Pembunuhan Vina Cirebon

Beda Nasib 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon dengan Sengkon dan Karta yang PKnya Diterima, Ini Sebabnya

Kasus Vina Cirebon disebut-sebut sama dengan kasus Sengkon dan Karta yang terjadi pada 1974 silam. 

Editor: Musahadah
kolase harian kompas/kompas TV
Nasib 7 terpidana kasus Vina Cirebon disebut mirip dengan Sengkon dan Karta. Namun, endingnya berbeda. 

Meski keduanya terus membantah selama persidangan, tapi palu hakim dijatuhkan 12 tahun untuk Sengkon dan 7 tahun untuk Karta.

Mengutip Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, hakim yang pimpin oleh Djurnetty Soetrisno lebin meyakini cerita BAP Kepolisian ketimbang fakta dan bantahan kedua terdakwa.

"Mereka menerima vonis Pengadilan Negeri Bekasi, meski  keduanya terus membantah sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan, namun Hakim Teti dengan hukuman 12 tahun (Sengkon) dan 7 tahun (Karta) atas dakwaan pembunuhan dan perampokan," demikian tercantum dalam direktori itu.

Singkat cerita, Sengkon dan Karta menjadi penghuni LP Cipinang Jakarta. Namun justru dalam penjara itu mulai terkuak masalah sebenarnya.

Seorang penghuni LP bernama Gunel mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan yang dituduhkan kepada Sengkon dan Karta.

Gunel adalah terdakwa pencurian yang sudah terbukti dan ia dihukum sepuluh tahun penjara.

Pengakuan Gunel membuka tabir kejahatan yang selama ini dituduhkan kepada Sengkon dan Karta.

Gunel tidak sendirian dalam melakukan aksi kejahatnnya.

Dia dibantu S mencongkel pintu belakang rumah Sulaeman-Siti Haya saat malam kejadian. Namun, begitu masuk, Gunel dan kawannya  dikagetkan dengan Sulaeman-Siti Haya yang ternyata sudah bangun.

Tanpa berlama-lama, Gunel segera memukul dan membacok tubuh Sulaeman dan istrinya secara bertubi-tubi. 

Dikutip dari Kompas.com, menurut gambaran jaksa saat itu, tubuh Sulaeman dan Siti Haya dipenuhi dengan luka dan memar.

Berdasarkan hasil visum, Sulaeman mengalami luka memar di 15 tempat, sedangkan Siti Haya 12 tempat. Salah satu luka serius yang dialami Sulaeman berupa putusnya pergelangan tangan.

Perbuatan para tertuduh, menurut jaksa, telah melanggar Pasal 55 Jo 340 jo 486 KUHP (Pembunuhan Berencana), Pasal 50 jo 338 jo 386 KUHP (pembunuhan dengan sengaja), Pasal 55 jo 486 KUHP (menganiaya berat hingga korban tewas) dan Pasal 55 jo 365 KUHP (pencurian dengan kekerasan sampai mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain). Dalam kasus ini, kalung emas dan uang kontan sebesar Rp20.000 diambil oleh para pelaku.

Tapi kebenaran dan nasib baik saat itu berpihak pada Sengkon dan Karta. Hanya saja, kala itu putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak bisa diganggu gugat.  

Berkat bantuan pengacara Albert Hasibuan, keduanya mengajukan upaya hukum luar biasa alias Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung yang sebelumnya tidak dikenal dalam peradilan di Tanah Air. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved