Opini
Saatnya Pemerintah Indonesia Menjadikan Guru sebagai Profesi Strategis Negara
Tema resmi UNESCO untuk World Teachers’ Day 2025 adalah “Recasting Teaching as a Collaborative Profession” menata ulang profesi guru
Oleh: Prof. Dr. Murpin Josua Sembiring, S.E., M.Si
Ketua Persatuan Profesor Indonesia (DPD PERGUBI) Jawa Timur
Guru Besar Universitas Ciputra Surabaya, Sekjen Forum Pendidikan Jawa Timur
Menatap Hari Guru Dunia 2025 untuk Indonesia.
Tema resmi UNESCO untuk World Teachers’ Day 2025 adalah “Recasting Teaching as a Collaborative Profession” menata ulang profesi guru sebagai profesi kolaboratif. Maknanya jelas: mutu pendidikan hanya akan meningkat bila para guru saling belajar, berbagi, dan tumbuh bersama sebagai satu komunitas profesional.
Indonesia hari ini memiliki lebih dari 3,3 juta guru, namun masih kekurangan sekitar 300 ribu tenaga pengajar terutama di daerah tertinggal dan kepulauan timur. Ketimpangan distribusi dan rendahnya insentif di daerah membuat kualitas pendidikan nasional tak kunjung merata.
Hasil PISA 2022 menunjukkan skor rata-rata literasi Indonesia hanya 359 poin, jauh di bawah rata-rata OECD (472 poin). Artinya, masih ada krisis pembelajaran mendasar yang tak bisa diselesaikan hanya dengan kurikulum baru. Inti persoalannya adalah mutu dan ekosistem guru.
Problem Struktural: Rekrutmen hingga Karier
Masalah guru bukan sekadar jumlah, tetapi sistem. Proses rekrutmen guru belum sepenuhnya berbasis kompetensi dan kebutuhan daerah (Competency and Region-Based). Guru honorer masih banyak yang bekerja dengan gaji di bawah UMR, sementara jalur karier guru ASN belum memberi ruang luas bagi peningkatan kapasitas profesional.
Selain itu, program pelatihan guru (CPD) masih sering bersifat administratif dan seremonial. Padahal di negara seperti Finlandia, setiap guru wajib menempuh pendidikan magister dan terlibat dalam teaching-research group di sekolah. Di Singapura, jalur karier guru terbuka menjadi master teacher, curriculum specialist, atau school leader semuanya berbasis merit dan prestasi profesional, bukan administratif.
Jika Indonesia ingin mencetak generasi unggul 2045, maka investasi terbesar harus dialokasikan pada pencetakan guru unggul, bukan hanya infrastruktur sekolah.
Solusi Strategis: Sekolah Tinggi Pendidikan Guru Nasional (STPGN)
Sudah saatnya Indonesia memiliki yang saya sebut "Sekolah Tinggi Pendidikan Guru Nasional“ (STPGN) sebuah lembaga negara setara college of education yang khusus mencetak guru profesional berstandar nasional.
Konsep ini meniru keberhasilan STPDN di Jatinangor, yang selama puluhan tahun mencetak pamong praja profesional. STPGN akan berfungsi sebagai center of excellence untuk pendidikan guru dengan prinsip: Seleksi nasional berbasis kebutuhan daerah (Competency and Region-Based), pendidikan berasrama penuh dan dibiayai negara, kurikulum yang menekankan karakter, disiplin, riset pengajaran, dan kolaborasi dan penempatan langsung ke daerah asal setelah lulus.
Calon guru yang dididik di STPGN tidak hanya diajarkan pedagogi, tetapi juga riset tindakan kelas, teknologi pembelajaran, dan industry linkage agar mereka siap menghadapi dunia kerja yang berubah cepat.
Dengan kebijakan afirmatif dari pemerintah, STPGN dapat menjadi wadah strategis untuk mengisi kekurangan 300 ribu guru sekaligus mencetak tenaga pendidik unggul di bidang STEM, vokasi, literasi, dan seni daerah.
Peta Jalan Reformasi Guru Nasional
UU BUMN 2025: Akhir dari ‘Sapi Perah Politik’ dan Amputasi yang Merugi?! |
![]() |
---|
Pajak, Protes, dan Kepercayaan Publik : Jalan Tengah untuk Indonesia |
![]() |
---|
Reformasi Koperasi atau Hidup Segan Mati Tak Mau : Saatnya Indonesia Bangun Raksasa Ekonomi Rakyat |
![]() |
---|
Polisi dan Ketahanan Pangan |
![]() |
---|
Potensi Kenaikan BBM di Tengah Krisis Global: Jangan Biarkan Rakyat Menanggung Sendiri Bebannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.