatan

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Tribun Timur/Kompas.com
(kiri ke kanan) Dua guru asal Luwu Utara, Abdul Muis dan Rasnal, diterima bak pahlawan oleh ratusan anggota PGRI Sulsel di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel. Rasnal mendapat sambutan meriah usai batal dipecat. 
Ringkasan Berita:
  • Guru Abdul Muis dan Rasnal kembali mengajar di SMAN 1 dan SMAN 3 Luwu Utara setelah dibebaskan dan direhabilitasi oleh Presiden Prabowo, usai terjerat kasus korupsi.
  • Abdul Muis meluruskan bahwa angka Rp 11.100.000 bukan gratifikasi bulanan, melainkan akumulasi insentif tugas tambahan selama bertahun-tahun, yang disepakati orang tua siswa.
  • Insentif tersebut murni inisiatif orang tua siswa,

 

SURYA.CO.ID - Abdul Muis dan Rasnal akhirnya kembali mengajar setelah dibebaskan dan mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo usai terjerat kasus tindakan korupsi yang dilaporkan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Faisal Tanjung.

Abdul Muis mengajar di SMA Negeri (SMAN) 1 Luwu Utara, sedangkan Rasnal di SMAN 3 Luwu Utara.

Sebelum kembali mengajar, Abdul Muis dan Rasnal dijemput oleh para siswa dan guru setibanya di Makassar, Rabu (19/11/2025). 

Keduanya baru tiba dari Jakarta, untuk meminta keadilan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Presiden Prabowo. 

Saat dikonfirmasi, Abdul Muis meluruskan informasi yang selama ini berkembang terkait dugaan gratifikasi yang menjeratnya hingga berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Berikut pengakuan Abdul Muis selengkapnya.

Bantah Terima Rp 11 Juta

Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya, Muis dan Rasnal disebut menerima bagian pribadi sebesar Rp 11.100.000 dari dana komite.

MA menyebutkan, Abdul Muis selaku Wakil Kepala Sekolah sekaligus bendahara komite bersama Kepala Sekolah Rasnal memungut iuran komite sekolah dari orangtua siswa sejak 2018-2021.

Angka inilah yang, menurut Abdul Muis, kerap dipersepsikan keliru seolah merupakan penerimaan rutin setiap bulan.

“Yang perlu diluruskan itu angka Rp 11.100.000 itu. Seakan-akan kami menerima itu per bulan."

"Padahal itu akumulasi insentif untuk tugas-tugas tambahan selama bertahun-tahun,” ujar Abdul Muis usai hari pertama kembali mengajar, Kamis (20/11/2025), dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Sosok Ari Yusuf Pengacara Tom Lembong yang Dampingi Nadiem Makarim di Sidang Korupsi Chromebook

Insentif Sesuai Kesepakatan Orang Tua

Abdul Muis menjelaskan, insentif yang diterima guru bukan berasal dari permintaan pihak sekolah, melainkan hasil kesepakatan orang tua siswa dalam rapat komite.

Para orang tua, kata dia, mengusulkan adanya insentif untuk wali kelas, petugas laboratorium, hingga wakil kepala sekolah (wakasek) yang memegang tanggung jawab tambahan.

“Wali kelas itu Rp 150.000 per bulan, humas dan wakasek Rp 200.000 per bulan. Cairnya per triwulan. Sebagai bendahara, uang jalan atau transportasi saya Rp 125.000 per bulan,” ucapnya.

Jika dihitung, kata dia, total insentif yang ia terima per triwulan adalah Rp 975.000, dikalikan empat triwulan dalam setahun, lalu dikalikan tiga setengah tahun.

“Polisi hanya memunculkan angka Rp 11.100.000 tanpa penjelasan lengkap. Jadinya seakan-akan kami menerima gratifikasi bulanan. Ini juga sudah terungkap di pengadilan,” kata Muis.

Ia menegaskan, insentif itu murni inisiatif para orang tua yang menilai guru menjalankan tugas tambahan yang menyita waktu dan tenaga.

“Orang tua siswa bilang: Yang penting anak kami diajar dengan baik, diurus dengan baik. Ini kami kasih insentif. Kami pun tidak pernah meminta,” tambahnya.

Orang Tua Mengusulkan Rp 20.000

Baca juga: Sosok Sri Sutatik Eks Ketua PN Jombang Digugat Dokter soal Kasus Kepemilikan Tanah, Kini Gugat Balik

Ia mengatakan tidak pernah ada penolakan dari orang tua siswa terkait besaran iuran komite.

Bahkan ketika perhitungan komite menetapkan iuran hanya Rp 17.000 per bulan, para orang tua justru meminta dinaikkan menjadi Rp 20.000.

“Rp 20.000 itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Orangtua malah bilang cukupkan Rp 20.000 karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka,” ujar Sufri.

Ia mengingat kembali saat pemeriksaan di Dinas Pendidikan, seorang ibu dari Desa Radda sempat memprotes keras penyidik yang mempersoalkan iuran tersebut.

“Dia bilang: Kenapa Bapak yang sewot kepada guru? Ini uang kami untuk kegiatan anak-anak kami. Jadi menurut saya, kasus ini memang terkesan dipaksakan,” ujar Sufri.

Kejanggalan Pemeriksaan

Padahal, katanya, otoritas pengawasan terkait sekolah menengah berada pada inspektorat provinsi.

 

“Namun polisi meminta pemeriksaan ke Bawasda kabupaten yang sebenarnya tidak berwenang. Dari situ keluar pernyataan bahwa ada indikasi kerugian negara,” ujarnya.

Saya menduga langkah itu dilakukan untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap kedua guru.

“Saya tidak tahu apa dosanya sehingga harus dipaksakan,” kata Sufri.

Tetap Mengajar Meski Jalani Proses Hukum

Muis menegaskan bahwa selama proses hukum hingga PTDH dijatuhkan, dirinya tetap mengajar demi memenuhi kewajiban moral kepada siswa.

"Saya tetap mengajar, tidak pernah putus. Kami hanya ingin kebenaran dilihat apa adanya. Dari dulu kami tidak pernah mengambil hak orang," ujarnya.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved