Kasus Pesta Gay di Surabaya

Fenomena Pesta Asusila Pria Penyuka Sesama Jenis di Surabaya, Pakar Sosiologi: Penyebabnya Kompleks

Fenomena pesta asusila pria penyuka sesama jenis yang mencuat di Surabaya belakangan ini menimbulkan beragam reaksi di masyarakat.

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: irwan sy
IST/Dok Pribadi
PESTA ASUSILA - Prof Dr Drs Bagong Suyanto MSi, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Bagong fenomena pesta asusila pria penyuka sesama di Surabaya tidak bisa dipandang secara hitam putih. 

Ringkasan Berita:
  • Fenomena pesta asusila pria sesama jenis di Surabaya muncul karena kelompok LGBT di Indonesia hidup tertutup dan mencari ruang ekspresi di komunitas online.
  • Menurut Bagong, kegiatan itu tidak bisa dilepaskan dari norma dan hukum yang berlaku di Indonesia dan tidak diperbolehkan.
  • Orientasi sesama jenis memiliki penyebab kompleks, bisa karena faktor genetik atau lingkungan, seperti pengalaman sosial atau trauma masa kecil.
  • Masyarakat diimbau menyikapi fenomena ini dengan arif, tidak menghakimi.

 

SURYA.co.id, SURABAYA – Fenomena pesta asusila pria penyuka sesama jenis yang mencuat di Surabaya belakangan ini menimbulkan beragam reaksi di masyarakat.

Menurut Prof Dr Drs Bagong Suyanto MSi, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, fenomena tersebut tidak bisa dipandang secara hitam putih.

Baca juga: Bahaya HIV di Kalangan Pria Penyuka Sesama Jenis, Pakar Seksologi Unair Singgung Tekanan Psikologis

“Dalam konteks Indonesia, LGBT masih dianggap sebagai kelompok ‘lian’ atau kelompok yang berbeda. Mereka tidak diterima secara sosial untuk mengekspresikan dirinya, sehingga cenderung hidup tertutup,” ujar Bagong SURYA.co.id, Sabtu (1/11/2025).

Namun, kemunculan media sosial membuat kelompok ini saling terhubung dan berani menampakkan diri.

“Media sosial memungkinkan mereka saling menyapa dan membentuk komunitas. Dari situ muncul kelompok-kelompok eksklusif, termasuk yang mengadakan pesta tertutup,” jelasnya.

Bagong menegaskan meski fenomena itu muncul, keberadaan pesta semacam itu tetap tidak bisa dilepaskan dari norma dan hukum yang berlaku di Indonesia.

“Dalam konteks sosial, mereka mencari ruang untuk mengekspresikan diri. Tapi dari sisi hukum dan norma, tentu hal itu tidak diperbolehkan,” katanya.

Penyebab Kompleks: Genetik dan Lingkungan

Lebih lanjut, Prof Bagong menjelaskan bahwa penyebab seseorang menjadi pria penyuka sesama jenis masih menjadi perdebatan di dunia akademik.

“Sampai sekarang belum ada kepastian apakah itu faktor genetik atau lingkungan. Ada yang memang lahir dengan hormon feminin atau maskulin yang dominan, tapi ada juga yang terbentuk karena pengalaman sosial,” ungkapnya.

Ia mencontohkan, anak laki-laki yang sejak kecil menjadi korban kekerasan seksual bisa mengalami gangguan orientasi seksual di masa dewasa.

Begitu juga anak perempuan yang tumbuh di keluarga dengan kekerasan domestik bisa mengembangkan kebencian terhadap sosok laki-laki.

“Jadi ini kompleks. Tidak bisa digeneralisasi bahwa semua karena pergaulan,” tegasnya.

Perlu Kearifan dalam Menyikapi

Menurut Bagong, masyarakat sebaiknya menyikapi fenomena LGBT dengan cara yang lebih arif.

“Jujur saja, masyarakat kita kadang lebih membenci LGBT daripada pelaku pemerkosaan. Padahal kalau kita melihat dari perspektif sosial, mereka ini korban, bukan pelaku,” ujarnya.

Sumber: Surya
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved