Berita Surabaya

Gandeng FEB Universitas Muhammadiyah Malang, Kadin Jatim Kaji Kebijakan Optimalisasi DBHCHT

Kadin Jatim memperkuat kerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang (FEB UMM).

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
ahmad faisol/surya.co.id
Salah satu bentuk kegiatan industri hasil tembakau (IHT) berupa pabrik rokok saat para karyawannya sedang melakukan produksi. 

Pihaknya berharap kerja sama ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi yang bermanfaat bagi pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan kenaikan CHT tahun depan, dan bagi pemerintah daerah melalui optimalisasi DBHCHT yang dihasilkan.

“Sebagaimana Pak Adik sampaikan, DBHCHT memiliki signifikansi penting bagi pembangunan Jatim. Oleh karena itu, harapan kami kajian ini dapat mencapai tujuannya dan diterima oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun Jatim," papar Prof Idah.

Pada kesempatan yang sama, Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono mengapresiasi upaya Kadin Jatim beserta para pelaku industri hasil tembakau dan akademisi dari FEB UMM, yang melakukan kajian tentang bagaimana pola bagi hasil DBHCHT.

"Jatim ini menghasilkan 60 persen penerimaan cukai rokok secara nasional, menjadi penghasil utama cukai rokok bagi negara. Ada Rp 129,9 triliun dan bagi hasilnya pada daerah penghasil Jatim maupun kabupaten penghasil mencapai Rp 2,77 triliun," ungkap Adhy.

Nilai itu dibagi ke kabupaten-kabupaten dan provinsi hanya mendapatkan Rp 700 miliar.

Dalam diskusi ini, semua ingin bersama-sama bersuara kepada pemerintah, menuntut keseimbangan untuk industri rokok.

"Kami mengajukan alokasi DBHCHT menjadi minimal 5 persen dari total penerimaan CHT. Juga, diharapkan pemanfaatannya tidak terlalu dibatasi agar dapat lebih maksimal dalam upaya pengentasan kemiskinan secara keseluruhan," lanjut Adhy.

Pihaknya juga ingin ada bagian khusus agar pertama, bagaimana orang miskin yang tidak mendapatkan juga bisa dapat bantuan.

Kedua harus mengikuti konsep penanggulangan kemiskinan.

"Tidak hanya pemenuhan kebutuhan dasar tetapi kami ingin yang lebih produktif dengan memberikan akses bagi pemberdayaan ekonomi atau akses modal kepada orang miskin agar memiliki kemampuan untuk bisa berproduksi," terangnya.

Selanjutnya untuk alokasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan karena Pemprov Jatim ingin mencapai universal coverage.

Adhy melihat ada ketidakseimbangan juga antara daerah penghasil dan non penghasil, di mana kabupaten yang bukan penghasil mendapatkan sangat kecil sehingga banyak kabupaten yang tidak bisa memenuhi target Pemprov Jatim untuk mencapai universal coverage BPJS Kesehatan.

"Melalui diskusi ini, Kadin menginisiasi sebuah kajian yang sejalan dengan apa yang dihadapi, dengan apa yang dirasakan Pemprov Jatim untuk melakukan optimalisasi pendapatan yang bisa digedor untuk menangani kemiskinan," pungkas Adhy.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved