Pembunuhan Vina Cirebon

Pangacara Klaim Terpidana Kasus Vina Cirebon Alami Kekerasan, Reza Indragiri: Kemungkinan Itu Ada

Dugaan kekerasan terhadap para terpidana kasus Vina Cirebon mendapat tanggapan dari pakar psikologi forensik Reza Indragiri.

kolase youtube dan Tribun Jabar
Reza Indragiri dan para terpidana Kasus Vina Cirebon. Pangacara Klaim Terpidana Kasus Vina Cirebon Alami Kekerasan, Reza Indragiri Sebut Kemungkinan Itu Ada. 

SURYA.co.id - Dugaan kekerasan terhadap para terpidana kasus Vina Cirebon mendapat tanggapan dari pakar psikologi forensik Reza Indragiri.

Reza menyebut kemungkinan tersebut ada.

Reza Indragiri mengatakan bahwa ada beberapa pihak yang mengklaim bahwa telah terjadi kekerasan terhadap para terpidana.

Akan tetapi, terkait kebenaran dugaan kekerasan yang dialami oleh para terpidana, Reza Indragiri mengaku tidak tahu.

“Kalau mengandalkan komunikasi saya dengan beberapa pihak, Ibu Titin, Saka Tatal, Pak Jogi, Ibu Widya penasihat hukum Rivaldi, dan orang tua Rivaldi, lima pihak itu memang mengklaim terjadi kekerasan. Ada yang menyebut kelopak mata dan telinga distaples dan segala macam,” kata Reza dikutip dari kanal YouTube Nusantara TV.

Baca juga: Pantesan Saksi Baru Kasus Vina Cirebon Baru Muncul Usai 8 Tahun, Susno Duadji: Polisi Tak Mencatat

Reza menjelaskan kemungkinan terjadi kekerasan dalam terperiksa tercantum dalam konvensi PBB tentang anti penyiksaan.

Dalam konvensi tersebut terdapat sejumlah pasal yang secara eksplisit ditujukan untuk otoritas penegak hukum.

Ia menafsirkan bahwa penyusun konvensi tersebut sudah mengetahui peluang terjadinya penyiksaan dalam pemeriksaan di kantor penegak hukum sangat besar.

Jika mengacu pada konvensi tersebut, Reza menyebut bahwa ada kemungkinan terperiksa mengalami kekerasan.

“Mengacu pada konvensi kita punya alasan untuk menduga bahwa kemungkinan itu besar. Karena itu sekali lagi konvensi buru-buru mengingatkan otoritas penegakan hukum untuk menjauhkan diri mereka dari berbagai macam bentuk penyiksaan terhadap terperiksa,” jelasnya.

Reza mengungkapkan, dalam konvensi tersebut juga diatur untuk membangun kurikulum pendidikan untuk personel penegak hukum agar menjauhkan diri dari tindakan penyiksaan.

Baca juga: Terpidana Kasus Vina Bisa Bebas Jika Putusan MA Ini Dipatuhi, Otto Hasibuan: Kalau Terbukti, Selesai

Terkait dengan kemungkinan kekerasan sesama tahanan, Reza menyebut kemungkinannya tidak kalah besar karena ada budaya penjara atau prison culture.

Prison culture merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan bahwa kekerasan antar tahanan, antar warga binaan, antar penghuni penjara probabilitasnya tinggi.

Dalam konvensi memang tidak disebutkan berapa persen kemungkinan kekerasan itu terjadi.

Namun, konvensi tersebut menjadi dasar untuk dirinya berpikir dan berspekulasi bahwa kemungkinan terjadinya kekerasan termasuk dalam kasus Vina Cirebon yang dilakukan penyidik probabilitasnya tetap ada.

“Saya tidak akan tutup mata terhadap kemungkinan bahwa foto para tersangka Cirebon itu babak belur akibat perbuatan personil penegakan hukum selama mereka diperiksa, kemungkinan itu ada. Demikian pula, apakah foto itu mempertontonkan wajah para tersangka yang tersiksa akibat perbuatan sesame tahanan kemungkinan itu ada,” tutupnya.

Terpidana Kasus Vina Bisa Bebas

Sebelumnya, ucapan Otto Hasibuan menarik perhatian publik dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) para terpidana Kasus Vina Cirebon.

Ia menyinggung tentang putusan Mahkamah Agung (MA) yang jika diterapkan, maka para terpidana harusnya bebas.

Baca juga: Beda Nasib Iptu Rudiana dan 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon di Sidang PK, Sikap LPSK Sinyal Penting

Awalnya, Otto Hasibuan mengatakan alasan ia dan tim mengajukan peninjauan kembali (PK).

“Ya kita mengajukan PK ini dengan dasar adanya satu novum ya kedua juga ada beberapa kekhilafan majelis hakim di tingkat pertama maupun tingkat Pengadilan Tinggi” ucap Otto Hasibuan, dikutip dari Youtube tvOneNews.

Lalu, ia menjelaskan PK diajukan juga karena adanya pertentangan antara dua putusan.

“Kemudian ada juga adanya pertentangan antara dua putusannya yang saling bertentangan satu sama lain” ujarnya.

Otto Hasibuan juga menjelaskan apa itu novum dan novum seperti apa yang bisa diajukan ke dalam PK.

“Kalau mengenai soal novum, kita bisa melihat bahwa prinsip novum itu adalah keadaan baru kan keadaan baru adalah ada fakta-fakta hukum yang ada pada waktu terjadinya perkara tersebut. Tapi pada waktu itu enggak ditemukan yang kemudian sekarang baru ditemukan” ucap Otto Hasibuan.

Tim kuasa hukum 6 terpidana kasus Vina tersebut menyebutkan novum di PK tersebut adalah saksi-saksi yang tidak menyampaikan kejadian yang sebenarnya.

“Antara lain yang kita lihat di sini ada fakta bahwa sebenarnya saksi-saksi yang dulu bercerita itu sebenarnya enggak benar, enggak pernah mereka apa mengetahui. Sebenarnya saksi-saksi dulu itu bercerita itu seperti Dede dan sebagainya Itu adalah merupakan saksi-saksi yang palsu” katanya.

“Jadi sebenarnya fakta-fakta yang diterangkannya dulu itu adalah fakta-fakta yang tidak benar yang mana, kalau majelis hakim pada waktu itu tahu bahwa itu sesungguhnya tidak benar maka pasti Hakim memberikan putusan lepas ataupun putusan bebas” lanjutnya.

Faktor yang kedua tentang kekhilafan hakim, Otto Hasibuan menyampaikan seharusnya para terdakwa dari awal kasus Vina ini harus didampingi pengacara kalau tidak putusan akan batal atau tidak sah.

Sedangkan terpidana kasus Vina tersebut tidak didampingi oleh kuasa hukum pada saat sidang 2016 silam.

“Nah kedua Faktor yang kedua tentang kekhilafan Hakim juga yang dilihat di sini ini kelihatannya sepele tapi fundamental bahwa sebenarnya ini mudah sekali perkara ini untuk diputuskan untuk membebaskan para terpidana ini” ucapnya.

“Jadi ada putusan Mahkamah Agung mengatakan bahwa kalau dari awal dia tidak bisa tidak didampingi oleh pengacara walaupun kemudian di pengadilan dia didampingi pengacara maka berdasarkan putusan Mahkamah Agung maka penyelidikan tersebut harus dinyatakan batal dan dia harus dilepaskan dari tuntut dakwaan segala dakwaan ya” lanjutnya.

Otto Hasibuan menegaskan kalau peraturan dari Mahkamah Agung tersebut konsisten diterapkan maka 6 terpidana kasus Vina tersebut bisa bebas tanpa bukti-bukti apapun.

“Nah itu jadi kalau ini sebenarnya mau konsisten diterapkan oleh Mahkamah Agung kita tidak perlu lagi mencari-cari bukti-bukti macam-macam cukup menerapkan prinsip hukum ini bahwa kita buktikan bahwa ternyata di pengadilan waktu di kepolisian dia tidak pernah didampingi oleh pengacara” ucapnya.

Baca juga: Apa Kabar Timsus Bentukan Kapolri yang Ungkap Kasus Vina Cirebon? Pakar: Sudah Punya Simpulan

“Dan kalau ini terbukti selesai sudah dia harus dibebaskan kalau kita mau konsisten terhadap putusan Mahkamah Agung” tutupnya.

Bawa Amunisi 50 Saksi

Otto Hasibuan. Terpidana Kasus Vina Bisa Bebas Jika Putusan MA Ini Dipatuhi. Otto Hasibuan Sebut Kalau Terbukti, Selesai.
Otto Hasibuan. Terpidana Kasus Vina Bisa Bebas Jika Putusan MA Ini Dipatuhi. Otto Hasibuan Sebut Kalau Terbukti, Selesai. (Tribun Cirebon)

Otto Hasibuan dan pengacara lainnya membawa sederet 'amunisi' untuk membela para terpidana kasus Vina Cirebon di sidang Peninjauan Kembali (PK).

Otto mengaku sudah menyiapkan banyak saksi hingga bukti-bukti baru.

Ia telah menyiapkan 50 saksi untuk menguatkan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh enam terpidana kasus kematian Vina dan Eky di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jawa Barat.

“Puluhan saksi yang disiapkan oleh kami, terdiri dari 30 saksi fakta dan 20 saksi ahli,” kata Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan di PN Cirebon, Rabu, melansir dari ANTARA.

Otto menjelaskan para saksi akan dihadirkan pada setiap persidangan PK di PN Cirebon, untuk membuktikan dalil-dalil atau novum yang telah ditemukan oleh timnya.

Novum yang dimaksud, kata dia, merupakan bukti-bukti baru yang belum pernah diungkap dalam persidangan yang dijalani oleh keenam terpidana tersebut pada 2016.

Pihaknya mengklaim beberapa novum yang sudah disiapkan dapat memengaruhi putusan hakim, sehingga para terpidana dapat terbebas dari vonis hukum atas kasus kematian Vina dan Eky.

“Banyak sekali memori PK ini, tetapi yang terutama ada beberapa novum itu adalah bukti-bukti yang baru ditemukan sekarang ini,” ujarnya.

Ia mengatakan saat ini para terpidana yang menjadi kliennya, sudah hadir di PN Cirebon guna mengikuti jalannya sidang perdana dengan agenda pembacaan memori PK oleh timnya.

Adapun keenam terpidana ini terdiri dari Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandi, Jaya, Supriyanto dan Rivaldy Aditya Wardana.

“Untuk jaksa dijadwalkan akan memberikan tanggapan terhadap memori PK yang disampaikan tim kami, pada sidang berikutnya,” tuturnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved