Berita Viral

Fakta Sebenarnya Dana Mengendap Rp 2,1 T Pemprov Babel yang Diungkap Menkeu Purbaya, Salah Input

Terungkap fakta sebenarnya Rp 2,1 Triliun dana mengendap milik Pemprov Babel yang diungkap Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.

Unsplash/Mufid Majnun
DANA MENGENDAP - Ilustrasi uang. Simak Fakta Sebenarnya Dana Mengendap Rp 2,1 T Pemprov Babel yang Diungkap Menkeu Purbaya. 
Ringkasan Berita:
  • Fakta sebenarnya soal dana “mengendap” Rp2,1 triliun milik Pemprov Bangka Belitung (Babel) yang diungkap Menkeu Purbaya ternyata keliru.
  • Dana tersebut bukan milik Pemprov Babel, melainkan milik Pemprov Sumatera Selatan, akibat kesalahan input data oleh Bank Sumsel Babel ke sistem Bank Indonesia.
  • Pemprov Babel langsung bereaksi cepat, menelusuri kebenaran data dan melaporkan kasus ini secara resmi ke Polda Babel untuk menjaga nama baik dan kepercayaan publik.

 

SURYA.co.id - Terungkap fakta sebenarnya Rp 2,1 Triliun dana mengendap milik Pemprov Babel yang diungkap Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.

Ternyata, dana triliunan tersebut merupakan salah input data dari pihak Bank Sumsel.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) akhirnya buka suara terkait kabar adanya dana mengendap senilai Rp2,1 triliun di perbankan.

Informasi yang sempat diungkap oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa itu ternyata tidak benar.

Hasil penelusuran menunjukkan, dana tersebut bukan milik Pemprov Babel, melainkan milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakuda) Bangka Belitung, M. Haris, menjelaskan bahwa kesalahan terjadi akibat input data yang keliru dari pihak Bank Sumsel Babel ke sistem Bank Indonesia (BI).

“Berdasarkan informasi yang kami terima, ternyata yang salah input itu adalah Bank Sumsel Babel. Tindakan ini dilakukan agar informasi yang didapat mengenai dana tersebut valid,” ujar Haris, Senin (27/10/2025), melansir dari Kompas.com.

Menurut Haris, kesalahan pencatatan itu membuat publik salah paham dan mencoreng nama baik pemerintah daerah.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani melayangkan aduan resmi kepada Polda Babel melalui surat bernomor 900/0653/BAKUDA tertanggal 27 Oktober 2025.

Dalam laporan itu dijelaskan bahwa dana Rp2,1 triliun yang disebut mengendap bukan milik Pemprov Babel, melainkan milik Pemprov Sumatera Selatan.

Langkah hukum tersebut diambil untuk menjaga reputasi dan kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan daerah.

“Pemprov Babel selalu menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan keuangan daerah. Berita yang belum tentu kebenarannya agar disikapi dengan bijak,” tegas Haris.

Baca juga: Menkeu Soroti Dana Mengendap di Jatim, BPKAD Tegaskan SILPA Segera Dibelanjakan Untuk Masyarakat

Pihak Bank Sumsel Babel Masih Telusuri

Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Cabang Bank Sumsel Babel Pangkalpinang, Irwan Kurniawan, belum dapat memberikan penjelasan rinci mengenai kesalahan input tersebut.

“Masih diteliti lebih lanjut oleh tim di Bank Sumsel Babel kantor pusat. Karena terkait kerahasiaan data nasabah yang dilindungi undang-undang, saya tidak bisa membicarakan banyak hal,” kata Irwan, Selasa (28/10/2025).

Respons Kepolisian Daerah Babel

Di sisi lain, Kabid Humas Polda Bangka Belitung Kombes Fauzan Sukmawansyah mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi dari Pemprov Babel hingga Senin siang.

“Sampai siang tadi dicek belum ada yang masuk. SPKT, Krimsus, dan Krimum belum ada laporan. Saya malah dapatnya dari kawan media. Ini maksudnya apa belum bisa ditanggapi, kita tunggu dulu kalau memang sudah dilaporkan,” tutur Fauzan.

Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya akurasi data dalam sistem keuangan pemerintah. Satu kesalahan input bisa berdampak besar, bukan hanya pada reputasi institusi, tapi juga pada kepercayaan publik.

Pemerintah daerah perlu memastikan setiap informasi yang beredar ke publik sudah terverifikasi dengan cermat.

Langkah cepat Pemprov Babel melaporkan kekeliruan ini menjadi sinyal positif terhadap komitmen transparansi. 

Namun, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa sistem digital perbankan masih membutuhkan kontrol berlapis.

Publik pun diharapkan bijak dalam menyikapi isu keuangan yang belum terkonfirmasi kebenarannya.

Dalam era keterbukaan informasi, kehati-hatian menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan dan kredibilitas pemerintahan daerah.

Menkeu Purbaya Vs Dedi Mulyadi

Polemik mengenai dana mengendap juga menimpa Wilayah Jawa Barat yang dipimpin Dedi Mulyadi.

Polemik ini bermula dari pernyataan Menkeu Purbaya yang menyebut uang milik pemda yang menganggur di bank sejumlah Rp234 triliun. 

Dari jumlah tersebut, ada 15 daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank, satu di antaranya Provinsi Jawa Barat senilai Rp 4,1 triliun. 

Purbaya menyebut hal ini menjadi wujud pemda tidak cakap dalam menyerap anggaran.

"Serapan rendah mengakibatkan menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi," katanya dalam rapat bersama kepala daerah secara daring di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025), dikutip dari Kompas.com.

Data ini langsung dibantah Dedi Mulyadi. 

KDM-sapaan akrab Dedi Mulyadi, bahkan menantang Menkeu Purbaya untuk membuktikan tudingan dana APBD Jabar senilai Rp 4,17 triliun mengendap di bank dalam bentuk deposito.

“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).

Tudingan itu, kata Dedi, tidak berdasar karena tidak semua daerah mengalami kesulitan fiskal atau sengaja memarkir anggaran di perbankan.

Bahkan, sebagian besar pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.

“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan kepentingan masyarakatnya dengan baik, bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” ujarnya.

Meski begitu, Dedi tidak menutup kemungkinan ada daerah yang memang menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Karena itu, ia mendesak pemerintah pusat membuka data secara terbuka untuk menghindari opini negatif terhadap daerah lain.

“Tentunya ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik sehingga tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan,” katanya.

Dedi menegaskan, tudingan ini dapat merugikan daerah yang telah bekerja maksimal dalam pengelolaan fiskal. Ia pun meminta Purbaya bersikap adil dan transparan dengan membuka daftar daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito.

“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.

“Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” tambahnya.

Menkeu Purbaya menegaskan, data yang ia sampaikan mengenai dana APBD yang mengendap bersumber langsung dari Bank Indonesia (BI), dan bukan merupakan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia bahkan menduga Gubernur Dedi menerima informasi yang tidak tepat dari stafnya.

“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan."

"Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (21/10/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Purbaya juga membantah anggapan yang menyebut dirinya secara spesifik menyinggung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Ia menjelaskan, data mengenai dana APBD yang mengendap di bank sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (20/10/2025).

Lebih lanjut, Purbaya menilai pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi seperti sedang berdebat dengan dirinya sendiri. Hal ini karena semua data yang ia gunakan berasal dari sistem pelaporan perbankan di BI.

“Dia hanya tahu Jabar saja, kan. Saya enggak pernah sebut data Jabar. Kalau mau periksa, ya periksa saja sendiri di sistem monitoring BI. Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” ujar Purbaya.

Dedi Mulyadi bahkan sampai mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Bank Indonesia (BI), Rabu (22/10/2025). 

Di Kantor Kemendagri, mantan Bupati Purwakarta itu datang bersama sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, untuk audiensi dengan Mendagri Tito Karnavian.

Dedi sempat memeriksa dan mencocokkan data dari Pemprov Jabar dengan milik Kemendagri.

Hasilnya, dana Pemprov Jabar yang tersimpan di bank nilanya sekitara Rp 2,6 triliun, bukan Rp 4,1 triliun.

“Data dari Kemendagri dan data dari Pemprov sama. Bahwa terhitung pada tanggal 17 itu ya angkanya sekitar Rp 2,6 triliun,” ujar Dedi, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, data yang dimiliki Kemendagri berasal dari laporan keuangan yang disampaikan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah.

Dedi menegaskan, dana Rp 2,6 triliun ini bukan uang mengendap, melainkan uang kas Pemprov Jabar yang memang harus disimpan di bank.

“Angkanya sekitar Rp 2,6 triliun dan itu bukan uang mengendap, itu adalah uang kas Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disimpan di Bank Jabar. Kan kas tidak bisa disimpan di brankas,” jelasnya.

Dedi menjelaskan, kas daerah memang akan fluktuatif, mengikuti belanja yang dilakukan pemerintah daerah (Pemda).

“Angka di APBD ini kan fluktuatif. Misalnya gini, di bulan September misalnya angka Rp 3,8 triliun. Nah nanti bulan Oktober kan dibayarkan lagi untuk gaji pegawai."

"Kemudian bayar kegiatan-kegiatan pemerintah, bayar kontrak-kontrak kerja,” kata Dedi.

Kas daerah juga tidak bisa ditarik atau digunakan langsung hingga habis.

Dana yang dibelanjakan secara bertahap ini perlu disimpan di bank.

Ia juga membantah Pemprov Jabar menyimpan uang dalam bentuk deposito.

“Di Provinsi Jawa Barat per hari ini seluruh uangnya tidak ada yang tersimpan di deposito. Tersimpannya anggaran Provinsi ya, di luar BLUD. Itu tersimpannya dalam bentuk giro,” imbuhnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved