Kasus Suap Ekspor CPO

Gelagat Hakim Agam Syarif Masukkan Uang Suap Miliaran Kasus Ekspor CPO ke Goody Bag Sebelum Dibagi

Inilah gelagat hakim Agam Syarif Baharudin, tersangka kasus suap vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Editor: Musahadah
kolase tribunnews
HAKIM DISUAP - TIga hakim menjadi tersangka kasus suap vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO). Ini kekayaan hakim Agam Syarif Baharuddin. 

SURYA.CO.ID - Inilah gelagat hakim Agam Syarif Baharudin, tersangka kasus suap vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO). 

Agam Syarif Baharudin disebut oleh Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar, sebagai penerima uang suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta.

Saat itu, Agam memasukkan uang suap miliaran rupiah itu ke dalam goody bag.  

Selanjutnya, Agam Syarif membagikan uang suap itu kepada hakim ketua Djuyamto dan hakim anggota lainnya, Ali Muhtarom. 

Menurut Qohar, awalnya yang didekati oleh pengacara terdakwa adalah Ketua PN Muhamad Arif Nuryanta. 

Baca juga: Gelagat Hakim Djuyamto Sebelum Jadi Tersangka Suap Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO, Sebut Iktikad Baik

Arif didekati melalui Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Wahyu diminta mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp 20 miliar.  

Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta dengan permintaan vonis onslag tersebut.

Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.

"Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar," tuturnya.

Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.

"Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut," ungkapnya.

"Setelah terbit surat penetapan sidang, Muhammad Arif Nuryanta memanggil DJU (Djuyamto) selaku ketua majelis dan ASB (Agam Syarif Baharudin) selaku anggota," terang Abdul Qohar. 

Muhammad Arif Nuryanta kemudian memberikan uang dollar bila dikurskan ke dalam rupiah Rp 4,5 miliar.  

"Di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi," jelasnya. 

Setelah menerima uang dari Arif, hakim Agam dikatakan Qohar memasukkannya ke dalam goody bag yang kemudian dibagikan untuk dirinya, Djuyamto dan Ali secara merata. 

Lebih jauh dijelaskan Qohar, pada medio September atau Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang kepada Djuyamto sebesar Rp 18 miliar. 

Uang miliaran itu selanjutnya dibagikan lagi oleh Djuyamto kepada Agam dan Ali di depan Bank BRI wilayah Pasar Baru, Jakarta Pusat. 

"Dengan porsi pembagian sebagai berikut, ASB menerima sebesar uang dollar jika dirupiahkan sebesar Rp 4,5 miliar, kemudian DJU menerima uang dollar atau jika dirupiahkan sebesar Rp 6 miliar, dan AL menerima uang berupa dollar Amerika jika dirupiahkan setara Rp 5 miliar," kata Qohar. 

Alhasil jika ditotalkan uang yang diterima oleh ketiga tersangka terkait kepengurusan perkara ini senilai Rp 22,5 miliar. 

Kejaksaan Agung akhirnya menyelidiki kejanggalan terkait vonis onslag tersebut.

Awalnya, kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka. 

Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Kemudian, MS dan AR berprofesi sebagai advokat. 

Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar. 

Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya. 

"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN)  diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar. 

"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, di mana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya. 

Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun. 

Dalam perjalanannya, Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Ketiganya merupakan majelis hakim yang memberikan vonis onslag dalam perkara tersebut. 

Siapakah Agam Syarif Baharudin?

SUAP EKSPOR CPO - Ilustrasi hakim. Inilah sosok Agam Syarif dan Ali Muhtarom, Hakim Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Suap Fasilitas Ekspor CPO.
SUAP EKSPOR CPO - Ilustrasi hakim. Inilah sosok Agam Syarif dan Ali Muhtarom, Hakim Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Suap Fasilitas Ekspor CPO. (Tribun Batam/Istimewa)

 

Agam Syarif Baharuddin adalah seorang hakim yang saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Agam Syarif Baharuddin lahir di Bogor pada 24 Maret 1969.

Menurut informasi dari laman IKAHI, Agam Syarif merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di PN Jakarta Timur.

Ia merupakan lulusan Magister Hukum dari Universitas Sebelas Maret, dengan fokus studi pada ilmu hukum.

Dia mendapat gelar sarjana dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan mendapat gelar master dari Universitas Syiah Kuala.

Selama berkarier sebagai penegak hukum, Agam pernah menjabat sebagai Ketua PN Demak dan bertugas di beberapa wilayah di Jawa Tengah.

Agam Syarif pernah menangani kasus yang berkaitan dengan Habib Rizieq di PN Jakarta Timur terkait kerumunan Megamendung.

Pada 19 Maret 2025, Agam Syarif Baharuddin menjadi salah satu anggota majelis hakim yang memutuskan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor crude palm oil (CPO).

Putusan ini menuai kontroversi karena bertentangan dengan tuntutan jaksa yang menilai bahwa perbuatan para terdakwa telah merugikan perekonomian negara hingga triliunan rupiah.

Harta Kekayaan

Melansir Kompas.com, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir kali dilaporkan, Agam Syarief Baharudin memiliki total kekayaan Rp 2.304.985.969 yang terdiri dari:

1. Tanah dan bangunan Rp 1.625.000.000

Tanah dan bangunan seluas 192 m2/400 m2 di Kab/Kota Sukabumi, hasil sendiri Rp 1.250.000.000
Tanah dan bangunan seluas 192 m2/120 m2 di Kab/Kota Sukabumi, hasil sendiri Rp 375.000.000
2. Alat transportasi dan mesin Rp 312.000.000

Motor, Honda solo tahun 2017, hasil sendiri Rp 8.000.000
Mobil, Toyota Yaris minibus tahun 2020, hadiah Rp 250.000.000
Motor, Honda solo tahun 2023, hasil sendiri Rp 17.000.000
Motor, Yamaha solo tahun 2023, hadiah Rp 37.000.000
Selain itu, Agam juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 121.350.000 dan kas sebesar Rp 246.635.969.

Sebagian artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Profil Hakim Agam Syarif Baharuddin Tersangka Kasus Suap, Pernah Tangani Kasus Habib Rizieq

 

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved