Sindikat Uang Palsu Kampus UIN Makassar

Diduga Jadi Otak Percetakan Uang Palsu, Segini Gaji Andi Ibrahim Pejabat UIN Alauddin Makassar

Terungkap besaran gaji Andi Ibrahim, Pejabat UIN Alauddin Makassar yang diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu.

|
kolase Tribun Timur
Andi Ibrahim (kiri), Pejabat UIN Alauddin Makassar yang Diduga Jadi Otak Percetakan Uang Palsu. Segini besaran gajinya. 

SURYA.co.id - Terungkap besaran gaji Andi Ibrahim, Pejabat UIN Alauddin Makassar yang diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu.

Diketahui, Dr. Andi Ibrahim, Kepala UPT Perpustakaan Pusat UIN Alauddin Makassar, diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu yang dilakukan di lingkungan kampus.

Kasus ini terbongkar setelah polisi menemukan dugaan pabrik uang palsu di Perpustakaan Syekh Yusuf, Kampus II UIN Alauddin Makassar.

Sebagai dosen PNS UIN Alauddin Makassar, Dr Andi Ibrahim berada di bawah naungan Kementerian Agama atau Kemenag.

Sebagai dosen PNS, Dr Andi Ibrahim menerima gaji setiap bulannya di kisaran Rp 7 juta sampai Rp 10 juta.

Baca juga: Duduk Perkara Pejabat UIN Alauddin Makassar Diduga Jadi Otak Kasus Percetakan Uang Palsu di Kampus

Angka tersebut dikutip dari besaran gaji dosen Kemenag.

Dr Andi Ibrahim juga memperoleh penghasilan tambahan dari sertifikasi dosen, serta biaya hibah penelitian.

Dikutip dari Kompas.com, gaji dosen PNS berada di kisaran Rp3 juta sampai Rp6 juta.

Ada pula tambahan penghasilan lainnnya.

Gaji dosen sendiri sebenarnya sama dengan PNS di instansi lainnya mengikuti golongan dan jabatannya.

Dikutip dari laman Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, gaji dosen ditentukan berdasarkan golongannya dari IIIB sampai IV. 

Dosen sendiri merupakan formasi yang mensyaratkan pendidikan minimal S2 atau magister, sehingga bila menjadi ASN, maka secara otomatis akan masuk dalam golongan III di tahun-tahun pertamanya menjadi dosen.

Gaji dosen PNS atau gaji dosen negeri yang berkarya 0-1 tahun ada di level golongan IIIB berkisar antara Rp 2.903.600 hingga Rp 5.180.700 per bulannya.

Sementara itu gaji dosen golongan IV berkisar antara Rp 3.287.800 dan Rp 6.373.200

Sumber pendapatan lainnya bagi dosen adalah hibah penelitian.

Semakin banyak penelitian yang dilakukan dosen, maka semakin besar pula pemasukan yang bisa diterima.

Namun, tidak semua dosen mendapat peluang untuk mendapat insentif penelitian atau hibah riset (tambahan gaji dosen).

Selain berbagai tunjangan di atas, dosen juga berhak mendapat tunjangan atas tugas tambahan setiap bulannnya.

Hal ini tercantum dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2007.

Tambahan tugas yang dimaksud di atas meliputi tugas memimpin sebagai Rektor, Pembantu Rektor, Dekan, Pembantu Dekan, Ketua Sekolah Tinggi, Pembantu Ketua, Direktur Politeknik, Direktur Akademi, dan Pembantu Direktur.

Tunjangan tambahan ini akan gugur jika dosen diangkat dalam jabatan struktural atau fungsional.

Besaran tunjangan atas tugas tambahan ini berkisar dari Rp 1,35 juta hingga Rp 5,5 juta sesuai dengan tugas yang diemban.

Dosen juga masih bisa mendapatkan penghasilan dengan menjadi pembicara atau pengisi workshop, penulis buku, peneliti, penulis modul praktikum, pengoreksi soal ujian, penguji sidang akhir, pembimbing mahasiswa tugas akhir, dan pembimbing mahasiswa PKL (Praktek Kerja Lapangan).

Duduk Perkara Kasus Percetakan Uang Palsu

Andi Ibrahim diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu di
Andi Ibrahim diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu di (Kolase Kompas/Tribun Timur)

Dr. Andi Ibrahim, Kepala UPT Perpustakaan Pusat UIN Alauddin Makassar, diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu yang dilakukan di lingkungan kampus.

Kasus ini terbongkar setelah polisi menemukan dugaan pabrik uang palsu di Perpustakaan Syekh Yusuf, Kampus II UIN Alauddin Makassar.

Sebagian uang palsu diketahui telah beredar di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan seperti Kabupaten Gowa dan Wajo. 

Terkait kasus tersebut, polisi menangkap lima tersangka di Mamuju, yakni:

MB (35), pegawai honorer UIN Alauddin Makassar.

TA (52), ASN Pemprov Sulbar.

MMB (40), ASN Pemprov Sulbar. 

IH (42), seorang tukang jahit.

WY (32), seorang wiraswasta. 

Dari tangan mereka, polisi menyita uang palsu senilai Rp 11 juta, siap edar.

Menurut Kasi Humas Polresta Mamuju, Ipda Herman Basir, uang palsu ini diproduksi di UIN Alauddin Makassar dan diperjualbelikan di Kabupaten Mamuju sejak pertengahan November 2024.

Atas perintah Andi Ibrahim, MB membawa uang palsu ke Mamuju dan mencari jaringan untuk mengedarkan uang tersebut. 

TA kemudian menawarkan uang palsu kepada IH dengan imbalan Rp 10 juta uang asli untuk mendapatkan Rp 20 juta uang palsu.

Setelah transaksi berhasil, TA menerima bonus Rp 1 juta dari MB.

Sementara  MMB dan WY, juga mendapatkan bagian uang palsu.

Polisi mencatat sekitar Rp 9 juta uang palsu telah beredar di Mamuju dan telah digunakan berbelanja di toko-toko dan swalayan.

Hingga kini, total 15 tersangka telah ditangkap terkait kasus ini.

Sembilan tersangka ditahan di Polres Gowa dan lima tersangka dibawa dari Mamuju ke Polres Gowa. 

Sementara atu tersangka ditangkap di Kabupaten Wajo. Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menyebutkan bahwa penyidikan terus dilakukan untuk mengungkap kemungkinan tersangka lainnya.

Polisi menemukan sejumlah barang bukti di Kampus II UIN Alauddin Makassar, termasuk uang palsu senilai Rp 446 juta. 

Penyelidikan dimulai setelah pelaku pertama ditangkap di Kecamatan Pallangga, Gowa, saat bertransaksi menggunakan uang palsu emisi terbaru senilai Rp 500 ribu.

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar, Muhammad Khalifah Mustamin, mengonfirmasi bahwa kepala perpustakaan dan satu staf terlibat dalam kasus ini.

Kedua pelaku telah dinonaktifkan dari jabatan mereka.

Namun, keputusan pemecatan memerlukan mekanisme lebih lanjut dari Kementerian Dalam Negeri.

Muhammad Khalifah menegaskan bahwa kampus akan kooperatif mendukung investigasi polisi.

“Kami mendukung penuh pemberantasan tindakan yang merugikan masyarakat dan nama baik kampus,” ujarnya.

Sementara Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, menyatakan bahwa pihak kampus menunggu hasil penyelidikan resmi dari polisi.

“Jika terbukti bersalah, sanksi akademik yang tegas akan diberikan. Namun, untuk saat ini, kami tidak ingin berspekulasi,” kata Prof. Hamdan.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved