Berita Viral

3 Pihak yang Tak Setuju Siswa Nakal Dimasukkan ke Barak Militer, Dedi Mulyadi Beri Sindiran Menohok

Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memasukkan siswa nakal ke barak militer menuai pro dan kontra. Siapa saja yang tak setuju?

Kompas.com/Faqih Rohman
SISWA NAKAL - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi usai kegiatan Hari Pendidikan Nasional di Rindam III Siliwangi, Jalan Menado, Kota Bandung, Jumat (2/5/2025). Sejumlah pihak tak setuju kebijakan Dedi memasukkan siswa nakal ke barak militer. 

Cecep sangat setuju apabila Gubernur Jabar menerapkan pola PPBN untuk mendidik siswa nakal.

Cara tersebut bisa diikuti oleh seluruh murid, bukan hanya untuk siswa nakal saja.

Dia meyakini, pola PPBN akan lebih berdampak pada perubahan perilaku siswa dapat lebih disiplin. 

Namun untuk siswa nakal adanya kurikulum khusus dalam penerapannya.

Teknisnya bukan hanya unsur militer saja yang terlibat dalam pola PPBN tersebut, tetapi mencakup sejumlah pihak semisal agamawan, guru bimbingan dan konseling (BK),psikolog, OSIS dan lain sebagainya.

"Bukan untuk siswa nakal. Tetap seluruh siswa terprogram dibuat road mapnya desainnya sampai kapan, dan anak itu diinapakan dimana seperti boarding school, di kamp militer, luar ruangan, gunung dan lainnya," tuturnya. 

Cecep berharap, Gubernur Jabar bisa mempertimbangkan saran terkait pola PPBN di sekolah di Jabar.

"Mudah-mudahan maksudnya Pak Dedi itu (bela negara) saya setuju 1.000 persen. Kalau pendidikan semisal militer syaratnya tidak sembarangan karena itu untuk komponen cadangan," pungkasnya.

3. Psikolog Stephani Raihana Hamdan

Sementara Psikolog Stephani Raihana Hamdan menyebut, pendidikan militer bukan solusi tunggal untuk menangani remaja atau siswa SMA yang disebut bermasalah.

“Saya melihatnya penanganan itu tidak bisa cuman satu hal. Jadi kalau dikatakan ‘oh akan selesai kalau dikasih militer’, saya rasa hanya sebagian saja."

"Karena pasti ada faktor-faktor lain yang tidak terselesaikan ketika hanya dikasih pendidikan militer,” jelasnya.

Meski mengakui bahwa pendidikan militer bisa menjadi salah satu solusi, Stephani menegaskan bahwa pendekatan ini tidak bisa menjadi satu-satunya solusi dalam menangani remaja bermasalah. 

Terutama jika akar permasalahan yang dihadapi remaja tersebut berasal dari kondisi emosi yang tidak stabil atau trauma masa lalu.

“Sebagai contoh, kalau memang anaknya punya masalah emosi atau trauma, apakah cukup hanya dengan diberi pendidikan militer? Tampaknya tidak,” ujarnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved