Pembunuhan Vina Cirebon
Bukti Para Terpidana Kasus Vina Cirebon Disiksa Penyidik, Komnas HAM: Dipukul Sepatu, Ditendang
Komnas HAM membeberkan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa para terpidana Kasus Vina Cirebon disiksa oleh oknum penyidik.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Komnas HAM membeberkan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa para terpidana Kasus Vina Cirebon disiksa oleh oknum penyidik.
Hal ini diungkapkan oleh anggota Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, saat diwawancarai.
Anis menyebut awalnya dugaan penyiksaan itu terungkap dari sebuah foto yang menunjukkan kondisi para terpidana babak belur.
Pihak Komnas HAM kemudian melakukan konfirmasi pada ahli forensik dan mewawancarai delapan terpidana.
Menurut Anis, para terpidana terbukti mengalami penyiksaan seperti dipukul dan ditendang.
Baca juga: Sosok Pensiunan Polri yang Kritik Komnas HAM Soal Kasus Vina dan Singgung Rekayasa Iptu Rudiana
"Bukti yang kami dapatkan baik dari foto awal yang kemudian kami konfirmasi kepada ahli forensik, lalu kami mewawancarai delapan terpidana Ya.
Kemudian juga bukti-bukti yang masih bisa kami dokumentasi. Bekas-bekas penyiksaan itu antara lain diduga mereka mengalami penyiksaan secara fisik ditendang dipukul dengan sepatu" ujar Anis, melansir dari cuplikan video TVOne yang beredar di TikTok.
Anis juga menyebut para terpidana diduga disiksa pakia tangan kosong maupun alat.
"Bentuk penyiksaan baik menggunakan tangan kosong maupun alat-alat gitu dan itu terkonfirmasi karena beberapa penyidik memang kemudian ee dijatuhi pidana dijatuhi disiplin" lanjut Anis.
Pelanggaran HAM lainnya, lanjut Anis, yakni berupa penangkapan yang sewenang-wenang.
"Bentuk pelanggaran HAM yang kedua adalah kami menemukan adanya pelanggaran dalam hal penangkapan secara sewenang-wenang pada tahun 2016" ujar Anis.
Baca juga: 300 Anak Yatim Doakan PK 8 Terpidana Kasus Vina Cirebon Dikabulkan, Titin: Mereka Bukan Pembunuh
Sebelumnya, komisioner Komnas HAM Parulian Sihombing mengungkap ada 3 pelanggaran HAM di kasus Vina Cirebon.
Yakni, pelanggaran hak atas bantuan hukum, pelanggaran hak atas bebas penyiksaan dan perlakuan kejam dan tidak manusiawi, serta pelanggaran terkait proses penangkapan yang sewenang-wenang dan penahanan.
Menurut Oegro, seharusnya Komnas HAM bergerak lebih leluasa mengungkap kasus yang terindikasi pelanggaran HAM tersebut.
Kalau hanya dikatakan ada pelanggaran HAM atas hak mendapatkan bantuan hukum, menurut Oegro, tanpa diungkap Komnas HAM pun hal itu sudah merupakan pelanggaran ketentuan KUHAP dan aturan Mahkamah Agung.
Justru, lanjut Oegro, rekayasa yang diduga dilakukan Iptu Rudiana (saat kasus ini terjadi masih berpangkat Aiptu) itu lah yang merupakan pelanggaran HAM berat karena mengakibatkan 8 orang, 7 diantaranya dihukum seumur hidup.
Padahal, tidak ada satu pun bukti yang membuktikan keterlibatan 8 terpdana tersebut.
"Di sini ada pelanggara etika profesi, pidana dan ini juga pelanggaran HAM berat. Jadi jangan dibuat main-main pelanggaran HAM berat. Kalau hanya tidak didampingi penasehat hukm, itu bukan pelanggaran HAM," tegas Oegro, dikutip dari tayangan Nusantara News pada Jumat (18/10/2024).
Baca juga: Pantesan Titin Sebut Komnas HAM Terlambat di Kasus Vina, Begini Kronologinya: Sejak Agustus 2016
Kenapa dikatakan pelanggaran HAM berat?
Menurut Oegro, seseorang dijadikan tersangka dan menjadi terpidana seumur hidup tampa alat bukti yang jelas, itu sama saja dengan menjebloskan orang di penjara, tanpa ada apa-apa.
"Jadi yang ditemukan Komnas HAM, sumir, ringan," katanya.
Ketika kasus Vina ini sudah dinyatakan sebagai pelanggaran HAM, maka hal ini harus direspons oleh Kejaksaan Agung untuk membawanya ke peradilan HAM.
"Dengan demikian, hak asasi manusia itu benar-benar dijamin oleh negara," tegasnya.
Pernyataan Oegroseno diamini pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra.
"Sumir dong, kalau saya mengatakan malah bukan sekadar pelanggaran, tapi kejahatan HAM.
Sehingga komanas ham harus beradi dan tegas lagi," katanya.
Menurut Azmi, di kasus Vina Cirebon ini ada penyalahgunaan kewenangan, dan prinsip-prinsip hukum yang dilanggar seperti penggeledahan tanpa izin dan tidak melibatkan penyidik wilayah setempat.
Penyalahgunaan kewenangan terlihat nyata ketika kasus ini justru melibatkan Unit Narkoba Polres Cirebon Kota yang tidak ada sangkut pautnya dengan tindak pidana ini.
"Yang menyalahgunakan kewenangan unit narkoba, kenapa yang direkom Komnas HAM unit narkoba lagi. Padahal ini beda kewenangan, ini kriminal umum," kata Azmi di program yang sama.
Menurut Azmi, dengan kasus yang diduga diskenario atau by design, seharusnya Komnas HAM berani.
"Bukan pelanggaran saja, tapi jelas ini kriminal, ini kejahatan sejak awal," tegasnya.
Ditambahkan Oegro, kalau keluarga terpidana bisa menggugat hal ini di peradilan HAM internasional bisa, jika kasus ini tidak disidangkan dalam peradilan HAM khusus.
Menurut Oegro, pelanggaran HAM ini tiidak selesai hanya diselesakan dalam sidang kode etik.
"Mana bisa pelanggara HAM dikasiih (sanksi) kode etik, tidak masuk akal," tegasnya.
Baca juga: Sosok Pengacara yang Ragukan Komnas HAM Soal Anak Buah Iptu Rudiana Disanksi di Kasus Vina Cirebon
Titin Sebut Komnas HAM Belum Seberani LPSK

Sebelumnya, kuasa hukum Saka Tatal dan Sudirman, Titin Prialianti terus mengkritik Komnas HAM yang baru muncul di kasus Vina Cirebon.
Titin Prialianti menilai, walaupun sudah sangat terlambat, namun keputusan Komnas HAM ini suatu kemajuan.
"Jati diri Komnas HAM sudah mulai terlihat," kata Titin.
Titin mengaku mengadukan kasus VIna ke Komnas HAM pada 13 September 2016 dan memaparkan apa yang terjadi sebenarnya.
"Dalam surat yang kami kirimkan, ada 9 item, jelas rangkaian uraiannya seperti apa. Apa yang terjadi sejak 31 Agustus 2016 sejak menghadap Komnas HAM," katanya.
Saat itu dijawab Komnas HAM empat bulan setelahnya, dengan mengirimkan surat ke Irwasda Polda Jabar.
Setelah kasus Vina viral lagi, Titin dipanggil Komnas HAM pada 22 Mei 2024.
"Komnas HAM masih menyimpan berkas saya. Juga masih menyimpan klarifikasi, tapi gambar (foto terpidana babak belur) ini sudah hilang. Komnas HAM minta (foto) lagi 22 Mei 2024 itu," ungkap Titin.
Kalau saat ini Komnas HAM sudah bersuara dan menyebut ada 3 pelanggaran HAM di kasus Vina Cirebon, Titin mengucapkan terimakasih.
Meski begitu, dia masih melihat Komnas HAM belum seberani lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dari awal dengan tegas menyatakan adanya pelanggaran itu.
"Mudah-mudahan ke depannya kinerja Komnas HAM jauh lebih baik daripada yang saya alami," katanya.
Titin juga masih melihat, saat ini Komnas HAM masih terpatokan pada rilis kejadian tahun 2016-2017 dimana persitiwa tersebut dikatakan sebagai pembunuhan dan pemerkosaan.
Komnas HAM tidak mengembangkan lebih jauh terhadap apa yang terjadi sebanarnya di 27 Agustus 2016 tersebut.
"Harapannya, kalau melakukan investigasi tidak berpatokan pada 2016-2017. Mudah-mudahan lebih serius dilakukan, dengan mendatangi narasumber yang tidak tersentuh di 2016," tegas Titin.
kasus Vina Cirebon
Terpidana Kasus Vina Cirebon
Komnas HAM
Anis Hidayah
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Tak Tahan Lihat 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Jutek Ingatkan Prabowo: Jangan Sampai Ada Keranda |
![]() |
---|
Ingat Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon yang Ditembak Peluru Karet? Tiba-tiba ke Rumah Sakit |
![]() |
---|
7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Pidana Seumur Hidup dengan Remisi Perubahan, Jutek Beraksi |
![]() |
---|
Kondisi Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Otto Hasibuan: Harus Dicek |
![]() |
---|
2 Jalan agar Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Lolos Hukuman Seumur Hidup, Ini Kata Otto Hasibuan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.