Pembunuhan Vina Cirebon

Sepak Terjang Ipda Rudy Soik, Polisi yang Dipecat Usai Bongkar Mafia BBM, Pernah Ungkap Trafficking

Sepak terjang Ipda Rudy Soik, polisi yang dipecat usai membongkat mafia BBM di Kota Kupang terungkap.

Editor: Musahadah
kolase Kompas.com
Kolase foto Ipda Rudy Soik yang Mendadak Dipecat Usai Bongkar Mafia BBM di Kupang. 

SURYA.co.id - Inilah sepak terjang Ipda Rudy Soik, Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satreskrim, Polres Kupang Kota, Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH). 

Ipda Rudy Soik dipecat seusai membongkar mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kota Kupang pada 15 Juni 2024.

Saat itu, Rudy Soik bersama tim melakukan operasi penyalahgunaan BBM bersubsidi hingga menangkap Ahmad, pembeli minyak solar subsidi yang menggunakan barcode nelayan palsu atas nama Law Agwan.

Ahmad berusaha menyuap petugas dengan uang Rp 4 juta, tetapi usaha itu gagal. 

Petugas kemudian menemukan BBM jenis solar ditampung di rumah Ahmad.  

Baca juga: Sosok Ipda Rudy Soik yang Mendadak Dipecat Usai Bongkar Mafia BBM di Kupang, Dibela Keluarga Prabowo

Ternyata, Ahmad merupakan residivis dengan modus menjual minyak ke perbatasan Timor Leste menggunakan mobil tangki industri. 

Saat diperiksa, polisi mendapati solar yang ditimbun pelaku sudah tidak ada lagi di lokasi.

Ahmad sendiri mengaku telah mengirim minyak tersebut kepada Algajali.

Polisi kemudian melanjutkan penyelidikan ke tempat penimbunan milik Algajali yang mengaku telah menyetorkan uang Rp 15 juta kepada Kanit Tipidter dan bekerja sama dengan Krimsus Polda NTT.

Beberapa bulan setelah kasus ini, Ipda Rudy Soik justru dipecat. 

Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) NTT Ariasandy, pemecatan dilakukan berdasarkan pelanggaran kode etik yang terkait dengan prosedur penyidikan.

"Hasil pemeriksaan sidangnya, Ipda Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Minggu.  

Sidang Kode Etik terhadap Ipda Rudy Soik digelar pada Kamis (10/10/2024) sampai dengan Jumat (11/10/2024) dari pukul pukul 10.00 hingga 17.00 Wita, di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT.

Saksi-saksi dan alat bukti diperiksa, serta keterangan terduga pelanggar, Ipda Rudy Soik, didengarkan dalam persidangan tersebut.

Hasilnya, Rudy Soik dinyatakan melakukan perbuatan tercela yang mengakibatkan keputusan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri.

Ariasandy juga mengatakan, Rudy Soik melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dengan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rudy Soik melakukan tindakan yang tidak profesional dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM.

"Tindakan tersebut menyebabkan korban merasa malu dan menimbulkan polemik di masyarakat," ungkap Ariasandy.

Rudy Soik juga memiliki catatan pelanggaran disiplin sebelumnya, termasuk beberapa sanksi yang telah dijatuhkan.

"Hasil putusan sidang banding Komisi Kode Etik Polri pada tanggal 9 Oktober 2024 menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun," tandasnya.

Meski alasan pemecatan sudah diungkap polisi, namun masih menimbulkan pro kontra di masyarakat.

Akhirnya, Mabes Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko bersuara terkait hal ini. 

Menurutnya, pemecatan itu wewenang Polda NTT dan secara prosedural sudah diusut oleh Propam NTT. 

"Sudah dilakukan oleh Polda NTT, dan secara prosedural oleh Divisi Propam. Lebih lanjut sudah disampaikan oleh Kabid Humas dan Kabid Propam Polda NTT," tegas Trunoyudo, Senin (14/10/2024).

Sementara itu, Ipda Rudy mengaku terkejut dengan keputusan pemecatannya karena gara-gara memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.

Padahal, yang dilakukannya merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan. Itu pun atas perintah pimpinannya yakni Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung.

"Bagi saya keputusan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) ini sesuatu yang menjijikkan," kata Rudy kepada sejumlah wartawan di kediamannya, Jumat (11/10/2024) malam.

Rudy menjelaskan, dia disidang kode etik dengan agenda pembacaan tuntutan dan putusan pada Jumat (11/10/2024) pagi.

Namun, saat sidang dia tidak hadir. Alasannya selalu ditekan ketika hadir dalam sidang-sidang sebelumnya.

Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan rangkaian penyelidikan kasus mafia BBM yang berujung pemasangan garis polisi. 

"Kenapa saya tidak hadir, karena sidang dari hari pertama itu saya sudah sampaikan ke komisi sidang agar saya tidak ditekan dan diintimidasi secara kewenangan.

Namun saya benar-benar ditekan saat memberikan keterangan saat itu," ungkap Rudy.

Rudy mencontohkan pemasangan garis polisi itu ada rangkaian cerita, mulai dari awal hingga terjadinya pemasangan garis polisi di rumah terduga pelaku mafia BBM, Ahmad Ansar, Kamis (27/6/2024).

Tapi pimpinan sidang kode etik hanya fokus di tanggal 27 Juni 2024, apa yang dibuat Rudy.

"Mengapa saya memasang police line di tanggal 27. Itu harus dijelaskan dan pimpinan sidang harusnya meminta saya untuk menjelaskan rangkaiannya. Tapi saya tidak diberi ruang untuk menjelaskan alasan pemasangan police line," ungkap dia.

Rudy pun menuturkan, pada tanggal 27 Juni 2024, dia menanyakan kepada pemilik rumah tempat dipasangnya garis polisi, meski saat itu tidak ada BBM dalam drum.

"Jadi saya bertanya, apakah Krimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT) yang pada tanggal 27 itu saya pergi kamu menjelaskan kepada saya bahwa minyak (BBM) Krimsus itu ilegal.

Dia (Pemilik rumah tempat dipasang garis polisi) mengakui itu dalam sidang. Kemudian saya bertanya lagi beberapa fakta-fakta apakah kamu memberikan uang Rp 15 juta kepada anggota sebelum saya datang dan dia mengakui itu.

Saya pun menjelaskan di sidang, tapi saya di-cut. Katanya kamu jangan melebar ke mana-mana," ungkap Rudy.

Rudy menyayangkan dalam proses sidang kode etik yang dijalaninya, tidak mencari fakta-fakta tentang mafia BBM.

"Terkesan saya ini melanggar SOP pemasangan police line. Makanya saya bertanya kok itu dianggap berbelit-belit.

Saya kan tanya, kalau seandainya saya salah dalam pemasangan police line, maka yang benar itu di mana. Perlihatkan kepada saya dalam aturan yang mana, supaya jelas semuanya," kata Rudy. 

Kemudian, dia pergi ke rumah dua orang terduga mafia BBM karena ada satu rangkaian penyelidikan atas dugaan pidana-pidana. Itu juga ada surat tugasnya.

Pelaksanaan kegiatan itu juga, dia melaporkan ke atasannya Kapolresta dan Kasat Reskrim. Itu telah sampaikan ke komisi sidang kode etik.

"Kalau saya mau jujur, jika bicara soal etika, banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota Polri itu lebih buruk dari yang tertuduh kepada saya," kata dia.

"Masa ini saya pasang police line terkait mafia BBM di Kota Kupang tapi kok saya bisa disidang PTDH .

Tapi tidak apa-apa, sebagai warga negara yang taat hukum kita mengikuti prosesnya," sambungnya.

Karena putusan pemecatan ini tidak bersifat final, maka Rudy akan menempuh upaya hukum lainnya yakni banding.

Lalu, bagaimana sebenarnya sepak terjang Rudy Soik? 

Ipda Rudy Soik (kiri) yang Dipecat Gara-gara Bongkar Mafia BBM di Kupang, dan Keponakan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati (kanan).
Ipda Rudy Soik (kiri) yang Dipecat Gara-gara Bongkar Mafia BBM di Kupang, dan Keponakan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati (kanan). (Kolase Kompas.com)

Pada tahun 2014, Rudy Soik mengungkap adanya dugaan tindak pidana perdagangan manusia (trafficking) di wilayah NTT dan melaporkan sejumlah nama yang diduga terlibat, termasuk beberapa pejabat.

Namun, setelah membuat laporan tersebut, dia malah ditangkap dan diadili dengan tuduhan penganiayaan terhadap seorang tersangka yang ia tahan saat menangani kasus perdagangan manusia tersebut.

Baca juga: Nasib Ipda Rudy Soik Usai Dipecat Gara-gara Bongkar Mafia BBM di Kupang, Didukung Keponakan Prabowo

Kasus ini mendapat perhatian karena dianggap sebagai upaya untuk membungkam Rudy Soik yang berani mengungkapkan praktek perdagangan manusia di NTT.

Beberapa organisasi dan aktivis HAM mendukung Rudy, melihatnya sebagai korban dari sistem yang korup.

Terkait pemecatan ini, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, bersuara.

Rahayu yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengungkapkan, pemecatan Rudy merupakan kemunduran institusi penegakan hukum.

"Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang," ujar Rahayu, Sabtu (12/10/2024), melansir dari Kompas.com.

Menurut Rahayu, Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur.

Dia menyebut, Rudy memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota polisi.

Keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto itu lantas mempertanyakan alasan pemecatan terhadap Rudy Soik.

"Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat?" ujar dia.

Terkait itu, Rahayu mengimbau pihak kepolisian terkait, khususnya tim etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga berujung pada pemberhentian terhadap Ipda Rudy.

Terpisah, Ketua Harian Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus menyayangkan tindakan Polda NTT itu.

"JarNas Anti-TPPO akan mendukung saudara Rudy Soik dalam memperjuangkan hak-haknya. Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan keputusan pemberhentian ini," tegasnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved