5 Guru Besar di Surabaya Diperiksa

Pengamat Pendidikan Prof Dr Warsono: Pengujian Akademik Perlu Dilakukan untuk Calon Guru Besar

Itjen Kemendikbudristek telah melakukan pencarian fakta dugaan penyimpangan proses pengajuan guru besar di sejumlah perguruan tinggi di Surabaya

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: irwan sy
Istimewa
Pakar Pendidikan Unesa, Prof Dr Warsono MS. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek telah melakukan pencarian fakta (fact finding) dugaan penyimpangan proses pengajuan jabatan guru besar di sejumlah perguruan tinggi di Surabaya.

Hal ini menunjukkan adanya dugaan adanya guru besar abal-abal di perguruan tinggi di Surabaya.

Tak hanya mencoreng marwah kehormatan guru besar, adanya dugaan guru besar abal-abal bahkan telah mencoreng institusi.

Melihat situasi ini, Pengamat Pendidikan, Prof Dr Warsono MS, mengungkapkan investigasi yang dilakukan media dilengkapi dengan data akan adanya pola praktik memang benar terjadi di lingkungan akademik di bawah Kemendikbudristek.

Hal ini terlihat dari fenomena para guru besar baru yang belum memiliki sumbangsih sesuai dengan bidang ilmunya.

Baca juga: Polemik 5 Guru Besar di Surabaya Diperiksa, Pejabat LLDikti VII Sebut Tak Ada Kenalan di Kemendikbud

"Saya secara pribadi melihat ini merupakan permasalahan moral. Sebetulnya orang kampus tidak perlu mengejar hal ini (guru besar) dengan tindakan yang buruk. Karena guru besar merupakan simbol moralitas dan intelektualitas, jadi kalau dia melakukan cara tidak benar, maka martabat guru besarnya tidak ada. Ngapain sih kalau tidak mampu dan kompeten memaksakan," ujar pria yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur ini.

Tetapi jika melihat kasus ini, lanjutnya, jaringan praktek guru besar abal-abal ini sampai kementrian.

Hal ini menunjukkan betapa sulitnya meraih guru besar secara benar, sehingga saat ketahuan ada guru besar abal-abal bukan hanya individu yang dirugikan tetapi juga institusinya.

"Tetapi bersyukur juga masyarakat bisa melihat adanya profesor abal-abal ini maka mereka bisa melihat guru besar ini dari kajiannya apakah diakui apa memang tidak memiliki kemampuan," tegasnya.

Untuk mencegah adanya guru besar abal-abal ini, dikatakannya persyaratan guru besar harusnya tidak lagi hanya memfokuskan kuantitas jurnal publikasi.

Tetapi juga pengakuan dari akademisi di bidang keilmuan yang sama dan kajian etika calon guru besar.

"Jika memang riwayatnya melakukan plagiasi karya ilmiah, perilakunya melanggar moral atau tidak bermoral. Maka dari tingkat universitas saja harus dicegah tidak boleh diajukan guru besar meskipun publikasi memenuhi. Seperti saat saya dulu mengajukan guru besar, aspek akademik dan etika harus baik. Sumbangsih keilmuan juga harus dibuktikan di forum tingkat fakultas," ucap Rektor Universitas Negeri Surabaya masa jabatan 2014-2018 ini.

Sehingga perlu dicari mekanisme terbaru persyaratan guru besar untuk menilai intelektual dan moralitas calon guru besar.

Diberitakan sebelumnya, lima guru besar dari dua kampus swasta di Surabaya menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Gedung Kantor Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jatim, Surabaya, Selasa-Rabu (30-31/7/2024) lalu.

Berdasarkan Surat Tugas Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Nomor 788/G.G5/WS.01.05/2024 tanggal 25 Juli 2024, sejumlah guru besar PTS di Surabaya dipanggil dalam rangka fact finding dugaan penyimpangan proses pengajuan guru besar.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved