Produksi Padi Turun Akibat Irigasi Tertutup Perumahan, Pengembang Mangkir Panggilan DPRD Jember

Kondisi tersebut membuat petani sekitar takut karena lahan sawahnya tidak terlindungi akibat pembangunan perumahan.

Penulis: Imam Nahwawi | Editor: Deddy Humana
surya/imam nahwawi (imamNahwawi)
TERTIB - Rapat gabungan Komisi B dan C DPRD Jember membahas saluran irigasi pertanian tertutup di perumahan di Jember. 

Ringkasan Berita:
  • DPRD Jember melakukan dengar pendapat dengan petani dan pemdes mengenai penutupan saluran irigasi oleh pengembang perumahan Rengganis.
  • Penutupan saluran irigasi itu mengakibatkan areal pertanian tidak mendapatkan air dan produksi padi mengalami penurunan.
  • Rapat itu tidak menghasilkan rekomendasi apa pun karena pengembang dari  PT Rengganis Rayhan Wijaya tidak menghadiri undangan dewan.

 

SURYA.CO.ID, JEMBER - Komisi B dan C DPRD Jember menggelar rapat gabungan dengar pendapat, Senin (17/11/2025).

Rapat itu menindaklanjuti hasil inspeksi di saluran irigasi pertanian di dekat Perumahan Rengganis, Kelurahan Antirogo, Kecamatan Sumbersari yang sudah tertutup.

Beberapa pihak yang hadir di antaranya petani, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga dan Sumber Daya Air (SDA) serta Dinas Tanaman Pengan Holtikultura dan Perkebunan, hingga Dinas Penanaman Modal PTSP.

Namun pihak pengembang perumahan dari PT Rengganis Rayhan Wijaya tidak hadir di rapat dengar pendapat yang berlangsung di ruang Banmus DPRD Jember.

Ketua Komisi B, Candra Ary Fianto mengungkapkan, dampak penutupan saluran irigasi tersebut membuat produktifitas lahan sawah dekat perumahan itu menurun.

Candra mengatakan, ketika saluran irigasi berjalan dengan normal, lahan pertanian tersebut sangat produktif. Bahkan bisa dua kali tanam padi dan sekali palawija dalam setahun.

"Tetapi sekarang, meraka hanya bisa menanam padi sekali dan dua kali palawija. Karena ketidaktersediaan air," kata Candra.

Secara ekonomis, kata Candra, para petani mengalami kerugian besar sebab mereka harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk menyedot air sungai yang mengairi sawahnya.

"Sekali menyedot biayanya Rp 150.000. Kalau tanam padi saja, mereka harus menyedot air sungai berapa kali. Jadi secara ekonomis tidak bisa kita hitung jumlahnya," ungkap Candra.

Kondisi tersebut membuat petani sekitar takut karena lahan sawahnya tidak terlindungi akibat pembangunan perumahan.

"Mereka hanya berpikir lahannya tidak akan mungkin bisa produksi. Dan ke depan, kalau tidak terfasilitasi lahan sawah itu dijual dan beralih fungsi," jelasnya.

Candra mengaku akan melihat dulu lokasi perumahan tersebut, guna memastikan masuk kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB) atau tidak.

"Apabila masuk lahan produktif, harus ada tiga kali ganti rugi dari luas lahan yang telah dipakai. Dan tidak boleh saluran irigasi itu terdampak pembangunan perumahan," imbuh legislator Fraksi PDI Perjuangan ini.

Pengembang Perumahan Tidak Datang

Candra mengaku telah mengundang pihak pengembang dalam rapat ini karena saluran irigasi tertutup bangunan perumahan.

Sumber: Surya
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved