Pembunuhan Vina Cirebon

Desak 4 Nama Pegi Setiawan Lain Ikut Diperiksa di Kasus Vina, Pengacara: Jika Tidak Mau, Bebaskan!

Ternyata ada 5 nama Pegi Setiawan. Pengacara Pegi Setiawan meminta agar 4 nama lain diperiksa, Jika tidak ini tuntutannya!

Editor: Musahadah
kolase kompas TV/tribun jabar
Pengacara Pegi Setiawan menuntut agar 4 nama serupa kliennya diperiksa polisi. 

SURYA.CO.ID - Kuasa hukum Pegi Setiawan menuntut agar 4 orang bernama sama dengan kliennya diperiksa terkait kasus tewasnya Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon dan Muhammad Rizky alias Eky pada 2016 silam. 

Desakan itu disampaikan kuasa hukum Pegi Setiawan seusai sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung pada Senin (1/7/2024). 

Dikatakan. adanya 5 nama Pegi Setiawan itu pernah diungkapkan oleh komisioner Kompolnas. 

Saat itu Kompolnas menyebut, penyidik Ditreskrimum Polda Jabar mengantongi 5 nama Pegi Setiawan.    

"Saya minta Polda Jabar, kalau 5 Pegi Setiawan ada di kantong penyidik, yang 4 panggil tuh. Mintai keterangan, bila perlu lakukan seperti klien kami. Tangkap, tahan," kata kuasa hukum Pegi seusai sidang. 

Baca juga: Yakin Penetapan Pegi Setiawan Tersangka Kasus Vina Cirebon Langgar UU, Pengacara: Sewenang-wenang

Sebaliknya, jika penyidik tidak berani berani melakukan itu, maka pengacara menuntut agar penyidik memperlakukan Pegi Setiawan kliennya sama seperti 4 Pegi lain.

"Keluarkan! bebaskan!," serunya.

Dalam gugatannya, tim kuasa hukum Pegi Setiawan memastikan penyidik Polda Jabar error in persona atau salah orang saat menangkap dan menetapkan sang kuli bangunan itu sebagai tersangka.  

"Apakah Polda Jabar menghormati keputusan hakim di tahun 2016? Kalau menghormati tangkap Pegi  alias Perong, bukan klien kami Pegi setiawan," katanya. 

Menurutnya, Pegi alias Perong memiliki ciri-ciri yang jauh berbeda dengan Pegi Setiawan

Pegi alais Perong dicirikan berambut keriting, sementara Pegi Setiawan tidak. 

Begitu juga dengan tinggi badan Pegi alias Perong yang lebih pendek dibandingkan Pegi Setiawan

Di bagian lain, Toni RM, kuasa hukum lainnya, mengatakan, seharusnya penyidik tidak langsung menangkap Pegi Setiawan

Sesuai ketentukan, penyidik harus lebih dulu melakukan pemanggilan dan pemeriksaan dahulu.

Setelah ditemukan dua alat bukti yang kuat dan mengarah ke Pegi Setiawan, baru lah ditetapkan tersangka. 

"Kalau seperti itu, baru saya acungi jempol," kata Toni.

Namun yang terjadi, penyidik tidak melakukan itu, tapi langsung menangkap dan menetapkan tersangka.

"Dia melanggar prosedur, fatal. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, diperiksa dulu sebagai saksi.
Nyatanya ini langsung ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka," tegasnya. 

Di bagian lain, kuasa hukum Polda Jabar yang diwakili Kabid Hukum, Kombes Nurhadi Handayani mengatakan, hak pemohon mengatakan bahwa pihaknya tidak cukup alat bukti menetapkan Pegi Setiawan.

"Kami sangat siap menunjukkan alat-alat bukti yang telah didapat penyidik Polda Jabar.
Nanti kita akan sampaikan di persidangan," terang Kombes Nurhadi Handayani. 

Dikatakan Nurhadi, di sidang besok (2/7/2024) pihaknya akan memberikan jawaban atas dalil-dalil gugatan pemohon.

Selanjutnya, pihaknya siap membeberakan alat bukti dan keterangan ahli. 

CCTV Didapat tapi Tak Dibuka

Pengacara Pegi Setiawan, Toni RM berencana melaporkan Iptu Rudiana setelah mengetahui fakta CCTV kasus Vina sudah ditemukan tapi tidak dibuka.
Pengacara Pegi Setiawan, Toni RM berencana melaporkan Iptu Rudiana setelah mengetahui fakta CCTV kasus Vina sudah ditemukan tapi tidak dibuka. (kolase Indonesia Lawyers Club/istimewa)

CCTV yang menyorot kejadian tewasnya Vina dan Eky ternyata sudah didapatkan kepolisian. 

Sayangnya, CCTV yang sudah didapatkan ini justru tidak dibuka isinya sehingga tidak bisa menjadi alat bukti di persidangan. 

Kuasa Hukum tersangka Pegi Setiawan, Toni RM mengungkapkan, saksi yang berhasil mendapatkan CCTV kasus Vina ini berasal dari kepolisian, bernama Gugum Gumilar. 

"Keterangan Gugun Gumilar (di BAP), sudah mengecek CCTV yang ada di lokasi kejadian, namun CCTV belum dibuka," terang Tomi RM dikutip dari tayangan Indonesia Lawyers Club TVOne pada Rabu (26/6/2024).  

Ditegaskan Toni, CCTV itu sudah diambil, namun anehnya justru tidak dibuka. 

Baca juga: Hari Ini Nasib Pegi Ditentukan, Kuasa Hukum Minta Polda Jabar Hentikan Penyidikan

"Bayangkan, untuk menghikum orang sampai seumur hidup main-main, (CCTV) belum dibuka," seru Toni. 

Padahal, lanjut Toni,sesuai petunjuk Kapolri karena ini harus mengedepankan metode scientific crime investigation. 

"Makanya, bapak kapolri, di kesempatan pegi setiawan tolong dibuka semua," desaknya.  

Sementara itu, dalam wawancara dengan media pada Minggu (30/6/2024), Toni mengungkapkan terkait CCTV yang belum dibuka itu, pihaknya merencana melaporkan Iptu Rudiana ke polisi.   

"Ya, terkait CCTV yang belum dibuka itu, kami akan berdiskusi dengan tim penasehat hukum."

"Tapi pasti langkah hukum yang akan kami lakukan adalah melaporkan Pak Rudiana (ayah Eki) terkait dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice," ujar Toni.

Lebih lanjut, Toni menjelaskan bahwa jika Rudiana ini sudah mengetahui isi rekaman CCTV, namun tetap memproses orang yang sudah terlanjur ditangkap, maka terdapat dugaan bahwa rangkaian ceritanya palsu atau direkayasa.

 "Kalau kemudian Pak Rudiana sudah mengetahui CCTV misalnya, terus isinya itu sudah tahu, lalu dia tetap memproses orang yang sudah terlanjur ditangkap, berarti rangkaian ceritanya diduga palsu atau direkayasa."

"Kalau memang benar sudah dibuka," ucapnya.

Toni juga menegaskan, bahwa dugaan ini akan menjadi jelas apabila mereka melaporkan kasus ini dengan pasal 317 tentang laporan yang dipalsukan.

"Nah sehingga, dugaan itu akan clear nanti kalau kami laporkan dengan pasal 317 tentang laporan yang dipalsukan, artinya peristiwanya ada (pembunuhan), tapi direkayasa," jelas dia.

Menurut Toni, jika Iptu Rudiana telah membuka hasil penyelidikan dari CCTV di TKP, maka ia seharusnya tahu siapa yang ada di dalam rekaman tersebut dan siapa pelakunya.

"Logikanya gini, kalau Pak Rudiana sudah buka CCTV hasil penyelidikan yang dilakukan dengan rekan-rekannya di TKP, berarti dia tahu siapa yang ada di dalam CCTV dan pelaku."

"Parahnya kalau pelaku bukan yang kini ditangkap, berarti ada kebohongan di situ," katanya.

Toni menyatakan, bahwa tindakan ini dapat dilaporkan dengan pasal 317 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun.

"Jadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya itu bisa dilaporkan dengan pasal 317 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun," ujar pengacara asal Kabupaten Indramayu ini.

Dengan langkah hukum ini, tim kuasa hukum Pegi Setiawan berharap agar kebenaran dalam kasus ini dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan.

Seperti diketahui, sidang kasus Vina dan Eki Cirebon yang digelar tahun 2016 lalu ternyata masih memiliki fakta mengejutkan.

Dalam putusan Pengadilan Negeri Cirebon nomor: 4/PidB/2017PN.Cbn atas nama delapan terpidana, disebutkan bahwa rekaman CCTV di lokasi kejadian ternyata belum pernah dibuka.

Hal ini disampaikan oleh anggota tim kuasa hukum Pegi Setiawan, Toni RM, yang menyoroti kesaksian dua anggota polisi, Dodi Irwanto dan Gugun Gumilar.

Toni menjelaskan, bahwa dalam kesaksian Dodi Irwanto, bersama rekan-rekannya Aiptu Rudiana (ayah Eki), Bripka Gugun dan Brigadir Andi Saprudi, mereka melakukan penyelidikan di sekitar Tempat Kejadian Perkara (TKP) setelah mendapatkan informasi tentang pengeroyokan di depan SMPN 11 Cirebon, Jalan Perjuangan, Kota Cirebon.

"Setelah itu, delapan terpidana ditangkap dan diamankan oleh saksi bersama rekan-rekannya."

"Namun, yang penting, mereka baru menemukan CCTV setelah mengamankan para terpidana," ujar Toni saat diwawancarai pada Sabtu (29/6/2024) malam.

Dodi menyatakan dalam sidang, bahwa meskipun mereka sudah mengecek CCTV yang berada di lokasi kejadian, rekaman tersebut belum pernah dibuka.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Gugun Gumilar dalam catatan putusan pengadilan.

"Gugun juga menyatakan bahwa CCTV di lokasi kejadian belum dibuka."

"Baik Dodi maupun Gugun menjelaskan bahwa mereka bersama-sama Aiptu Rudiana saat melakukan pengecekan tersebut," ucapnya.

Menurut Toni, fakta ini menunjukkan bahwa CCTV yang seharusnya menjadi bukti kuat justru tidak digunakan dalam proses penyelidikan awal.

"Artinya, bisa saja setelah CCTV dibuka, pelakunya bukan 8 orang yang diamankan itu," jelas dia.

Lebih lanjut, Toni RM menekankan bahwa kehadiran CCTV ini seharusnya dapat menjadi penentu siapa pelaku sebenarnya.

"Jika Pak Rudiana ingin membantah, buka CCTV-nya, sehingga masyarakat bisa melihat dan percaya siapa pelaku sebenarnya," katanya.

Toni juga menambahkan, bahwa kesaksian ini memperkuat argumen mereka bahwa ada kemungkinan kesalahan dalam penangkapan para terpidana.

"Berdasarkan keterangan 8 terpidana, mereka mengaku dianiaya."

"Jadi, bisa saja terlanjur dianiaya dan disiksa sebelum penemuan CCTV," ujarnya.

Kasus ini semakin memperlihatkan betapa pentingnya pembukaan dan pemanfaatan bukti CCTV dalam mengungkap kebenaran di balik kasus pengeroyokan yang menewaskan Vina pada tahun 2016 lalu.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved