Berita Viral

Dukung Guru Supriyani, Teman Seprofesi Rela Tidak Mengajar Demi Hadir di Persidangan

Sejumlah Anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) hadit di persidangan untuk mendukung Guru Supriyani. 

|
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Kompas.com
Dukung Guru Supriyani, Teman Seprofesi Rela Tidak Mengajar Demi Hadir di Persidangan 

Di sana, Kapolsek Baito memintanya untuk bermusyawarah dengan orang tua murid.  

Supriyani mengaku diminta uang sebesar Rp 50 juta dan tidak mengajar lagi.  

"Tapi diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai. Kami mau dapat uang di mana Pak? Saya hanya buruh bangunan,” ungkap Kastiran.   

Karena tidak mampu membayar, Kastiran menyebut Supriyani lalu ditahan di Lapas Perempuan Kendari oleh Kejaksaan Negeri Konsel. Kasusnya pun dilimpahkan ke pengadilan.   

”Minggu lalu dapat panggilan dari Kejaksaan Negeri Konsel untuk dimintai keterangan. Di situ istri saya ditanya lagi apa melakukan yang dituduhkan atau tidak?" ujar Kastiran pada Senin (21/10/2024).   

Tetapi karena menurutnya tidak melakukan pemukulan tersebut, Supriyani tidak mengakui hal itu.   

"Di situ istri saya langsung ditahan sampai sekarang,” jelasnya.  

Penjelasan Kepala Sekolah  

Kepala SDN 4 Konawe Selatan, Sanaa Ali mengatakan, pihak sekolah tidak pernah mengkonfirmasi adanya kejadian pemukulan oleh Supriyani sejak awal.  

Ia memastikan Supriyani mengajar di kelas IB dan sang murid belajar di kelas IA pada hari yang dituduhkan.  

Jika terjadi pemukulan, anak-anak tentu akan berteriak dan ada keriuhan di sekolah. Namun, suasana saat itu berjalan biasa saja.   

”Jadi, kami menuntut agar guru kami dibebaskan dari segala tuntutan, dan ditangguhkan penahanannya. Terlebih lagi, beliau saat ini mendaftar P3K dan akan ikut tes setelah mulai honor sejak 2009,” tegasnya.  

Penjelasan Polisi  

Kapolres Konawe Selatan Ajun Komisaris Besar Febri Syam membenarkan ada orangtua yang melaporkan Supriyani atas dugaan pemukulan sehingga menyebabkan luka di paha sang anak.   

Menurut Febri, luka itu awalnya diketahui ibu korban. Saat ditanya, sang anak menjawab dia terluka akibat jatuh saat bermain di sawah.   

Namun saat kembali ditanya keesokan harinya, sang anak mengaku terluka akibat dipukul salah seorang gurunya bernama Supriyani.   

”Sejak kasus berlanjut sejumlah langkah mediasi telah dilakukan. Namun, karena tidak ada titik temu kasus berlanjut hingga dilimpahkan ke kejaksaan dan saat ini (Supryani) ditahan,” terangnya.   

Febri mengungkapkan, murid tersebut memang sempat dihukum oleh gurunya karena melakukan kesalahan terlambat menulis pada Rabu (24/4/2024).   

"Namun pada hari itu, anak itu tidak melapor apa-apa," ujarnya dalam konferensi pers di Polres Konawe Selatan pada Senin (21/10/2024).   

Dua hari kemudian, sang ibu menemukan luka pada paha anaknya ketika akan memandikan anak tersebut.   

Anak itu awalnya mengaku jatuh di sawah. Namun, saat ditanya sang ayah, dia mengaku dipukul gurunya.  

Kedua orangtua murid itu lalu meminta keterangan dua saksi yang disebut korban melihat kejadian tersebut.   

Kedua saksi mengaku sang murid dipukul dengan gagang sapu ijuk di dalam kelas pada Rabu (24/4/2024).   

Orangtua murid lalu melaporkan kejadian itu ke Polsek Baito pada Jumat (26/4/2024).   

Polisi melakukan pemeriksaan kepada terduga pelaku. Berbagai upaya dilakukan termasuk mediasi antara kedua pihak.   

Namun, upaya itu tidak berhasil.  Menurut Febri, polisi menyarankan sang guru pergi ke rumah muridnya untuk minta maaf.   

Sang guru kemudian meminta maaf dan mengakui perbuatannya saat mendatangi rumah korban.   

Permintaan maaf itu awalnya diterima ibu korban. Namun, sang ibu lalu mendengar kabar yang menyebut permintaan maaf itu tidak ikhlas.   

Orangtua korban merasa tersinggung dan melanjutkan laporan perkara tersebut hingga kini sampai ke pengadilan.  

Penahanan Ditangguhkan  

Penahanan guru Supriyani ditangguhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) pada hari Selasa (22/10/2024).  

“Menangguhkan penahanan terdakwa Supriyani SPd dengan syarat-syarat sebagai berikut,” tulis petikan surat penetapan tersebut.  

Tiga syarat tersebut yakni terdakwa tidak akan melarikan diri dan tidak akan menghilangkan barang bukti.  

Selain itu, terdakwa sanggup hadir pada setiap persidangan.  

Meski penahananny ditangguhkan, Supriyani harus merelakan kesempatannya menjadi guru PPPK, karena adanya kasus ini.  

Disebutkan penangguhan ini mempertimbangkan surat permohonan penangguhan penahanan yang diajukan penasehat hukum Supriyani pada 21 Oktober 2024.  

“Menimbang bahwa terdakwa masih memiliki anak balita yang masih membutuhkan pengasuhan dari hidupnya,” tulis salinan penetapan PN Andoolo tersebut.  

Selain itu, terdakwa adalah seorang guru yang harus menjalankan tugasnya di Sekolah Dasar Negeri Baito.  

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas maka cukup alasan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa,” tulis surat tersebut.  

“Memperhatikan Pasal 31 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,” lanjutnya.  

Tariala menjelaskan permintaan penangguhan penahanan setelah melihat guru SU saat ini sedang persiapan mengikuti tes program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk rekrutmen PPPK.  

"Jadi penangguhan ini supaya dia tidak terganggu mengikuti tes, mungkin proses hukumnya tetap berjalan," kata Tariala.  

"Selain itu penangguhan penahanan ini karena SU punya anak kecil," lanjutnya.  

Dia meminta aparat penegak hukum harus cermat dalam menyelesaikan kasus tersebut.  

Karena menurutnya ada yang janggal dalam proses hukum sehingga Supriyani ditahan.  

Selain itu, dari keterangan Supriyani yang ditemuinya di Lapas Perempuan mengaku tidak pernah melakukan penganiayaan terhadap anak tersebut seperti yang dituduhkan keluarga korban.  

"SU mengaku tidak pernah melakukan penganiayaan terhadap korban, kemudian korban juga bukan anak perwalian dari SU. Dia ini mengajar di Kelas 1 B sementara korban di Kelas 1 A," ungkap Tariala.  

"Jadi seharusnya tidak ditahan karena dia tidak mengakui perbuatannya, hanya dari keterangan korban," lanjutnya.  

Selain itu, menurut Tariala, proses hukum di polisi juga harus dikroscek karena sebelum dialihkan ke kejaksaan, bukti yang dipakai dari keterangan dua rekan korban yang masih di bawah umur.  

"Kalau kita melihat saksi itu masih anak kecil kan mereka tidak bisa dijadikan saksi keterangannya karena di bawah umur," ungkap Tariala.  

Meski begitu, dirinya meyakini aparat penegak hukum bisa adil dalam mengusut kasus ini. 

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Sidang Perdana Guru Supriyani yang Menghukum Anak Polisi, Anggota PGRI Geruduk Pengadilan Negeri.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved