Berita Viral

Apa Itu INA? Menkeu Purbaya Akan Suntik Dana Rp 50 Triliun ke Sana Sesuai Saran Luhut Pandjaitan

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya mengamini usulan Luhut Pandjaitan agar pemerintah menyalurkan sebagian Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke INA.

Kolase Tribunnews dan INA.go.id
SUNTIK DANA INA - Menkeu Purbaya Akan Suntik Dana Rp 50 Triliun ke INA Sesuai Saran Luhut Pandjaitan. 

SURYA.co.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya mengamini usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan agar pemerintah menyalurkan sebagian Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke Indonesia Investment Authority (INA).

Luhut sebelumnya mengajukan agar pemerintah secara rutin mengalokasikan Rp50 triliun per tahun ke INA sebagai upaya memperkuat modal lembaga investasi nasional tersebut.

Namun, Purbaya menegaskan, dukungan itu tidak diberikan tanpa syarat.

Ia meminta agar penempatan dana di INA benar-benar digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif, bukan sekadar ditempatkan dalam instrumen keuangan seperti obligasi.

“Saya enggak mau ngasih uang ke sana (INA), uangnya dibelikan bond lagi. Buat apa? Mending saya kurangin bond saya,” tegas Purbaya di kantornya, Jakarta, Sabtu (18/10/2025), melansir dari Kompas.com.

Purbaya juga mengungkapkan bahwa ia sempat mengkritik Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) karena terlalu bergantung pada investasi obligasi yang dinilainya kurang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, baik INA maupun Danantara sebagai sovereign wealth fund (SWF) semestinya mampu menarik investasi asing dan menyalurkannya ke sektor riil yang menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi.

“INA kan harusnya mengundang investor asing, kan sovereign wealth fund bukan domestik saja,” ujarnya.

“Kalau dia butuh duit beneran buat ekspansi, ya kita dukung. Tapi kalau masih banyak uangnya di bond, ngapain kita dukung?” tambahnya.

Baca juga: Akhirnya Menkeu Purbaya Turuti Saran Luhut Suntik Dana Rp 50 Triliun ke INA, Tapi Ada Syaratnya

Sementara itu, Luhut menilai, dana SAL yang dialirkan ke INA berpotensi menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional, apalagi bila disinergikan dengan BPI Danantara.

“Sovereign wealth fund kita ini, kalau kita tarik investasi Rp50 triliun ke situ tiap tahun, dari dana yang masih sisa di Bank Indonesia (BI), kita bisa leverage Rp1.000 triliun dalam lima tahun ke depan,” ujar Luhut dalam acara ‘1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism 8 Persen Economic Growth’.

Ia menambahkan, suntikan dana tersebut bisa memicu arus investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia.

Luhut juga menegaskan, agar target pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa tercapai, peran sektor swasta harus diperkuat.

“Peranan pemerintah kan cuma 10–15 persen dari APBN, sisanya itu harus sektor swasta. Untuk itu, kita harus ramah dengan FDI, itu harus jalan bagus,” ucapnya.

Apa Itu INA?

Melansir dari Wikipedia, Lembaga Pengelola Investasi, beroperasi dengan nama Indonesia Investment Authority atau INA, adalah dana kekayaan negara (SWF) milik Indonesia.

Lembaga ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden Indonesia.

Tidak seperti SWF di negara lain yang mengelola kelebihan pendapatan dari eksploitasi minyak bumi atau cadangan valuta asing, lembaga ini mencari pendanaan dari luar negeri untuk mendanai pengembangan ekonomi di Indonesia.

Lembaga ini dibentuk oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2020 seiring dengan mulai berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja. Lembaga ini ditujukan untuk memperkuat ekonomi nasional dengan berekspansi ke kelas aset baru.

Pada bulan Februari 2021, lembaga ini resmi diluncurkan dengan target untuk mengelola aset sebesar US$24,5 miliar. Sebelum diluncurkan pun, lembaga ini telah mendapat komitmen pendanaan hingga US$10 miliar dari sejumlah perusahaan dan lembaga global seperti DFC dan JBIC, serta sejumlah dana pensiun asing.

Uni Emirat Arab juga telah mengumumkan rencananya untuk berinvestasi sebesar US$10 miliar di lembaga ini.

Pada akhir tahun 2021, melalui anak usahanya, lembaga ini menjadi salah satu investor strategis dalam penawaran umum perdana dari Mitratel.

Pada akhir tahun 2021 juga, pemerintah mengalihkan 8 persen saham Bank Mandiri dan 3,63 % saham Bank Rakyat Indonesia ke lembaga ini.

Pada bulan Agustus 2022, lembaga ini meneken perjanjian kerja sama dengan DP World dan Pelindo untuk mengembangkan Belawan New Container Terminal di Medan dengan investasi sebesar Rp 111 triliun.

Pada bulan September 2022, melalui anak usahanya, lembaga ini mengakuisisi Jalan Tol Kanci–Pejagan dan Jalan Tol Pejagan–Pemalang dari Waskita Toll Road dengan harga Rp 5,8 triliun.

Pada bulan September 2022 juga, bersama BlackRock dan sejumlah investor lain, lembaga ini menyalurkan pinjaman sebesar US$ 300 juta ke Traveloka.

Pada bulan Desember 2022, melalui anak usahanya, lembaga ini berinvestasi sebesar Rp 1,86 triliun di Kimia Farma Apotek bersama Silk Road Fund.

Pada bulan Februari 2023, lembaga ini menjadi salah satu investor strategis dalam penawaran umum perdana dari Pertamina Geothermal Energy.

Pada bulan Juni 2023, lembaga ini mengumumkan kemitraan strategis dengan ESR Group dan PT MC Urban Development Indonesia untuk mengembangkan pergudangan di Greenland International Industrial Center, Kawasan Industri Terpadu Indonesia China, dan Kawasan Industri Suryacipta.

Pada bulan Juli 2023, melalui anak usahanya, lembaga ini mengakuisisi Jalan Tol Medan–Binjai dan Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar dari Hutama Karya dengan harga Rp 20,5 triliun.

Langkah Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan kehati-hatian yang patut diapresiasi. Keputusan ini bukan sekadar mengikuti saran, tetapi menegaskan arah kebijakan fiskal yang produktif.

Penulis melihat keputusan tersebut sebagai sinyal agar investasi negara benar-benar menyentuh ekonomi nyata. Dalam konteks pertumbuhan 8 persen yang ditargetkan pemerintah, fokus pada sektor riil menjadi kunci.

Pendekatan ini juga mempertegas pentingnya akuntabilitas lembaga investasi negara. Jika INA mampu menarik investor asing dan menyalurkan dana ke sektor strategis, dampaknya akan luas. Namun, konsistensi pengawasan tetap menjadi tantangan utama agar kebijakan ini tidak berakhir seperti sebelumnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved