Pelaku Thrifting Surabaya Bersuara

Kisah Romli 3 Dekade Dagang di Pasar Gembong Surabaya, Bingung Jika Impor Pakaian Bekas Dilarang

Rencana pelarangan impor baju bekas ilegal atau Thrifting membuat cemas para pedagang Thrifting di Pasar Gembong Surabaya.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: irwan sy
Luhur Pambudi/TribunJatim.com
PELARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS - Muhammad Romli (60) pedagang Thrifting di Pasar Gembong Surabaya. Ia mengaku tak tahu bakal bekerja apa lagi, jikalau rencana pelarangan impor pakaian bekas ilegal atau Thrifting benar-benar diterapkan secara masif. 

Ringkasan Berita:
  • Pedagang thrifting senior Romli, cemas dan khawatir kehilangan mata pencaharian jika larangan impor balpres diterapkan.
  • Pelarangan yang sudah dibatasi beberapa tahun terakhir telah menyebabkan pasokan barang seret (sulit) selama 4-6 bulan dan membuat harga thrifting naik berlipat-lipat di pasaran.
  • Pedagang berharap Pemerintah tidak melarang total, melainkan mengatur ulang atau melegalkan bisnis thrifting.
  • Jika dilarang, jutaan orang berpotensi kehilangan pekerjaan dan terpaksa gulung tikar.

 

SURYA.co.id, SURABAYA - Rencana Pemerintah melarang impor baju bekas ilegal atau thrifting, sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, beberapa waktu lalu, membuat cemas para pedagang Thrifting di Pasar Gembong Surabaya.

Muhammad Romli (60) misalnya, yang mengaku tak tahu bakal bekerja apa lagi, jikalau rencana tersebut benar-benar diterapkan secara masif.

Baca juga: Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya Bongkar Modus Penyelundupan Pakaian Bekas impor

Hampir 35 tahun lamanya, ia menggantungkan hidup dengan berjualan pakaian bekas.

Kakek empat cucu itu, tak menampik, keluarga besarnya, terutama dari silsilah keluarga sang istri, sejak dahulu menggantungkan hidup dari berjualan pakaian.

"Sejak 1990-an. 8 tahun, dulu pakaian lokal, hasil penggadaian dan lelang. Saat Soeharto turun, banjir barang Thrifting ini," ujarnya saat ditemui SURYA.co.id di lapaknya, Jumat (14/11/2025).

Selama kurun waktu lebih dari tiga dekade itu, dirinya bisa menghidupi keluarga kecilnya, dan berhasil menyekolahkan kedua anaknya hingga bergelar sarjana.

Membayangkan rencana Menkeu Purbaya benar-benar diterapkan di kemudian hari, ia cuma bisa menggelengkan kepala dan mengelus dada.

"Kalau distop ya jutaan orang kehilangan kerja. Dulu 2016, pernah dibongkar depan ini, Saya enggak punya lapak, saat itu. Saya banting setir (kerja bidang lain), eh makan habis jual 1 rumah (buat biaya hidup)," keluh pria asal Pasuruan itu.

Sebenarnya, bisnis tersebut juga tak begitu mendulang cuan seperti beberapa tahun sebelumnya.

Omzetnya, diakui menurun, kisaran Rp20-25 juta per bulan.

Lapak yang disewa tepat di pinggir Jalan Gembong Tebasan, terpaksa dijaga sendiri bersama sang istri, mulai pukul 07.00-16.00 WIB.

Beberapa tahun lalu, ia memiliki sejumlah karyawan, namun belakangan terpaksa diberhentikan, karena keuntungan dan pengeluaran membayar gaji para karyawan tak cukup.

"Dulu menantu saya bisa bantu berjaga sampai malam hari, semenjak saya pulang sore. Tapi menantu saya meninggal dunia, pada awal covid, enggak bisa lagi saya lama-lama," jelasnya.

Romli mengakui pembatasan demi pembatasan impor pakaian bekas sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah beberapa tahun terakhir.

Sumber: Surya
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved