SURYA Kampus

Sosok Febiyanti, Anak Penjaga Warung yang Lolos SNBP 2025 dan Bisa Kuliah Gratis di FISIP UGM

Febiyanti, anak bungsu dari keluarga sederhana di Sleman, berhasil masuk UGM tanpa tes melalui jalur SNBP 2025. Begini kisahnya

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
UGM
SNBP 2025 - Febiyanti Nur Mahmudah, dan ibunya, Siti Sofariyatun 

SURYA.CO.ID - Di sebuah rumah sederhana di kawasan Sidoagung, Godean, Sleman, Yogyakarta, Febiyanti Nur Mahmudah (18) tinggal bersama ibunya, Siti Sofariyatun (61).

Di rumah bercat dinding berwarna putih yang sudah lusuh inilah menjadi saksi bisu perjuangan gadis yang akrab disapa Febi itu. 

Anak bungsu dari empat bersaudara ini berhasil menjadi salah satu calon mahasiswa yang lolos jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025.

Selain lolos tanpa tes, Febi juga mendapat beasiswa penuh dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Prestasi ini tak lepas dari perjuangan Febi sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).

Selama bersekolah di SMA Negeri 7 Yogyakarta, Febi aktif mengikuti berbagai kegiatan seperti OSIS, Peleton Inti, panitia teater, kegiatan sosial, hingga classmeeting.

Ia juga menjadi bagian dari Forum Anak Kabupaten Sleman.

Di tengah kesibukannya, Febi tetap mampu menjaga prestasi akademiknya.

Ia kerap masuk lima besar di kelasnya dan saat SMA masuk peringkat 7 eligible di jurusannya.

“Kebetulan saya memang suka belajar dan memasak. Walau uang saku saya hanya Rp 5.000 sampai Rp 7.000 per hari, saya selalu berusaha mengatur sebaik mungkin."

"Biasanya saya diantar ibu naik motor ke sekolah, pulangnya naik TransJogja,” kenangnya, Kamis (12/6).

Meski terbiasa hidup sederhana Febi memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan setinggi mungkin dan bercita-cita menjadi dosen atau terjun langsung ke pemerintahan. 

Karena itulah ia mantap memilih Program Studi Politik dan Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.

“Ketertarikan saya pada isu-isu sosial dan politik sudah sejak lama muncul."

"Saya ingin punya peran di masyarakat dan ikut membuat perubahan lewat jalur kebijakan atau pendidikan,” ujar Febi dengan penuh semangat.

Pencapaian ini membuat sang ibu terharu.

Siti, yang kini menjadi orang tua tunggal sekaligus tulang punggung keluarga, bangga kepada putrinya.

Walau pun terkendala secara finansial, semangat belajar Febi tak pernah luntur.

“Saya cuma bisa mendoakan agar dia tetap semangat dan tidak menyerah. Saya tahu dunia kuliah tidak mudah, tapi saya percaya dia bisa,” katanya dengan penuh haru.

Siti lantas menceritakan, dirinya memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan menjaga warung sembako berjarak puluhan kilometer dari rumahnya.

Dari pekerjaannya itu, sang ibu memperoleh penghasilan sekitar Rp 50.000 per hari, atau sekitar Rp 1.200.000 per bulan.

Penghasilan yang harus cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Sang suami, Ismuni Sutrisno, sudah meninggal pada 2021 lalu, akibat penyakit diabetes.

Ia dulunya bekerja sebagai tukang fotokopi rumahan di daerah Kota Yogyakarta.

Sejak ayahnya sakit, keluarga ini memilih pindah rumah ke perkampungan di Godean.

Kisah Serupa : Anak Buruh Lolos SNBP 2025

Raut wajah bahagia terlihat ketika Rachmad Raafi Saputa (18) menceritakan peristiwa yang terjadi pada 18 Maret 2025.

Pada hari itu, Raafi berlari keluar kamar setelah membuka pengumuman hasil Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP) 2025.

Ia ingin segera menunjukkan layar ponselnya kepada orang tuanya yang tengah asyik bercengkerama di teras. 

Layar ponsel Raafi menunjukkan hasil SNBP 2025 yang menyatakan dirinya diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM)

“Bapak ibu terlihat senang, apalagi setelah tahu saya akan kuliah di UGM dengan UKT 0 rupiah,” kenang Raafi, dikutip SURYA.CO.ID dari laman UGM.

Ayah Raafi, Sukiman (60), mengaku senang anaknya bisa diterima kuliah secara gratis dari UGM.

Sebab, Sukiman sadar bahwa dirinya berat jika harus membayar uang kuliah Raafi.

Dirinya hanya bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan Rp 80.000 per hari.

“Apalagi pekerjaan ini tak menentu."

"Kadang ada kadang tidak ada. Saya bersyukur Raafi diterima di UGM semoga bisa kuliah dengan baik dan lancar,” harapnya.

Meski terlahir dari keluarga sederhana, Raafi tidak minder. Ia pun tidak banyak menuntut. Pun, orang tua memintanya sekolah di dekat rumah, di Jalan Temulawak, Triharjo Sleman.

Raafi tercatat melewati pendidikan di SD Muhammadiyah Domban, SMP Negeri 2 Sleman, dan SMA Negeri 1 Sleman.

Kondisi tersebut justru menguntungkan bagi Raafi, sebab dirinya tak perlu mengeluarkan banyak biaya.

Ia juga lebih bisa berkonsentrasi dalam belajar.

Selama menempuh pendidikan dari SD hingga SMA, ia selalu mendapat nilai yang baik dan langganan mendapatkan beasiswa PIP dari pemerintah.

Raafi mengaku, sempat khawatir dan ragu melanjutkan kuliah karena terkendala biaya.

Untuk mengikis bayang-bayang itu, ia pun bertekad mengumpulkan modal dengan bentuk prestasi. 

Tak heran di setiap kesempatan, ia selalu mengikuti berbagai kompetisi, dan buktinya sederet prestasi berhasil ia raih baik akademis maupun non akademis. 

Ia pernah Juara 3 Lomba Sesorah atau pidato Bahasa Jawa di ajang Festival Keistimewaan Yogyakarta, Duta Pekan Keselamatan Jalan (PKJ) di tingkat Provinsi DIY, juara 1 Paduan Suara PMR Tingkat Wira PMI Kabupaten Sleman dan juara 1 Pidato dalam MTQ kabupaten Sleman.

Tidak hanya itu, Raafi juga aktif ikut organisasi ekstrakurikuler dengan  menjadi pengurus OSIS Pradiptatama SMA Negeri 1 Sleman, Peleton Inti dan Paduan Suara Gita Pradiptatama.

Terakhir, ia sempat membuat proyek karya tulis ilmiah untuk mengikuti Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2024 Cabang Fisika Terapan dan Rekayasa yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas).

Pada kompetisi ini, ia menulis tema Membidik Paradigma Lingkungan Indonesia: Inovasi CARBONIX (Carbon Oxygen Nexus Integration Extractor) sebagai Konverter Karbon Dioksida (CO2) menjadi Oksigen (02) dalam Upaya Mereduksi Efek Gas Rumah Kaca.

Raafi mensyukuri atas semua perjalanan yang telah ia lalui selama di bangku sekolah. Cukup banyak alasan, kenapa ia kemudian memilih Fakultas Kehutanan UGM.

Selain bercita-cita menjadi rimbawan, ia berharap bisa membuat perencanaan dan bisa bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup atau perusahaan. 

“Negeri kita dikenal sebagai paru-paru dunia. Kita bisa belajar dari hutan dan bisa belajar tentang Indonesia."

"Kita prihatin hutan di Indonesia semakin menipis, kita sebagai generasi penerus harus dapat memastikan ekosistem global tetap terjaga dan seimbang,” terangnya

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved