Hakim Tipikor Geleng-Geleng, Seperti Ini Brutalnya Bancakan Dana PKBM di Disdikbud Pasuruan

Kadisdikbud Pasuruan juga dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan kali ini meski yang bersangkutan sudah pensiun sebagai PNS

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/Galih Lintartika (Galih)
BANCAKAN UANG NEGARA - Sebanyak 12 Pegawai Disdikbud Kabupaten Pasuruan disumpah sebagai saksi dalam dugaan korupsi dana bantuan untuk operasional PKBM di PN Tipikor Surabaya, Rabu (16/4/2025). Ada mantan Kadis, Kabid, Kasi hingga staff biasa. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Cara pencairan dan penggunaan miliaran uang negara untuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Pasuruan, memang tindak korupsi yang ugal-ugalan. Selain dana PKBM tidak digunakan semestinya, setelah cair ternyata menjadi ladang bancakan banyak orang di Disdikbud.

Sejumlah fakta terungkap pada sidang lanjutan dugaan korupsi dana hibah yang dikelola oleh PKBM di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu (16/4/2025).

Sidang dengan terdakwa BPS, Ketua PKBM Salafiyah di Kejayan ini berlangsung panas. Sebanyak 12 saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencoba memutarbalikkan fakta yang sesungguhnya.

Para saksi yang dihadirkan adalah pegawai di Disdikbud Kabupaten Pasuruan. Mulai staf biasa, Kepala Seksi (Kasi), Kepala Bidang (Kabid), hingga kepala dinas.

Hasbullah, mantan Kadisdikbud Pasuruan juga dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan kali ini meski yang bersangkutan sudah pensiun sebagai PNS di Pemkab Pasuruan.

Mulanya, 12 saksi ini mencoba mengaburkan fakta bahwa mereka menerima uang dengan besaran yang bervariasi dari terdakwa BPS. Sayangnya di penghujung sidang, BPS memberikan perlawanan.

BPS membantah dengan tegas bahwa ia sukarela menyetorkan uang PKBM kepada para pegawai Disdikbud. Menurutnya, uang itu diminta bahkan ia pernah mendapat perintah untuk memasukkan uang itu ke dalam amplop masing-masing.

“Jadi, ada permintaan dari kepala dinasuntuk dimasukkan ke amplop sendiri - sendiri dengan besaran yang berbeda. Satu pegawai dengan pegawai lainnya tidak sama,” kata BPS sebelum sidang berakhir.

BPS mengakui hampir semua pegawai yang bersentuhan dengan urusan PKBM menerima uang darinya. Mulai pegawai tingkatan paling bawah sampai kepala dinas. Mulai Rp 500.000, sampai puluhan juta.

Pernyataan itu membuat Ketua Majelis Hakim, Cokia Ana Pontia Oppusunggu geleng-geleng kepala. Apalagi saat mendengar uang yang diserahkan kepada para pegawai ini berasal dari dana PKBM yang disalahgunakan.

“Kembalikan saja ke negara, tolong pak jaksa. Kalau tidak dikembalikan nanti akan masuk dalam memori putusan. Masih ada waktu sampai menjelang putusan perkara ini,” tegas Cokia.

Hasbullah, mantan Kadisdikbud Kabupaten Pasuruan tidak berani membantah aliran uang PKBM yang masuk ke kantong pribadinya. Ia mengakui pernah menerima uang dari terdakwa selama menjabat jadi Kadisdikbud.

Hasbullah mengaku pernah menerima uang tiga kali yakni Rp 5 juta pada tahun 2022, Rp 7,5 juta di tahun 2023 dan Rp 30 juta di tahun 2024. Menurutnya uang itu tidak diterima dari terdakwa tetapi dari Forum Komunikasi (FK) PKBM.

Pernyataan Hasbullah memantik respons terdakwa. Seingat BPS, uang yang disetorkan itu memang hasil patungan dari anggota FK PKBM, tetapi nominalnya Rp 30 juta sebanyak dua kali dan Rp 5 juta satu kali.

Usai sidang, Hasbullah tidak tahu pasti uang yang diterima dari FK PKBM seperti pengakuan terdakwa. Hanya saja, ia mengaku akan tetap mengembalikan uang tersebut karena pada dasarnya ia tidak pernah meminta.

Selain Hasbullah, terdakwa juga menyeret nama Kabid Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal (PNF), Nursalim. Dalam pengakuan di sidang, BPS pernah menyetorkan kepada Nursalim sebesar Rp 3 juta.

Sedangkan seorang kasi, DP, diisukan sampai menerima Rp 80 juta selama tiga tahun berturut - turut. Mulai Rp 50 juta ditahun pertama, dan Rp 30 juta di tahun berikutnya.

Tetapi DP membantah pengakuan BPS. Ia mengaku lupa berapa besaran uang yang diterima dari terdakwa. Namun DP tidak membantah pernah menerima uang dari terdakwa selama tiga tahun terakhir.

ES, seorang operator data Dapodik juga disebut-sebut ikut menikmati aliran uang Rp 30 juta dari terdakwa. Uang itu diduga menjadi tanda terima kasih karena peran ES dalam proses berjalannya kejahatan ini.

ES diduga membantu terdakwa BPS mendapat data calon peserta fiktif yang diperoleh dari Pusat Data Nasional (Pusdatin) menggunakan akun dan pasword pegawai Disdikbud.

Dalam perkara lain, ES sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Pasuruan. Ia diduga memiliki peran besar dalam sengkarut korupsi dana PKBM ini.

Terdakwa BPS juga dikenal sebagai orang suka memberi. Karena setiap pegawai yang datang ke tempatnya untuk monitoring dan evaluasi selalu diberi uang transpor kisaran Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per pegawai.

Bukan hanya itu, setelah bantuan operasional cair BPS juga menyetor sejumlah uang ke salah pejabat yang tujuannya untuk dibagikan ke pegawai yang ikut berperan dalam proses pencairan dana bantuan PKBM.

Pernyataan terdakwa dalam sidang ini tidak dibantah oleh para saksi dalam sidang. Mereka mengakui mendapat uang Rp 500.000 sampai Rp 1,5 juta dari salah satu pegawai yang sumbernya dari BPS. Ini disebut sebagai uang “Terima Kasih”

Fahrizal Pranata Bahri, penasehat hukum BPS mengatakan, jika ditotal sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), uang yang disetorkan kliennya kepada para oknum Disdikbud itu lebih dari Rp 300 juta.

Fahrizal tidak menyangkal memang kliennya memasukkan data calon peserta didik fiktif. Namun itu bukan keinginannya, melainkan inisiatif ES yang langsung mendaftarkan data peserta fiktif.

“Dalam sidang tadi ES juga menyampaikan kalau BPS menolak data fiktif diusulkan menerima bantuan, tetapi karena dipaksa akhirnya mau. Karena mau, ada kompensasi yang harus diberikan, yakni uang,” tutupnya. ****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved