Kasus Pesta Gay di Surabaya

Pesta Asusila Pria Penyuka Sesama Jenis di Surabaya, Aktivis Dede Oetomo: Tak Semua Suka Ramai-Ramai

Pakar Sosial & Aktivis Kesetaraan Gender-Seksual, Dede Oetomo, menyebutkan tidak semua pria penyuka sesama jenis ingin melakukan pesta asusila

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: irwan sy
Luhur Pambudi/TribunJatim.com
PESTA ASUSILA - Pakar Sosial & Aktivis Kesetaraan Gender-Seksual, Dede Oetomo. Ia menyebutkan tidak semua pria penyuka sesama jenis (gay) menginginkan atau gemar melampiaskan hasratnya dengan cara beramai-ramai seperti pesta seks para pria yang digerebek Anggota Polrestabes Surabaya di sebuah hotel kawasan Wonokromo Surabaya. 

Ringkasan Berita:
  • Aktivis kesetaraan gender Dede Oetomo menganggap penggerebekan pesta pria penyuka sesama jenis di Surabaya sebagai 'kejahatan tanpa korban' (crime without a victim).
  • Penangkapan 34 orang itu berlebihan dan melanggar asas praduga tak bersalah (tanpa surat pengadilan & melibatkan media).
  • Negara seharusnya menciptakan hukum yang adaptif dan menyesuaikan diri dengan perubahan sosiologis masyarakat.
  • Dede mengkritik proses tes kesehatan dilakukan serampangan tanpa memberi tersangka kesempatan memilih.

 

SURYA.co.id, SURABAYA - Pakar Sosial & Aktivis Kesetaraan Gender-Seksual, Dede Oetomo, menyebutkan tidak semua pria penyuka sesama jenis (gay) menginginkan atau gemar melampiaskan hasratnya dengan cara beramai-ramai seperti pesta seks para pria yang digerebek Anggota Polrestabes Surabaya di sebuah hotel kawasan Wonokromo Surabaya.

Dede Oetomo mengungkapkan ada pasangan semasa jenis yang enggan melakukan hubungan seksual secara beramai-ramai, dipertontonkan, atau sampai didokumentasikan untuk kepentingan komersialisasi tertentu.

Baca juga: Tersandung Kasus Pesta Asusila Pria Penyuka Sesama Jenis Surabaya, Hotel Perketat SOP Usai Terkuak

"Ini juga sebetulnya tidak semua orang suka seperti itu. Ada yang enggak suka, ada yang satu sama satu, ada yang privat gitu," ujar pria kelahiran Pasuruan saat ditemui di kediamannya di Surabaya, Selasa (28/10/2025).

Dede malah melihat adanya budaya atau gaya hidup baru dari sekelompok masyarakat yang menginginkan metode atau sarana pelampiasan hasrat seksual dengan pasangan secara beramai-ramai.

Ia menyadari betul bahwa cara-cara demikian bakalan bertentangan dengan hukum dan norma yang tumbuh atau disepakati oleh masyarakat di tempat tersebut.

Namun, Dede mencoba menawarkan sebuah cara pandang lain bahwa seharusnya Negara menciptakan hukum yang adaptif berorientasi pada penyesuaian kondisi sosiologis masyarakat yang berubah dan berkembang senantiasa.

Penangkapan Tindakan Berlebihan

Lagi pula, dalam kasus penggerebekan pesta seks yang melibatkan 34 orang pria tersebut, Dede menganggap tak ubahnya sebagai kejahatan tanpa adanya individu yang menjadi korban (crime without a victim).

"Jadi saya bilang ya, sebetulnya sih, enggak usah, kalau saya sih. Tapi memang susah, untuk itu hukum harus diubah," kata pendiri Organisasi Masyarakat Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), Komunitas GAYa Nusantara itu.

Selain itu, Dede menganggap penangkapan terhadap 34 orang yang berpesta seks tersebut dianggapnya berlebihan.

Karena, berdasarkan informasi yang diperolehnya, Polisi tidak memiliki surat dari pengadilan untuk melakukan penangkapan terhadap mereka.

Selain itu, Dede menganggap Polisi terlalu berlebihan melakukan penangkapan tersebut dengan membawa awak media.

Karena, ia merasa bahwa proses penegakkan hukum tetap harus berprinsip pada asas praduga tak bersalah.

"Tapi mungkin saya awam dan di tepis ya sudah saya saya terima gitu ya. Tapi itu klaim dari saya," ungkapnya.

Mengenai munculnya sebuah informasi perihal kondisi kesehatan para tersangka yang 29 orang di antaranya mengidap penyakit menular.

Sumber: Surya
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved