Pelaku Thrifting Surabaya Bersuara

Minta Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Lebih Selektif, Pengusaha Thrifting Surabaya: Bukan Melarang Total

pelaku usaha thrifting di Surabaya berharap pemerintah tidak serta-merta melarang perdagangan barang thrifting.

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: irwan sy
Istimewa
THRIFTING BERNILAI TINGGI - Hari Setiawan, pelaku usaha thrifting asal Surabaya dengan nama toko YONKRU MAMEN menata koleksi kaos band lawas yang dijualnya secara daring. Meski berasal dari barang preloved, produk thrifting bernilai tinggi seperti rilisan resmi tur musik luar negeri kini kian diminati pembeli, bahkan hingga mancanegara. 

Ringkasan Berita:
  • Pengusaha thrifting Surabaya, Hari Setiawan (Yonkru Mamen), harap pemerintah tidak melarang impor pakaian bekas, melainkan menyeleksi secara ketat.
  • Usaha Hari sukses dengan menjual selected items (kaos musik/anime branded dan official rilisan tur).
  • Ia setuju barang grade kaki (rusak/tidak layak) dilarang, tetapi barang bermerek dan bernilai tinggi (grade kepala) harus tetap diizinkan.
  • Usaha thrifting adalah jalan tengah realistis bagi dirinya yang kesulitan membuat brand lokal.

 

SURYA.co.id, SURABAYA - Di tengah sorotan terhadap praktik impor pakaian bekas, pelaku usaha thrifting di Surabaya berharap pemerintah tidak serta-merta melarang perdagangan barang thrifting, melainkan menyeleksi secara ketat jenis barang yang boleh masuk.

Pemilik toko thrifting Yonkru Mamen, Hari Setiawan, menilai kebijakan yang digagas Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa harus memperhatikan perbedaan antara barang layak pakai dan barang bekas berkualitas rendah atau 'sampah tekstil'.

Baca juga: Menkeu Purbaya Larang Impor Pakaian Bekas, Pengusaha Thrifting Surabaya: Thrifting Bukan Ancaman

Hari memulai usahanya sejak tahun 2021 dari rumahnya di kawasan Surabaya Selatan.

Melalui akun media sosialnya, terutama Instagram, ia menjual berbagai kaos musik, anime, dan pakaian rilisan resmi dari band luar negeri.

“Aku mulai aktif 2021. Awalnya cuma buat koleksi pribadi, tapi lama-lama banyak yang tertarik beli. Akhirnya ya dijual lagi,” ujarnya kepada Tribun Jatim dan Harian Surya, Rabu (12/11/25).

Meski hanya mengandalkan penjualan lewat direct message (DM) di media sosial, keuntungan bersih Hari bisa menembus angka di atas Upah Minimum Regional Surabaya.

Dalam sebulan, ia bisa meraup keuntungan sekitar Rp5 juta atau lebih, tergantung jumlah barang dan harga jual.

“Aku nggak jual banyak, paling sebulan lakunya beberapa piece saja. Tapi karena barangnya branded, harganya tinggi. Paling murah sekitar satu setengah juta, pernah juga jual sampai delapan juta per pcs,” ungkapnya.

Menariknya, pasar terbesar Yonkru Mamen justru datang dari luar negeri.

Menurut Hari, sekitar 70 persen pembelinya berasal dari luar negeri juga.

“Market-nya bukan cuma Indonesia. Pembeli luar malah lebih banyak. Karena mereka tahu nilai rilisan official dari kaos musik atau brand tertentu,” katanya.

Meskipun muncul wacana pelarangan impor barang bekas, Hari menilai tren thrifting, khususnya pakaian baju di Indonesia justru terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Tren Global

Ia menyebut tren ini mengikuti pola global, di mana negara-negara seperti Amerika Serikat, Malaysia, dan Jepang sedang 'hype' dengan budaya vintage fashion.

“Dulu sempat dibilang bakal turun, ternyata malah naik. Apalagi sekarang banyak barang dari Jepang yang masuk, dan itu yang bikin harga juga naik,” jelasnya.

Sumber: Surya
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved