Opini

Reformasi Koperasi atau Hidup Segan Mati Tak Mau : Saatnya Indonesia Bangun Raksasa Ekonomi Rakyat

Saat negara-negara maju menikmati stabilitas ekonomi melalui perusahaan raksasa berbasis koperasi, Indonesia justru tertinggal karena koperasi kita...

|
Editor: Cak Sur
Istimewa
Prof Dr Murpin Josua Sembiring S.E M.Si, Ketua Umum Koperasi Sekunder Nasional Binaaan Profesor Indonesia, Ketua Persatuan Profesor/Gurubesar Indonesia Prop. Jawa Timur, Gurubesar Prodi Doktoral Ilmu Manajemen Entreprenuership Univ. Ciputra Surabaya. 

Oleh : Prof. Dr.Murpin Josua Sembiring.S.E.,M.Si
Ketua Umum Koperasi Sekunder Nasional Binaaan Profesor Indonesia
Ketua Persatuan Profesor/Gurubesar Indonesia Prop. Jawa Timur
Gurubesar Prodi Doktoral Ilmu Manajemen Entreprenuership Univ. Ciputra Surabaya.

SURYA.CO.ID - Indonesia tengah berada di persimpangan sejarah ekonomi rakyat. Di saat negara-negara maju menikmati stabilitas ekonomi melalui perusahaan raksasa berbasis koperasi (based on cooperative), kita justru tertinggal karena koperasi kita terjebak dalam skala kecil, lemahnya pengawasan, dan minimnya integrasi ke pasar global.

Fakta mencengangkan Koperasi bisa jadi Raksasa: Rabobank di Belanda adalah bank global milik koperasi telah mencatat total aset €674 miliar (USD 730 miliar) pada 2023 dengan stabilitas modal CET1 ratio 14,9 persen. Migros dan Coop Group di Swiss menguasai lebih dari 70 persen pangsa pasar ritel dengan omzet gabungan lebih dari USD 70 miliar per tahun, semuanya dimiliki jutaan anggota KOPERASI tanpa satu lembar saham pun diperdagangkan di bursa efek yang unpredictable. S Group di Finlandia memiliki 2,5 juta anggota KOPERASI, hampir setengah populasi negara itu, dan menghasilkan penjualan USD 15,6 miliar per tahun. Zen-Noh dan JA Group di Jepang mengelola aset lebih dari USD 500 miliar sekaligus menyalurkan kesejahteraan langsung ke anggota para petani: KOPERASI PETANI. 

Di Swiss, lebih dari 50 persen pangsa pasar ritel dikuasai dua koperasi (Migros & Coop), Di Finlandia, lebih 45 persen populasi menjadi anggota S Group, Di Belanda, Rabobank menguasai sekitar 34 persen pangsa pasar kredit pertanian tanpa listing saham karena pemegang saham anggota koperasi itu sendiri dimana anggota punya hak suara dan memilih perwakilan, program kerja diputuskan oleh manajemen koperasi lokal & pusat, dengan masukan Dewan Anggota serta pengawasan kinerja koperasi: dilakukan oleh Dewan Pengawas (internal), Dewan Anggota (strategis), dan regulator (eksternal).

Negara-negara dengan tradisi koperasi kuat seperti Belanda, Swiss, Finlandia, Jepang, dan Prancis memiliki perusahaan raksasa yang tidak pernah menjual sahamnya di bursa efek dimana keputusan sepenuhnya oleh anggota sebagai wujud ekonomi demokrasi yang tangguh dan kuat, mereka memahami kinerja perusahaan-perusahaan Tbk/ Go Public masuk ke Bursa efek rawan “direkayasa/dikelola” oleh pemilik modal besar dan rentan terkontaminasi dengan issue politik dsb, bagaimana Koperasi Indonesia kita?

Bangun Federasi dan Holding Koperasi Agriculture (benchmarking Ke Jepang)

Gabungkan koperasi pertanian daerah menjadi federasi besar (sekelas Zen-Noh Jepang) National Federation of Agricultural Cooperative Associations (NAFCA), adalah federasi koperasi pertanian nasional Jepang dibentuk pada tahun 1972 melalui penggabungan dua federasi besar: ZENHANREN (pemasaran) dan ZENKOREN (pembelian) dengan jumlah 1.173 koperasi pertanian di seluruh Jepang angotanya 10,26 juta dan jumlah karyawan: sekitar 12.500–12.600 orang. Indonesia perlu bentuk koperasi sekunder yang menguasai logistik, distribusi, bahkan industri pengolahan.

Pertanyaan Besar untuk Indonesia: Di mana Koperasi Kita? 

Dengan lebih dari 80.000 dan ribuan koperasi (baca: Koperasi Merah Putih target Pemerintah 80.000 dan Koperasi yang existing/ yang sudah ada), kenyataannya lebih dari 70 persen hanyalah koperasi simpan pinjam berskala kecil sebagian “Rentenir” Berbaju/Badan Hukum Koperasi. Koperasi sektor pertanian, perikanan, energi, dan ritel modern hampir tidak terdengar, padahal kita negeri agraris-maritim dengan potensi energi terbarukan/newrable energy melimpah. Dorong koperasi ritel nasional (bisa tandingi ritel domestik/perorangan dan asing), koperasi pertanian dan perikanan untuk ekspor produk unggulan, koperasi energi baru terbarukan untuk menguasai rantai pasok listrik seluruh desa dan disinergikan dengan program Koperasi Merah Putih di 80.000 desa/kelurahan.

Yang lebih mengkhawatirkan, banyak koperasi hanya 'koperasi papan nama', dibentuk demi akses bantuan pemerintah, diberi Badan Hukum untuk menjadi simpan pinjam dengan bunga sekelas rentenir. Ini adalah kegagalan sistemik yang harus ada KONSENSUS NASIONAL untuk segera dihentikan!

Saatnya kita belajar dari negara-negara yang telah membuktikan: koperasi bisa menjadi raksasa ekonomi tanpa harus bergantung pada pasar modal. Pemerintah harus berani mengubah paradigma dari koperasi sebagai program top-down menjadi gerakan ekonomi bottom-up. Pendidikan koperasi harus dimulai sejak sekolah dasar untuk menanamkan orientasi koperasi bahwa setiap anggota adalah pemilik sejati dan mampu mensejahterakan. Insentif pajak besar harus diberikan kepada koperasi sektor riil yang transparan, dengan audit digital ketat agar kepercayaan publik terbangun.

Langkah Konkret Hrus Dimulai Sekarang: 

Kita punya UU Perkoperasian (UU No. 25 Tahun 1992 & revisi UU No. 17 Tahun 2012 yang kemudian dibatalkan MK), PP 9/1995 (khusus KSP/simpan pinjam), Permenkop 09/2018 (tentang pembinaan simpin), ada Kementerian Koperasi dan Kementerian UKM, ada Dinas Koperasi di tiap provinsi & kabupaten/kota. Namun, kenyataannya koperasi belum dominan seperti di Belanda, Swiss, atau Finlandia.

Langkah konkretnya bentuk federasi koperasi sekunder nasional, gabungkan koperasi pertanian daerah menjadi holding koperasi meniru Koperasi pertanian Zen-Noh Jepang dimanaZen -Noh merupakan gabungkan koperasi pertanian daerah menjadi federasi besar (sekelas Zen-Noh Jepang) National Federation of Agricultural Cooperative Associations (NAFCA), adalah federasi koperasi pertanian nasional Jepang melalui penggabungan dua federasi besar: ZENHANREN (pemasaran) dan ZENKOREN (pembelian) dengan jumlah 1.173 koperasi pertanian di seluruh Jepang. Indonesia perlu bentuk koperasi sekunder yang menguasai logistik, distribusi, bahkan industri pengolahan.

Mendorong koperasi ritel nasional yang mampu menyaingi jaringan asing, dan bangun koperasi energi baru terbarukan untuk mengelola PLTS desa-desa. Kita memiliki peluang emas untuk menjadikan koperasi sebagai mesin pemerataan ekonomi. Bayangkan jika koperasi ritel nasional menguasai 30 persen pasar domestik, koperasi pertanian mengekspor kopi premium ke Eropa, dan koperasi energi menghidupi listrik desa-desa. Dividen langsung kembali ke rakyat kecil, harga produk petani stabil, dan ekonomi Indonesia bangkit dari akar rumput!

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Publikasikan Karya di Media Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved