Berita Viral
3 Pihak yang Tak Setuju Siswa Nakal Dimasukkan ke Barak Militer, Dedi Mulyadi Beri Sindiran Menohok
Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memasukkan siswa nakal ke barak militer menuai pro dan kontra. Siapa saja yang tak setuju?
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
Ia menjelaskan, pendidikan militer memang bisa bermanfaat untuk mengembangkan keterampilan sosial tertentu, seperti kedisiplinan dan kerja sama, terutama bagi anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan rumah yang terlalu bebas dan tanpa aturan.
Dalam konteks ini, pendidikan militer bisa memberi pengalaman baru yang tidak mereka dapatkan di rumah, misalnya, rutinitas yang terstruktur, tanggung jawab kolektif, dan kerja tim.
“Dalam kegiatan militer, anak tidak bisa berjalan sendiri. Mereka harus belajar bekerja sama, patuh pada aturan, dan itu bisa jadi pengalaman positif. Tapi kalau sumber masalahnya adalah trauma atau luka emosional yang dalam, pendidikan militer jelas tidak cukup.”
Psikolog anak tersebut menekankan bahwa penanganan terhadap anak-anak atau remaja bermasalah harus dilakukan secara menyeluruh.
Intervensi yang efektif harus menggali akar penyebab perilaku bermasalah dan menyesuaikan pendekatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu.
“Artinya, kita tidak bisa hanya mengandalkan satu metode saja."
"Penanganannya harus komprehensif—melibatkan pendekatan psikologis, lingkungan keluarga, pendidikan, dan sosial secara bersamaan."
"Kita harus melihat dulu, kenapa seorang anak ini bermasalah, baru kemudian kita bisa menentukan cara terbaik untuk menanganinya.”
Dengan demikian, pendidikan militer bisa menjadi salah satu bagian dari proses pembinaan, tetapi tidak bisa berdiri sendiri sebagai solusi atas kompleksitas masalah yang dihadapi para remaja.
Lebih lanjut, Stephani menilai bahwa solusi pendidikan militer hanya menyentuh sebagian kecil dari kebutuhan perkembangan remaja.
“Kalau pendekatannya hanya disiplin militer untuk menghadapi siswa yang mengalami masalah perilaku, dampaknya mungkin hanya akan dirasakan sebagian saja."
"Ada banyak hal penting lainnya yang justru tidak mereka dapatkan,” jelas sang psikolog.
“Kadang-kala anak itu kan perlu belajar berpikir kritis, harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri gitu ya."
"Nah, apakah kemampuan berpikir rasional yang seperti itu tuh bisa terlatih di pendidikan militer?” lanjut Stephani.
Selain aspek kognitif, kebutuhan emosional anak juga menjadi sorotan.
Banyak siswa yang bermasalah sebenarnya membawa luka emosional atau trauma yang belum terselesaikan.
Dalam hal ini, keberadaan layanan konseling menjadi krusial—sesuatu yang diragukan keberadaannya dalam sistem pendidikan militer.
“Apakah ada konseling di dalam pendidikan militer?. Kalau tidak ada berarti kan itu unresolved problem juga. Jadi ada masalah yang tidak terselesaikan."
"Nah, kalau ada masalah-masalah yang tidak terselesaikan, saya khawatir ada satu nilai yang belum ada, bisa tetap kurang."
"Misalnya nilai-nilai spiritual, nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai norma sosial yang mungkin bicaranya ke arah spiritual belum terlalu ditekankan misalnya gitu ya. Nah, berarti ada hal yang masih kurang, masih lag, masih masih belum didapat dalam pendidikan si anak,” jelasnya.
Lebih jauh, Stephanie juga menyoroti elemen penting lain seperti kasih sayang. Ia menegaskan bahwa kasih sayang, perhatian, dan kedekatan emosional dari keluarga sangat penting untuk menumbuhkan rasa berharga dalam diri anak.
“Termasuk di dalamnya tadi ya mendapatkan kasih sayang. Itu bahwa dia merasa diperhatikan, merasa disayangi, merasa setiap hari ketemu sama orang-orang yang dia sayang gitu ya dalam hal dalam hal ini harusnya keluarga gitu ya."
"Nah itu misalnya hilang tuh karena kan harus keras, harus tegas misalnya di militer gitu ya."
"Enggak ada tuh ceritanya dipeluk gitu ya disayang gitu sama ibunya, dimasakin makanan yang dia sukai misalnya, enggak ada di pendidikan militer."
"Padahal seseorang itu perlu mendapatkan afeksi, mendapatkan kasih sayang yang yang cukup sehingga dia merasa dirinya tuh berharga,” kata Stepahani.
Bila dilihat jangka panjang atau jangka pendek, Stephanie menilai pendidikan militer belum tentu akan menyelesaikan masalah.
“Jadi kalau ditanya apakah bisa menyelesaikan masalah perilakunya? Saya belum bisa bilang akan selesai hanya dengan militer begitu."
"Jadi Artinya masih perlu itu hal-hal lain di luar pendidikan militer yang diperlukan bagi anak yang punya masalah perilaku tadi. Itu ya salah satunya ya tadi."
"Ada terapinya terapi berpikir rasional."
"Ada intervensi di mana dia harus mendapatkan kasih sayang dari lingkungan gitu ya, mendapatkan afeksi yang yang cukup gitu ya, kasih sayang yang cukup atau misalnya dia juga harus belajar regulasi emosi."
"Bagaimana sih mengatur emosi yang tadi daripada dia lari ke ke ke botol minuman, dia lari ke alkohol, dia belajar untuk mengendalikan emosi dia yang sehat."
"Nah, itu kan saya yakin belum belum tentu ada. Itu yang seharusnya ada. Kalau tidak ada, berarti gangguannya akan tetap tetap tetap muncul gitu ya,” paparnya.
Tanggapan Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi melayangkan sindiran menohok kepada pihak yang tak setuju siswa nakal dimasukkan ke barak militer.
Sindiran tersebut ditujukan kepada pada elite.
Dedi mengatakan para elite hanya bisa mengomentari kebijakannya karena mereka tak mengurus secara langsung anak-anak yang gemar tawuran.
"Pertanyaannya, elite-elite ini ngurusin nggak anak-anak yang tawuran tiap hari? "
"Elite-elite ini ngurusin nggak anak-anak yang di kolong jembatan tidurnya tiap hari? Kan nggak ada yang ngurusin."
"Cuman komentar saja bisanya," ujar Dedi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025), melansir dari Kompas.com.
Dedi menjelaskan, kebijakannya menempatkan siswa nakal selama 6-12 bulan di barak militer harus mendapat persetujuan orangtua.
Menurutnya, di media sosial, rakyat Jabar mendukung kebijakannya itu.
Dia menyebut, mereka yang menolak hanyalah para elite-elite yang cuma bisa ngomong saja.
"Kenapa? Coba gini deh ukurannya. Kebijakan ini sangat disetujui oleh orangtua," ucapnya.
"Dicek di media sosial."
"Siapa sih yang paling mendukung terhadap kebijakan saya? Rakyat Jawa Barat. Siapa yang menentang? Para elite," imbuhnya.
berita viral
Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat
Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Kekayaan Wahyudin Moridu Anggota DPRD Gorontalo yang Berucap Mau Merampok Uang Negara |
![]() |
---|
Duduk Perkara Wali Kota Prabumulih Arlan Copot Kasek Roni, Akui Salah usai Dipanggil Kemendagri |
![]() |
---|
3 Rekam Jejak Wahyudin Moridu Anggota DPRD Gorontalo yang Viral Berucap Mau Merampok Uang Negara |
![]() |
---|
Dua Orang yang Dilaporkan Hilang Usai Demo Jakarta Ditemukan, Ternyata Merantau |
![]() |
---|
Alasan Menkeu Purbaya Tolak Program Tax Amnesty Berlanjut, Singgung Kredibilitas dan Pilih Fokus Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.