Tagihan Listrik Penjual Gorengan Jombang

Alasan PLN Jombang Tolak Uang Donasi untuk Bayar Listrik Masruroh yang Dikumpulkan Para PKL

Alasan PLN Jombang Tolak Uang Donasi untuk Bayar Listrik Masruroh yang Dikumpulkan Para PKL

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Kolase Surabaya.tribunnews.com/Anggit Puji Widodo
UANG DONASI - PLN Jombang menolak uang donasi untuk bayar listrik Masruroh, janda penjual gorengan yang tinggal di Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Uang donasi itu dikumpulkan oleh sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) 

"Ini kami ditolak, kata manajemen, mereka tidak mau menerima karena prosedurnya tidak boleh. Kami sangat kecewa dengan sikap manajemen yang seperti ini," ucap Fattah. 

Padahal, menurut Fattah, tujuan para pedagang sangat jelas, yaitu untuk membantu meringankan beban Masruroh

Ia menilai, sikap manajemen PLN yang menolak bantuan tersebut justru membuat para pedagang merasa tidak dihargai. 

"Kami ke sini tidak ingin apa-apa, hanya ingin membantu ibu Masruroh. Kami ingin memberi, tapi tadi tidak diterima. Alasannya tidak jelas, katanya prosedur mereka tidak mengizinkan," tutur Fattah. 

Fattah menambahkan, wajar jika para pedagang merasa tersinggung atas perlakuan tersebut. Ia menilai, setidaknya pihak PLN bisa menerima niat baik mereka atau memberi solusi lain, bukan sekadar menolak. 

Karena kekecewaan ini, Fattah menyebut pihaknya mempertimbangkan untuk menggelar aksi lanjutan. 

"Langkah selanjutnya, mungkin kami akan turun jalan ke PLN. Karena seperti masyarakat kecil ini perlu dilindungi haknya, jangan terus dipersulit, kasihan," pungkas Fattah.  

PLN Jelaskan Tagihan Listrik Rp12,7 Juta 

PT PLN (Persero) menjelaskan kasus tagihan listrik Masruroh yang sempat menjadi perhatian publik. 

Dalam keterangan resminya, Manager PT PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, mengatakan tagihan listrik sebesar Rp 12,7 juta yang dikenakan kepada pelanggan atas nama Naif Usman/Masruroh sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. 

Dwi Wahyu menjelaskan, pada tahun 2022, pelanggan tersebut dikenai sanksi Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) karena melakukan pelanggaran berupa sambungan langsung listrik tanpa melalui meteran resmi. 

"Dua belah pihak, untuk penyelesaian termasuk tagihan sudah disepakati bersama. Penyelesaian termasuk tagihan harus dibayarkan yakni senilai Rp 19 juga dengan metode angsuran 12 kali," ucapnya pada Senin (28/4/2025).  

Sebagai bagian dari kesepakatan, pelanggan telah membayar uang muka sebesar Rp 3,8 juta pada bulan September 2022. Namun, sejak Oktober 2022, pelanggan tidak lagi membayar angsuran. Akibatnya, pada Desember 2022, PLN melakukan pembongkaran terhadap kWh meter di rumah pelanggan. 

Lebih lanjut, pada Juli 2024, dalam pemeriksaan rutin, PLN menemukan kembali pelanggaran di lokasi yang sama. Petugas mendapati adanya levering, yaitu penyambungan listrik tegangan rendah yang dialirkan ke lokasi lain (Persil lain) tanpa izin. 

"Dari hasil pemeriksaan aliran listrik pada bulan Juli 2024, PLN mendapati pelanggan melakukan levering atau sambungan listrik tegangan rendah yang menyalurnya ke Persil lain," ungkapnya. 

Mengingat tindakan tersebut berpotensi membahayakan keselamatan umum, PLN langsung melakukan pengamanan terhadap sambungan ilegal tersebut. 

Pihak PLN juga mengaku telah berkoordinasi langsung dengan pelanggan terkait penanganan sambungan tersebut.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved