Akademisi Unmuh Jember Kritik Tajam RUU KUHAP, Restorative Justice Berpotensi Jadi Alat Kompromi

Kegiatan yang berlangsung, Selasa (29/4/2025) tersebut mengusung tema 'Keadilan Restoratif, Perlindungan Advokat dan Bantuan Hukum'.

Penulis: Imam Nahwawi | Editor: Deddy Humana
surya/Imam Nahwawi (ImamNahwawi)
BEDAH RUU KUHAP - Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember, Ahmad Suryono menelaah revisi UU KUHAP, Selasa (29/4/2025). Akademisi ini sebut Restorative Justice sering dijadikan sarana kompromi hukum. 

SURYA.CO.ID, JEMBER - Revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) seperti belum berhenti menuai kontroversi.

Dan draft RUU itu menjadi pembahasan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember dalam diskusi bertajuk 'Ngaji Hukum: KUHAP Series'.

Kegiatan yang berlangsung, Selasa (29/4/2025) tersebut mengusung tema 'Keadilan Restoratif, Perlindungan Advokat dan Bantuan Hukum'.

Dekan Fakultas Hukum Unmuh Jember, Ahmad Suryono mengatakan, kegiatan ini melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH), akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk membedah draft RUU KUHAP.

"Khususnya dalam aspek restorative justice (RJ) terhadap draft RUU KUHAP, agar kampus juga bisa memberi kontribusi nyata dalam pembentukan legislasi nasional,” kata Suryono.

Menurutnya, pemahaman publik terhadap restoratif justice seringkali menganggap hal itu merupakan barter oleh aparat penegak hukum ketika menangani perkara.

“Tidak bisa dipungkiri, ada kekhawatiran dari publik bahwa RJ hanya dijadikan celah kompromi hukum oleh oknum tertentu. Istilah populernya ‘86’,” kata Suryono.

Suryono meminta anggota DPR RI menata betul tentang penyelesaian perkara di luar pengadilan dalam Revisi RUU KUHAP. “Karena prinsip keadilan tidak boleh dibarter dengan kepentingan tertentu,” tegasnya.

Suryono menilai kalau pengadilan restoratif tidak diatur dengan baik di KUHAP ini, berpotensi dimanfaatkan pelaku kejahatan agar lolos dari jeratan hukum.

“RJ bisa jadi alat pembenaran praktik impunitas. Pelaku kejahatan bisa lolos, korban merasa diabaikan. Akibatnya hukum kehilangan kepercayaan publik,” imbuhnya.

Hasil diskusi publik yang dilakukan Fakultas Hukum Unmuh Jember ini akan dikirim ke Komisi III DPR-RI sebagai masukan resmi.

 “Kami ingin draft RUU KUHAP ke depan benar-benar berangkat dari kebutuhan masyarakat, tidak sekadar kompromi politik atau teknis penegakan hukum,” tutur pakar hukum pidana ini. *****

 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved