Pelaku Thrifting Surabaya Bersuara

Menkeu Purbaya Larang Impor Pakaian Bekas, Pengusaha Thrifting Surabaya: Thrifting Bukan Ancaman

Pelarangan impor pakaian bekas Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menimbulkan kegelisahan pelaku usaha thrifting, termasuk di Surabaya.

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: irwan sy
Istimewa
BERHARAP - Arief Suwandi, pemilik toko thrifting Cantolan Kastok di Surabaya, berpose di dalam tokonya yang telah beroperasi lebih dari 14 tahun. Arief berharap pemerintah tidak melarang thrifting secara total dan memilih untuk mengatur agar usaha kecil tetap hidup. 

Menurutnya, kebijakan pemerintah seharusnya tak serta-merta melarang seluruh kegiatan thrifting, melainkan membedakan antara produk layak jual (grade atas) dengan barang campuran atau KW (grade bawah).

“Yang perlu diatur itu yang grade bawah, karena sering dicampur dengan barang KW. Tapi kalau yang grade atas, harusnya tidak masalah. Malah sayang kalau dilarang,” kata Arief.

Meski kebijakan pelarangan thrifting belum resmi diteken, Arief mengaku sudah mulai merasakan dampaknya pada pasokan barang.

Para pemasok besar yang biasa menyediakan stok kini memilih menahan diri.

“Penjualan sih masih stabil, tapi pasokan barang agak seret. Karena para juragan di atas juga ragu mau jalanin barangnya. Semua masih nunggu keputusan resmi pemerintah,” ujarnya.

Namun begitu, ia optimistis bisnis thrifting masih akan tetap diminati, apalagi oleh kalangan muda yang semakin sadar gaya dan keberlanjutan.

“Pasarnya tetap ada. Sekarang justru anak muda banyak yang bangga pakai barang thrift, karena selain murah juga punya karakter unik,” tuturnya.

Arief juga menyoroti bagaimana beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura justru sudah melegalkan dan mengatur bisnis thrifting secara resmi.

“Di Malaysia itu malah dilegalkan. Setiap bulan atau tiga bulan sekali ada acara resmi dari pemerintah yang mendukung thrifting. Harusnya Indonesia bisa belajar dari situ. Kalau legal, semua jadi tertib,” ucapnya.

Bagi Arief, bisnis pakaian bekas bukan sekadar soal jual-beli, tapi bagian dari budaya berkelanjutan dan kreativitas anak muda.

Ia menilai bahwa di balik stigma 'barang bekas', thrifting justru mengajarkan nilai daur ulang dan apresiasi terhadap kualitas lama yang masih layak pakai.

“Selama barang itu dirawat dan di-treatment dengan benar sebelum dijual, tidak ada masalah kesehatan. Malah membantu mengurangi limbah tekstil,” katanya.

Arief berharap pemerintah pusat membuka ruang dialog dengan para pelaku usaha thrifting sebelum membuat keputusan final.

“Kami siap diatur, siap bayar pajak, asal tidak langsung dilarang. Karena thrifting juga bagian dari roda ekonomi masyarakat kecil,” pungkasnya.

Sumber: Surya
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved