Berita Viral

Isi Pembelaan Guru Supriyani 188 Halaman Berjudul Orang Susah Harus Salah, Ngotot Tak Ada Kekerasan

Pembelaan guru Supriyani setebal 188 halaman berjudul Orang Susah Harus Salah akan dibacakan di sidang PN Andoolo, Konawe Selatan hari ini.

|
Editor: Musahadah
tribun sultra
Meski dituntut bebas, guru Supriyani tetap mengajukan pembelaan setebal 188 halaman di sidang hari ini, Kamis (14/11/2024). 

SURYA.CO.ID - Setelah dituntut bebas di kasus penganiayaan siswa, guru Supriyani akan membacakan pembelaan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, hari ini, Kamis (14/11/2024). 

Untuk pembelaan ini, kuasa hukum guru Supriyani telah menyiapkan pledoi setelah 188 halaman.

Pledoi ini upaya terakhir Supriyani untuk mempertahankan hak-hak hukum yang dimiliknya sebelum hakim menjatuhkan vonis.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan mengaku sudah siap membacakan pledoi di persidangan, 

"Untuk besok pledoi, kami sudah siap. (Tebal pledoi) 188 halaman, judulnya 'Orang Susah Harus Salah'," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (13/11/2024).

Baca juga: Tetap Santai Meski Pembelaan Guru Supriyani Ditolak, Andri Darmawan Malah Siapkan Laporan Balik

Baca juga: Tabiat Ivan Sugianto Buat Orangtua Siswa Manut Anaknya Sujud dan Menggonggong, Pamer Dekat Aparat

Andri menjelaskan garis besar pledoi yang akan dibacakan Supriyani adalah terkait tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya.

Selain itu, tertuang pula analissi yuridis untuk membuktikan Supriyani tidak melakukan kekerasan terhadap D.

"Secara garis besar, kami membahas tuntutan JPU dan juga melakukan analisis terhadap fakta-fakta yang terungkap di persidangan."

"Selanjutnya, terdapat pula analisis yuridis bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan kekerasan terhadap anak," jelasnya.

Andri mengatakan pledoi setebal hampir 200 halaman itu tidak akan dibacakan seluruhnya.

"Tidak (dibacakan seluruhnya), cuma pokok-pokoknya saja," tuturnya.

Sebelumnya, Andri menyebut tuntutan JPU itu aneh dan absurd. 

Dikutip dari tayangan NTV Prime Nusantara TV pada Senin (11/11/2024), Andri Darmawan mengungkap tuntutan JPU terhadap guru Supriyani itu bukan bebas tapi lepas dari tuntutan hukum. 

Pasalnya, dalam tuntutannya, JPU menyebut guru Supriyani terbukti melakukan perbuatan, tapi itu bukan tindak pidana. 

"Jaksa cari aman saja, di satu sisi dia mengatakan, ibu Supriyani terbukti melakukan perbuatan, di sisi lain, menuntut bebas," ungkap Andri.

Andri melihat aneh tuntutan ini karena dalam pertimbangnnya, jaksa menuntut lepas karena tidak ada mensrea atau niat jahat guru Supriyani melakukan penganiayaan atau pemukulan terhadap korban. 

Namun, dalam penjelasannya jaksa justru mengatakan bahwa guru Supriyani melakukan kekerasan dan  ada niat dan kehendak mengetahui akibat perbuatannya akan menimbulkan kekerasan pada anak. 

"JPU mengatakan, bahwa di situ dia memiliki niatan sengaja dan mengetahui dampaknya. 

kemudian di bagiaan akhir mengatakan tidak ada niat. Tuntutan JPU, ini aneh," kata Andri.  

Baca juga: Sosok Eks Wakil Ketua LPSK yang Sebut Jaksa Cuci Dosa soal Tuntutan Bebas Guru Supriyani

Baca juga: Curahan Hati Ira Maria Menangis Lihat Anaknya Diperlakukan Seperti Binatang Oleh Ivan, Saya Takut

Apalagi, lanjut Andri,  saat mengatakan Supriyani melakukan pemukulan, cuma berdasarkan asumsi, seperti kesaksian saksi anak yang berbeda-beda. 

 "Mulai dakwaan jaksa kokoh pada pendiriannya, kejadian pemukulan jam 10.00. Saat pemerikasan anak-anak berubah keterangan ada yang mengatakan pukul 8,30, jam 10.00, dan ada yang tidak tahu. Di dalam tuntutan jaksa meyakini perbuatan itu terjadi di rentan waktu pukul 08.00 hingga 10.00. Jaksa tidak mmetakan kapan kejadian itu, juga bagaimana cara Supriyani masuk dan memukul," terang Andri.  

"Ini tuntutan yang absurd menurut kami," tegas Andri. 

Upaya Jaksa Cuci Dosa

Tuntutan bebas untuk guru Supriyani dikritisi praktisi Edwin Partogi dan Pakar Hukum Azmi Syahputra.
Tuntutan bebas untuk guru Supriyani dikritisi praktisi Edwin Partogi dan Pakar Hukum Azmi Syahputra. (kolase nusantara tv)

Praktisi hukum Edwin Partogi menilai tuntutan bebas untuk guru Supriyani hanya cara jaksa untuk cuci dosa.

Edwin beralasan proses persidangan terhadap guru Supriyani ini tidak akan terjadi kalau tidak ada dakwaan jaksa.

Dan, dari sejak penyerahan perkara, jaksa memiliki kewenangan untuk menghentikan perkara, namun itu tidak dilakukan. 

"Ini (tuntutan bebas) ada kesan bagian dari cuci dosa dari jaksa," sebut Edwin dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Selasa (12/11/2024). 

Selain itu, mantan komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ini juga melihat ada nuansa tidak ikhlas jaksa dalam membuat tuntutan.

Hal ini beralasan karena sesuai fakta persidangan, dari bukti scientifik dan keterangan ahli dokter forensik RS Bhayangkara, menyebutkan luka yang dialami D tidak disebabkan pukulan sapu ijuk. 

Lukanya, bukan memar, tapi melepuh sepertti luka bakar dan seperti luka lecet.

Hal ini membantah barang bukti yang dihasdirkan di sidang.

Ketiga, Edwin melihat tuntutan bebas atau lepas ini upaya jaksa mengubah posisinya menjadi pahlawan. 

Baca juga: Senasib dengan Muhidin Driver Ojol Antar Pesanan Pakai Sepeda, Sosok Ini Langsung Diajak ke Dealer

Baca juga: Murid SDN 4 Baito Sebut Guru Supriyani Baik dan Tak Pernah Memukul, Mohon pada Hakim Agar Dibebaskan

Dia menuding jaksa mencari panggung di tuntutan bebas ini. 

"Jaksa cari panggung lain agar dikatakan dia bagian pahlawan perkara ini. Padahal, dari awal, perkara ini gak akan lanjut kalau jaksanya profesional dalam menangani perkara sejak awal," tegasnya. 

Edwin melihat ada ketidakprofesional jaksa di perkara ini, mulai dari menerima berkas dari penyidik, menahan Supriyani hingga menyerahkan berkas ke pengadilan. 

"Di penyidikan gak, di jaksa ditahan. Pelepasan dari tahanan itu kan karena penetapan pengadilan," tukasnya. 

Sementara itu, pakar hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengatakan, tuntutan bebas yang diberikan jaksa di kasus guru Supriyani, bukan hal aneh karena diatur di undang-undang kejaksaan dan pedoman jaksa agung. 

Namun, tuntutan bebas ini sangat kontradiktif, kalau disandingkan dengan upaya penahanan yang sudah dilakukan jaksa. 

Karena, untuk melakukan penahanan jaksa tentu sudah memiliki dua alat bukti yang kuat untuk menduga keras tersangka melakukan perbuatan pidana. 

Namun, saat ini, jaksa justru membuat tuntutan bebas yang menyatakan itu tidak terbukti, kesalahan tidak terbukti, tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti , alat bukti kurang.

Artinya, lanjut Azmi ini ada perbedaan mendasar antara jaksa peneliti dengan jaksa yang menyidangkan di pengadilan. 

"Jaksa di persidangna, ketukan hati nurani, moralnya bersuara. Jaksa peneliti kurang hati-hati," katanya. 

Azmi berharap jaksa peneliti yang tidak profesional dan sesuai prosedur ini akan diberi sanksi kinerja oleh kejaksaan. 

"Jaksa yang tidak profesional, di tingkat jaksa peneliti. Jaksa yang menyidangkan, berani mendobrak melakukan terobosan nurani, ada moralnya karena dia melihat tidak seperti apa yang diceritakan. "

"Ya hartus diapresiasi bagi yang berani. Harus diberikan sanksi secara disiplin atau kinerja bagi jaksa peneliti," tegasnya. 

Di kasus ini Azmi tidak melihat kalah menangnya, tapi solusi ke depan. 

Baca juga: Perjuangan Rizky Bocah 11 Tahun Rawat 3 Adiknya Sendirian, Tak Malu Jualan Ikan, Upah Cuma Rp 7 Ribu

Baca juga: Detik-detik Ivan Sugianto Ditangkap usai Jadi Tersangka Paksa Siswa SMA Gloria Surabaya Menggonggong

"Solusi ke depan adalah pentingnya, perlindungan hukum bagi para pendidik," tukasnya. 

Sementara itu, Susno Duadji menyebut tuntutan ini menambah daftar kesalahan jaksa di kasus guru Supriyani. 

Sebelumnya, jaksa telah salah menerima berkas perkara Supriyani yang sama sekali tidak ada alat buktinya.

"Justru alat bukti yang ada menunjukkan supriyani tidak melakukan perbuatan yang disangkakan penyidik," terang Susno. 

Kesalahan kedua, lanjutnya, jaksa telah menahan Suproyani. 

Dan kesalahan ketiga, jaksa membuat tuntutan yang agak aneh.

Menurut Susno, tuntutan bebas itu memang harus diberikan jika memang dakwaan tidak terbukti.

"Orang sidang di pengadilan mencari kebenaran, kalau tidak bersalah ya harus bebas.

Ini bagus menuntut bebas, tapi yang tidak kita terima adalah alasannya," katanya. 

Susno menyebut jaksa plin plan dalam tuntutannya karena di satu sisi menyebut Supriyani terbukti melakukan perbuatan tapi tidak ada niat jahat. 

Tapi di pertimbangannya ada niat, tapi ujungnya bilang tidak ada. 

"Ya kalau mau bebas, dibebaskan aja. Katakan perbuatannya tidak terbukti, maka harus bebas. 
Itu bukan hanya bisa, tapi wewenang dia mengatakan begitu. Itu undang-undang yang mengamanatkan," katanya.  

"Ini agak aneh.

"Ini gimana pathing pletok gitu," kritik Susno. 

Susno menilai dari cara jaksa membuat tuntutan, wajar saja jika dalam menanganai perkara seperti babaliyun. 

"Kita tinggal menunggu hakim, mudah-mudahan hakimnya tidak babaliyun juga ya," tegasnya. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Baca juga: Tuntut Nama Baik Guru Supriyani Direhabilitasi dan Bebas Murni, Pengacara Singgung JPU Dilematis

Baca juga: Sosok Bripda Nia, Polwan Rela Mengajar Baca dan Ngaji Anak-anak Pedalaman di Jambi Secara Gratis

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved